Dimasa ekonomi lagi susah begini, maka untuk bisa cari untung cepat
dan mudah biasanya harus pakai akal2an.

Demikianlah, antara FPI dan Playboy telah melakukan kerjasama jauh
sebelum mereka melakukan demo2 itu sendiri.  Besar kemungkinan,
pemilik atau modal majalah Playboy ini sendiri berasal dari
organisasi2 pendukung FPI.

Negative promotion adalah cara terbalik daripada promosi umumnya. 
Kalo dalam promosi biasa yang umum, kita harus memuji atau
mem-bagus2kan barang yang kita tawarkan atau yang akan kita jual.
Berbeda dalam Negative Promotion, agar mendorong masyarakat mau
membeli dan memborong barang yang kita jual justru harus kita kritik
atau jelek2in.  Biasanya negative promotion memang bisa dianggap
penipuan, namun di Indonesia belum ada hukumnya yang mengganjal
sedangkan di Amerika dan Eropah hal itu bisa dijerat dalam pasal2
pelanggaran bidang etika bisnis.

Demikian halnya kalo anda membayangkan diri anda sebagai investor yang
ingin menerbitkan majalah Playboy yang baru rencananya saja sudah
ditentang habis2an bahkan dengan demo2 dan ancaman2 yang mengerikan. 
Investor yang normal, tentu akan membatalkan niatnya karena mereka
tidak mau modalnya dihancurkan begitu saja secara cuma2 dimana
modalnya juga belum balik.  Berbeda dengan majalah Playboy, secara
aneh dan secara menyolok mata se-olah2 menantang demo2 itu sendiri
agar suasana makin panas.  Jelasnya, kalo panas2an menyangkut urusan
agama, maka bisa dijamin di Indonesia akan terjadi bakar2an.  Namun
tidak demikian halnya dengan kasus majalah Playboy ini, mereka terus
terbit tanpa ragu2 dengan keyakinan penuh sementara demo2nya juga
berlangsung terus.  Dengan cara2 beginilah masyarakat dibrainwash
iklan majalah Playboy melalui controversi masalah pornography.

Kalo di-hitung2, modal pencetakan majalah Playboy Indonesia ini
tidaklah seberapa selain mutu cetakan foto2nya buruk sekali, juga
artis2 yang ditampilkan adalah kelas murahan bahkan besar kemungkinan
gratis tidak dibayar.  Sudah dalam dugaan semua orang, begitu majalah
ini terbit disebarkan dengan aman keseluruh Indonesia, bahkan
penjualannya laris, aman tanpa gangguan dari pihak FPI.  Setelah
stocknya habis, untuk merangsang demand, kembali FPI berdemo ke kantor
sewaan majalah Playboy ini sambil menyambiti dengan batu sehingga
kaca2nya pecah.  Harga kaca2 yang pecah itupun tidaklah seberapa tapi
effek beritanya disertai foto2nya memang hebat merangsang keinginan
tahu masyarakat sehingga majalah buruk yang sama sekali enggak sama
dengan majalah Playboy aselinya diborong habis diseluruh Indonesia
tanpa diganggu oleh FPI.

Anda bisa membayangkan berapa keuntungan majalah Playboy ini hanya
dalam beberapa bulan saja, bukan halangan kalao pemilik majalah
Playboy membagi hasil keuntungannya kepada pihak FPI dan organisasi2
penunjang dibelakangnya yang selama ini meng-gembar gemborkan pelarang
 yang kenyataannya tidak pernah dilarang.  Memang tidak ada yang perlu
dilarang, majalah Playboy itu tidak melakukan pelanggaran apapun. 
Namun menurut saya, majalah Playboy ini telah melakukan pelanggaran
dalam periklanan dengan penipuan melalui sandiwaranya berduet dengan
FPI.  Dalam hal ini, FPI itu melanggar etika moral, namun tidak bisa
dituntut karena selain tidak ada buktinya, juga gangguan yang mereka
lakukan itu sendiri tidak dituntut oleh majalah Playboy.  Tapi beda
halnya dengan majalah Playboy, mereka seharusnya bisa dituntut sebagai
penipuan karena mereka tidak menuntut FPI yang merusak kantor mereka.

Business yang unethical dan amoral kayak begini juga dulu pernah
dilakukan antara pengarang Pramoedya Ananta Tur dengan Bakin,
kemungkinan idenya itu juga dari orang2 Bakin itu sendiri.  Semua
orang di Indonesia jarang yang tahu siapa Pram Ananta Tur itu, apalagi
karangan2nya tak ada yang mengenalnya sama sekali.  Namun setelah
karangan2nya sudah dipasokkan kepada toko2 buku seluruh Indonesia,
mendadak seluruh koran2 Indonesia memberitakan pengumuman Bakin yang
melarang semua karangan Ananta Tur ini untuk dijual di toko2 buku
karena dia dituduhkan komunis.  Semua buku2 yang ada ditoko buku kalo
masih tersisa harus diserahkan kepada Bakin untuk dibakar.  Hasilnya,
tidak ada buku yang sisa, semua buku terjual habis secara mendadak,
toko2 buku berusaha menyembunyikan buku2 tsb, padahal tidak pernah ada
rahasia dari Bakin untuk menyisir atau menyita buku2 ini.  Bisa
dibayangin keuntungan Bakin dari penjualan2 buku ini kalo mendapat
komisi 10% saja bisa jadi sudah milyardan.  Apalagi taktik begini
tidak perlu melibatkan orang banyak, bahkan Pramudia Ananta Tur
sendiri belum tentu menyadarinya.  Permainan ini cukup dilakukan oleh
percetakan buku Bakin yang mencetak bukunya dan kepala Bakinnya sendiri.

Dalam kasus majalah Playboy ini, siapa yang berada dibelakang layar
yang mengeruk keuntungan dari kontroversi yang terjadi ini kemungkinan
besar partai2 Islam gurem dalam mengumpulkan dana untuk persiapan
pemilu nanti.  Bukan juga tidak mungkin bahwa Presiden SBY sendiri
terlibat dibelakangnya bekerja sama dengan beberapa anggauta2 MPR/DPR
atau ketuanya.  Yang cukup perlu kita simak, adalah hasil controversi
daripada FPI vs majalah Playboy mendorong penjualan yang memang
memberi respons yang sangat luar biasa dari modal yang sebenarnya
kecil tidak seberapa.  Memang, cara2 ini umurnya tidak mungkin lama
karena akhirnya masyarakat sendiri akan merasa kalo dirinya tertipu,
namun setelah surut penjualannya nanti, bisa dicari hal2 baru atau
diciptakan controversi baru dengan akal2an yang lama yang bisa diulang
sampai kapanpun.

Ny. Muslim binti Muskitawati.





Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke