http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail&id=6665

Rabu, 19 Apr 2006,



Australia Embuskan Genosida Papua 


Dubes Hamzah Ungkap di DPR 
JAKARTA - Duta Besar Indonesia untuk Australia Tengku Muhammad Hamzah Thayeb 
mengungkapkan pandangan warga Australia terhadap Indonesia menyangkut pemberian 
visa sementara bagi 42 penduduk Papua. Saat rapat dengar pendapat dengan DPR 
kemarin, Hamzah mengungkapkan, banyak informasi yang didapat selama 5 bulan 
menjabat dubes di negara tetangga itu.

Hamzah memang diundang secara khusus oleh Komisi I DPR untuk menyampaikan 
laporan tentang persoalan pemberian suaka politik pemerintah Australia kepada 
warga Papua. Hamzah juga diminta menjelaskan kabar banyaknya kelompok LSM dan 
senator yang ikut mendukung gerakan separatis di Papua. 

"Harus diakui, kebijakan pemerintah Australia sungguh mengecewakan. Masukan 
yang kami sampaikan sering tidak digubris. Jadi, memang diperlukan diplomasi 
total di Australia," katanya.

Hamzah tidak membantah adanya dukungan berbagai kelompok LSM maupun senator di 
Australia kepada kelompok gerakan separatis di Papua. Berbagai kampanye Papua 
merdeka juga kerap difasilitasi kelompok-kelompok tersebut. "Informasi ini saya 
peroleh dari beberapa tokoh di sana," jelasnya.

Menurut Hamzah, berdasarkan hasil perbincangan dan dialog dengan berbagai 
kelompok di Australia, memang ada keterkaitan antara gerakan separatis di Papua 
dan Persekutuan Gereja Australia (Uniting Curch in Australia). Mereka 
memanfaatkan jaringan gereja dalam kampanye pro kemerdekaan Papua. Selain itu, 
dalam pemberian visa sementara bagi 42 warga Papua, mereka mendukung dengan 
alasan telah terjadi genosida (pembunuhan untuk menghilangkan etnis, Red) di 
Papua.

"Ini informasi akurat yang kami dapatkan dari hasil pembicaraan dengan mantan 
petinggi Uniting Church (UC) John Barr. Mereka mengaku mendapat data dan 
informasi dari jaringan gereja mereka di Papua," papar Hamzah.

Pernyataan ini sempat dipertanyakan beberapa anggota DPR. Hamzah pun berusaha 
menyakinkan bahwa dirinya telah mengonfirmasi ulang kepada John Barr. Dia juga 
mengaku sudah mengecek ke pihak UC. Bahkan, dia mengingatkan bahwa informasi 
yang didapat UC dari jaringan mereka di Papua sangat sensitif dan perlu 
diklarifikasi kebenarannya. 

"Saya pernah bertanya kepada mereka seberapa akurat informasi itu. Saya 
katakan, kalau tidak benar, keadaannya semakin sensitif. Sebab, kapan peristiwa 
itu terjadi dan siapa pelaku genosida itu tidak jelas. Apalagi, sekarang sudah 
zaman reformasi. Kalau ada anggota TNI yang salah, dia akan diadili," kata 
Hamzah. Namun, John Barr berkali-kali mengatakan bahwa informasinya sangat 
akurat. 

Dalam kesempatan itu Hamzah mengatakan, stigma Australia terhadap Indonesia 
soal Papua juga negatif. Mayoritas kelompok di Australia mendukung pemberian 
suaka kepada warga Papua tersebut. Ini karena isu HAM sangat kental yang 
sengaja diembuskan kelompok-kelompok pro emerdekaan Papua di sana.

Hamzah mengakui cukup sulit membalikkan stigma yang sudah melekat itu. Menurut 
dia, perlu upaya maksimal ke berbagai kelompok di Australia untuk membalikkan 
stigma buruk tersebut. "Ini tantangan besar bagi Indonesia," paparnya.

Saat ditunjukkan bagan jaringan separatis Papua, Hamzah tidak menyangkal. 
Namun, dia juga tidak banyak merespons. Dalam bagan yang beredar di Komisi I 
DPR disebutkan adanya keterlibatan tokoh-tokoh Australia dalam gerakan 
separatis Papua. Misalnya, Natasha Despoja (Partai Demokrat), Bob Brown (Green 
Party), dan Greg Sword (Partai Buruh). Juga ada peneliti, aktivis kampus, 
hingga redaktur majalah. 

Anggota Komisi I Sabam Sirait dari FPDIP meminta pemerintah lebih keras 
mendesak Australia. Menurut Sabam, mata Australia harus dibuka lebar-lebar soal 
Indonesia. "Kalau perlu, Australia jangan diberi izin menjalankan kapalnya 
melalui Selat Lombok. Biar dia tahu kalau negara kita ini penting," tandasnya.

Ketua Komisi I Theo L. Sambuaga mengatakan, informasi dari Hamzah ini sangat 
berguna bagi DPR untuk mengambil sikap. Setelah ini, kata Theo, DPR akan 
menghadirkan Menlu Hassan Wirajuda dan Dubes Australia Bill Farmer ke DPR.

Skenario Global Papua Merdeka 

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Laode Ida yang terlebih dahulu 
berkunjung ke Australia mengatakan, berdasar pengamatannya, memang tidak 
sedikit jaringan LSM maupun gereja di Australia yang ikut memperjuangkan Papua 
merdeka. 

Laode yang sudah menemui senator Australia dari Partai Hijau yang paling vokal 
dalam mendukung Papua merdeka Kerry Nettle menjelaskan, ada koalisi skenario 
global yang ikut mengipas-ngipasi agar Papua merdeka. "Memang benar yang 
dikatakan Pak Hamzah. Mereka itu gabungan dari senator, LSM, dan gereja-gereja. 
Bahkan, saya melihat ada kelompok lain yang ikut bergabung," katanya. 

Menurut Laode, dirinya melihat koalisi kelompok itu tidak pernah berhenti 
membangun citra buruk Papua di dunia internasional. Bahkan, ketika berkunjung 
ke Australia, koalisi tersebut terus memolitisasi isu 42 warga Papua itu 
sebagai korban pelanggaran HAM sehingga terpaksa kabur dari Papua. 

Karena itu, tegas Laode, pemerintah harus menyikapi dengan keras. Pemerintah 
harus berani menekan Australia agar Negeri Kanguru tersebut tidak hanya 
berjanji mengevaluasi pemberian visa sementara, tapi juga bersikap kepada 
kelompok yang mencoba membawa isu Papua di dunia internasional itu. 

"Kita kan masih adem ayem dalam menyikapi masalah ini. Mestinya kalau memang 
menarik Dubes RI, pemerintah juga harus berani memulangkan Dubes Australia. 
Kalau memang Australia mengeluarkan travel warning, kita juga harus berani 
mengeluarkan travel warning. Ini sikap yang signifikan namanya," katanya dengan 
nada keras. 

Menurut Laode, dalam kasus tersebut pemerintah terbukti tidak punya keberanian. 
Karena itu, tidak heran bila muncul kesan kalau pemerintah sekarang menjadi 
bahan mainan Australia. "Sekali-kali marah di negeri orang kan tidak apa-apa. 
Itu namanya berani," lanjutnya. 

Menyinggung janji Australia yang akan mengevaluasi pemberian visa sementara, 
Laode menegaskan bahwa itu hanya akal-akalan John Howard. Hingga saat ini, 
pihaknya tidak percaya dengan janji tersebut. Alasannya, tidak ada tindakan 
konkret terhadap 42 warga Papua itu, kecuali justru membiarkan mereka 
membeberkan testimoninya yang seolah-olah menjadi korban pelanggaran HAM. 

"Itu omong kosong. Hanya retorika politik Australia. Tujuannya ya untuk 
meninabobokkan bangsa kita yang lagi marah. Mana mungkin kita percaya, kalau 
selama ini Australia keras terhadap para pengungsi, tapi justru melunak kepada 
warga Papua," kata anggota DPD yang juga aktivis LSM itu. 

Dia pun meminta agar pemerintah lebih memperhatikan Papua. Itu harus dilakukan 
agar kelompok-kelompok yang mendukung Papua merdeka tidak bisa lagi mencari 
celah untuk dijadikan alat mencari simpati dan dukungan di dunia internasional. 

"Kita juga perlu membuktikan bahwa tidak ada tekanan TNI. Tidak ada perlakuan 
sewenang-wenang kepada rakyat Papua. Ini perlu dilakukan untuk menepis tuduhan 
bahwa apa yang dituduhkan sejumlah senator Australia itu tidak benar," jelas 
Laode. (tom/sup) 



[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke