http://www.indomedia.com/bpost/042006/27/opini/opini1.htm

Salah Kaprah Berbahasa

Oleh: M Arief Soendjoto



Salah kaprah adalah istilah yang diambil dari bahasa Jawa. Menurut Kamus Besar 
Bahasa Indonesia/KBBI (terbitan Balai Pustaka: 1996), salah kaprah adalah 
kesalahan yang umum sekali sehingga orang tidak merasa salah kalau 
melakukannya. Saking umumnya, kesalahan itu tidak tampak lagi sebagai kesalahan.

Salah kaprah dapat terjadi dan sering kita lakukan dalam berbagai aspek 
kehidupan. Ini sangat disayangkan dan seharusnya dihindari, sedapat mungkin 
diperbaiki. Masalahnya, salah kaprah menjadikan seseorang tidak peduli atau 
bahkan tidak tahu lagi bagaimana aturan atau hukum yang sebenarnya.

Salah satu dari sekian banyak salah kaprah terjadi dalam penggunaan bahasa. 
Mungkin tidak menjadi masalah, apabila ragam bahasa yang digunakan bahasa 
lisan. Dalam bahasa lisan, pesan dapat dengan cepat dan mudah dipahami, karena 
mereka yang berkomunikasi melengkapinya dengan bahasa tubuh. Ragam bahasa 
tulis, tidak demikian. Hukum dan aturan baku menjadi rambu yang sebaiknya 
dipedomani, agar pesan dipahami dan tidak menimbulkan tafsiran ganda.

Saya mengemukakan kata prabayar dan pascabayar, sebagai contoh awal dari 
kesalahkaprahan berbahasa. Apabila saya menanyakan benar tidaknya penggunaan 
'prabayar' dan 'pascabayar' dalam penyebutan produk yang dijual operator 
seluler, saya yakin tidak banyak orang yang mau menjawab.

Pra yang berarti sebelum dan pasca berarti sesudah, adalah awalan untuk kata 
yang pada dasarnya menunjukkan periode waktu. Dengan demikian, prabayar dapat 
diartikan periode sebelum (waktu) membayar dan pascabayar adalah periode 
sesudah membayar.

Saya tidak tahu persis, bayar mana yang dimaksud sehingga istilah kartu 
prabayar diterapkan untuk SimPati dan Mentari, sedangkan kartu pascabayar untuk 
kartu Halo dan Matrix. Di sini saya mengambil jenis produk operator seluler 
sebagai contoh, untuk memudahkan pemahaman saja. Apakah bayar yang dimaksud 
adalah pembayaran awal pada saat seseorang mendaftarkan diri sebagai pelanggan, 
atau pembayaran periodik yang dilakukan sebelum/sesudah pelanggan menggunakan 
jasa operator seluler?

Apabila bayar dimaksud adalah pembayaran awal, istilah prabayar tidak tepat 
digunakan. Sebelum pembayaran dilakukan, tidak ada hubungan apa pun antara 
seseorang dengan operator seluler. Dengan demikian, istilah untuk kartu yang 
dibeli atau dibayar pada saat seseorang mendaftar sebagai pelanggan sebenarnya 
adalah kartu pascabayar. Dalam kaitan ini, kartu jasa atau sambungan 
telekomunikasi hanya dapat dipergunakan oleh pelanggan atau diaktifkan oleh 
operator seluler, setelah harga tertentu dibayarkan kepada operator seluler.

Pada sisi lain, apabila bayar yang dimaksud adalah pembayaran periodik, maka 
tidak tepat menggunakan istilah prabayar untuk SimPati dan Mentari atau 
pascabayar untuk kartu Halo dan Matrix. Prabayar justru tepat untuk kartu Halo 
dan Matrix, pascabayar untuk SimPati dan Mentari. Pada kartu Halo dan Matrix, 
pelanggan menggunakan telekomunikasi sebelum membayar harga jasa. Cara 
pembayaran seperti ini dilakukan juga setelah pelanggan menggunakan produk PLN 
berupa listrik, atau PDAM berupa air. Sebaliknya, pada SimPati dan Mentari 
pelanggan hanya bisa menggunakan telekomunikasi setelah membayar harga jasa 
atau membeli voucher dari operator seluler.

Salah kaprah juga terjadi ketika seseorang tidak bisa memaknakan dengan benar 
Hukum Diterangkan Menerangkan (DM) yang berlaku dalam Bahasa Indonesia. Istilah 
polisi wanita, misalnya, umum kita dengar. Berdasarkan Hukum DM, polisi wanita 
adalah polisi yang mengurusi wanita atau polisi yang berkaitan dengan urusan 
wanita. Hal ini sama dengan polisi lalu lintas (polisi yang mengurusi lalu 
lintas), polisi pariwisata (polisi yang mengurusi keamanan pariwisata), polisi 
pamongpraja (polisi yang mengawasi dan mengamankan keputusan pemerintah di 
wilayahnya), polisi perairan (polisi yang bertugas memelihara keamanan di 
sungai atau di laut). 

Kenyataannya, istilah polisi wanita tidak dimaknakan secara tepat seperti yang 
dijelaskan tersebut. Polisi wanita justru digunakan untuk menunjuk kepada 
wanita atau himpunan wanita yang bertugas sebagai polisi. Pemaknaan demikian 
semakin tampak, ketika di kalangan ini tidak terdapat pria (lelaki) seorang pun.

Apabila memang diterapkan untuk menunjuk wanita atau himpunan wanita yang 
bertugas sebagai polisi, seharusnya adalah wanita polisi atau korps wanita 
polisi, bukan polisi wanita atau korps polisi wanita. Istilah serupa sudah 
diterapkan pada himpunan wanita yang bertugas di TNI AD yaitu Kowad (Korps 
Wanita Angkatan Darat), di TNI AL Korps Wanita Angkatan Laut, di TNI AU (Wanita 
Udara).

Kita bisa menguji kebenaran penjelasan ini dengan membandingkan dua frase 
berikut: pengusaha wanita dan wanita pengusaha. Pengusaha wanita adalah 
seseorang yang mengusahakan wanita, sedangkan wanita pengusaha adalah wanita 
yang bertugas sebagai pengusaha. Saya yakin, wanita sangat terhormat sebagai 
wanita pengusaha daripada pengusaha wanita.

Salah kaprah ketiga terjadi karena ketidaktaatasasan atau ketidakkonsistenan 
pada hukum DM. Bandingkan kata sepakbola dan bulutangkis. Selama ini keduanya 
termasuk jenis olahraga, padahal dari segi makna sebenarnya sepakbola lebih 
tepat dikategorikan sebagai olahraga atau gerak badan daripada bulutangkis. 
Kata sepakbola merujuk pada gerakan menyepak bola, sedangkan bulutangkis 
merujuk pada barang (berupa kok) yang ditepak atau ditangkis.

Salah kaprah keempat berkaitan dengan penamaan lembaga yang tidak mencerminkan 
tugasnya. Badan Narkotika Nasional, nama ini tidak tepat untuk menyebut lembaga 
yang bertugas mengendalikan atau memberantas penyalahgunaan narkotika. Nama 
yang tepat untuk lembaga yang tugasnya seperti ini adalah Badan Pengendalian 
Narkotika Nasional, atau Badan Antinarkotika Nasional. Kita bisa membandingkan 
dengan penamaan Komisi Pemberantasan Korupsi yang bertugas memberantas korupsi, 
Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang bertugas mengawasi keamanan atau menguji 
kandungan unsur dalam obat dan makanan, Badan Kepegawaian Negara yang mengurusi 
seluk beluk (administrasi) pegawai negara, Badan Pengawasan Daerah yang 
bertugas mengawasi kinerja pegawai di daerah.

Salah kaprah kelima, penggunaan istilah yang maknanya tidak logis. Menggiling 
tepung dan memasak nasi merupakan dua dari sekian banyak istilah yang tidak 
masuk akal. Kita sebenarnya tidak pernah menggiling tepung atau memasak nasi. 
Yang kita lakukan adalah menggiling beras atau gandum, agar beras atau gandum 
itu hancur atau menjadi tepung. Kita pun hanya memasak beras, agar beras itu 
empuk atau menjadi nasi. Istilah memasak nasi, hanya tepat digunakan untuk 
menggambarkan pekerjaan memanaskan nasi dingin atau kurang nyaman dimakan.

Selain istilah yang tidak logis, kalimat dengan makna yang tidak logis pun 
sering digunakan. Contohnya: Setelah lima kali sidang, akhirnya koruptor itu 
dijatuhkan hukuman, atau, Dalam razia terakhir, banyak pelanggar lalu lintas 
dikenakan denda. Kedua kalimat ini sering digunakan, padahal (apabila diresapi 
mendalam) maknanya tidak logis.

Ketidaklogisan makna kalimat dapat dirasakan, sesudah susunan kalimat 
dikembalikan ke asalnya atau bentuk kalimat diubah dari pasif ke aktif. Asal 
muasal kalimat itu adalah: Setelah lima kali sidang, akhirnya koruptor itu 
dijatuhkan (oleh) hukuman, atau, Dalam razia terakhir, banyak pelanggar lalu 
lintas dikenakan (oleh) denda. Bentuk kalimat aktifnya adalah: Setelah lima 
kali sidang, akhirnya hukuman menjatuhkan koruptor itu, atau, Dalam razia 
terakhir, denda mengenakan banyak pelanggar lalu lintas.

Bandingkan kalimat itu dengan beberapa kalimat berikut. Setelah lima kali 
sidang, akhirnya hukuman dijatuhkan (oleh hakim) kepada koruptor itu. Setelah 
lima kali sidang, akhirnya koruptor itu dijatuhi hukuman (oleh hakim). Dalam 
razia terakhir, denda dikenakan (oleh polisi) kepada banyak pelanggar lalu 
lintas. Dalam razia terakhir, banyak pelanggar lalu lintas dikenai denda (oleh 
polisi). Makna kalimat pada paragraf ini pasti lebih logis daripada makna 
kalimat pada paragraf sebelumnya.

Kita bangga memiliki Bahasa Indonesia. Namun, kita akan lebih bangga apabila 
mampu menggunakan bahasa persatuan itu dengan baik dan benar serta menggali 
bahasa daerah untuk menemukan padanan bahasa asing yang konon (dalam RUU Bahasa 
yang sedang digodok) akan dibatasi penggunaannya.

* Dosen Fak Kehutanan Unlam, tinggal di Banjarmasin
e-mail: [EMAIL PROTECTED]




[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke