http://www.kaltimpost.net/berita/index.asp?Berita=Utama&id=160544
Sabtu, 20 Mei 2006 Soeharto Diisukan Meninggal Cendana Kalang Kabut, Tim Dokter Bikin Bantahan Malam Tadi JAKARTA-Beredarnya isu sejak kemarin siang lewat SMS bahwa Soeharto meninggal tak hanya membuat kalangan kabut dokter yang menangani. Keluarga Cendana pun ikut panik. Karena itu keluarga Cendana melalui tim dokter membantah rumor tersebut. Bantahan itu terungkap dalam jumpa pers di Audiotorium RSPP pukul 19.50 tadi malam. Menurut Direktur RSPP Adji Soeprajitno, tim dokter sudah berkoordinasi dengan pihak keluarga untuk melakukan jawaban terhadap isu yang terlanjur beredar kemarin. Diungkapkannya, Soeharto sampai malam tadi masih hidup. Ia mengakui kondisi mantan presiden itu sedikit mengalami penurunan. Siang kemarin, Soeharto mengalami sesak nafa, namun sudah dapat ditangani dengan pemberian obat. Sementara itu, ahli urologi RSPP Djoko Rahardjo menambahkan kondisi Soeharto dapat dikatakan masih lemah. "Mungkin karena penurunan Hb darah," ungkapnya. Sampai tadi malam, Soeharto menjalani tranfusi darah karena kadar Hb darah turun, dari 9,6 gram persen menjadi 9,1 gram persen. Dokter mengaku tidak mengetahui penyebab penurunan tersebut. "Kita sendiri masih mencari sebabnya," ungkapnya. Sampai malam tadi jenderal bintang lima ini masih dinyatakan dalam kondisi kritis. Mengenai harapan hidup mantan penguasa Orde Baru tersebut, Djoko tidak bisa menjelaskan lebih lanjut. "Kita berharap masih bisa bertahan. Tolong doakan juga,"ungkapnya. Selain itu, ia menjelaskan kerusakan jaringan otak yang dialami Soeharto menyebabkan sulit untuk regenerasi syaraf. Mioklenik atau kejang yang dialami Soeharto hilang timbul dan tidak terjadi secara periodik. Ditambahkannya, sampai kemarin Soeharto masih memerlukan alat pacu jantung dan oksigen lewat hidung. Direktur utama Perta Medika, Mochamad Isnaini mengungkapkan, penurunan Hb akan mempengaruhi supaya oksigen ke otak, maka dari itu tim dokter memutuskan untuk memberikan transfusi. Ditambahkannya, operasi pengangkatan pembekuan darah yang dilakukan bukan faktor utama penyebab turunnya Hb karena tidak mengurangi jumlah darah secara signifikan. Ia yakin penjahitan ulang di luka akan mencegah terjadinya pembekuan darah. "Penjahitan ulang lebih kuat, spacenya sudah terjahit," ungkapnya. Sebelumnya, pada pukul 10.00 kemarin, Soeharto menjalani operasi pengangkatan darah beku (stolsel) yang ada di bawah jaringan kulit pada dinding perutnya. Pembekuan darah sebanyak 90 centimeter kubik itu sudah diketahui sejak Kamis (18/5) malam. Menurut Adji Suprajitno, karena merupakan operasi ringan, tindakan pengangkatan bekuan darah tersebut dapat dikatakan berhasil. "Selama prosedur tidak ada hal yang luar biasa," ungkapnya. Menurut Hermansyur, dokter bedah tim dokter, pembekuan darah tersebut berada tepat di bawah garis operasi. "Karena beliau batuk lalu timbul pendarahan di sana, timbulah pembekuan darah," ungkapnya. Tim dokter memutuskan untuk mengambilnya dengan pertimbangan hal tersebut potensial menimbulkan infeksi. Pada operasi yang selesai pada pukul 10.30 tersebut, Soeharto tidak dibius total, hanya bius lokal ditambah dan ditenangkan. Sebagai dokter bedah, ia mengungkapkan resiko yang dimiliki Soeharto sangat besar terkait dengan umur dan kerusakan organ yang dideritanya. "Jangan sampai resiko tidak bisa tertolong organnya, bisa menyebabkan kematian," ungkapnya. Ditambahkannya, setelah operasi keadaan Soeharto dapat dikatakan sadar, namun dalam keadaan terus mengantuk. DIJENGUK SBY Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Jumat kemarin menjenguk Soeharto. SBY dan rombongan hanya sekitar 20 menit di rumah sakit. Usai melakukan kunjungan, dan begitu tiba di lantai dasar RSPP, Presiden SBY langsung dikerubuti para pengunjung dan keluarga pasien RSPP. Mereka pun tampak berebutan untuk bersalaman dengan orang nomor satu di Indonesia itu. Dalam pernyataannya kepada wartawan, SBY menyebutkan bahwa kedatangannya menjenguk Soeharto sebagai bagian dari rasa hormat dirinya kepada mantan pemimpin yang kini sedang terbaring sakit. "Menjadi misi kemanusiaan dan kewajiban moral saya untuk menjenguk beliau sebagai mantan pemimpin," kata SBY. Selain itu SBY juga menilai kunjungan ini dilakukan karena menganggap Soeharto sebagai senior. "Saya ingin pengobatan dilakukan sebaik-baiknya, siapa pun itu baik pemimpin sekarang atau ke depan. Dan ini sebagai bagian dari kearifan bangsa," jelas SBY. Namun sebelum sempat wartawan mengajukan pertanyaan, SBY bergegas pergi ke arah kendaraan pribadinya dan langsung meluncur meninggalkan RSPP. Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng mengatakan, ketika ditemui SBY, Soeharto mencoba untuk berbicara. "Tampaknya beliau tahu kedatangan Presiden dan apa yang diucapkannya diterjemahkan oleh Mbak Tutut," ujar Andi. Mallarangeng mengatakan, SBY sulit berkomunikasi dengan Soeharto meski telah dibantu Mbak Tutut. SBY akhirnya lebih banyak berbicara dengan pihak keluarga dan tim dokter kepresidenan tentang kondisi Soeharto. "Tidak sempat bicarakan soal pengendapan (kasus tujuh yayasan, Red), di sana cuma 20 menit," ujarnya. SIAPKAN UPACARA Setelah menjenguk Soeharto, di luar jadwal kegiatannya, SBY memanggil empat pejabat tinggi guna membahas kondisi terakhir Soeharto, termasuk upacara pemakaman kenegaraan. Hadir Menko Polhukam Widodo AS, Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto dan Menteri Agama Maftuh Basyuni dan Seskab Sudi Silalahi. "Presiden sudah panggil Panglima TNI, Menko Polhukam dan Menteri Agama, untuk kita bicarakan semua kemungkinan yang ada," kata Wapres Jusuf Kalla usai salat Jumat di Kantor Wakil Presiden, kemarin. Berkaitan dengan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara oleh Kejaksaan Agung, Wapres Jusuf Kalla menegaskan bahwa keputusan tersebut sudah tepat dari segi hukum. Lagi pula, penerbitan SKPP adalah keputusan hukum Kejaksaan Agung, dan bukan keputusan politik pemerintah. SKPP diterbitkan setelah pengadilan mengembalikan berkas perkara karena penuntut umum tidak bisa menghadirkan Soeharto yang menderita kerusakan otak permanen. "Kita boleh suka atau tidak suka kepada Pak Harto, tetapi posisinya seperti itu (sakit permanen) dan pemerintah taat azas (hukum) tentang hal itu," ujar Kalla. Kalla menjelaskan, keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengendapkan status hukum Soeharto berkaitan dengan pertimbangan untuk memberikan rehabilitasi pada Soekarno dan Soeharto. "Semula memang berpikir begitu (memberikan rehabilitasi). Tapi setelah diendapkan, dipikirkan dan didiskusikan, apanya yang perlu direhabilitasi. Kan Pak Harto tidak dalam posisi divonis. Kalau direhabiltasi, orang akan bertambah bingung," terang Kalla. Wapres juga mengatakan bahwa ketujuh yayasan yang dipimpin Soeharto sudah diserahkan kepada negara sejak masa kepemimpinan mantan Presiden Habibie. Dengan keppres tersebut, ketujuh yayasan tetap beroperasi namun pengawasannya dilakukan pemerintah. "Pak Habibie sudah membuat Keputusan Presiden bahwa yayasan-yayasan itu berada di bawah Menko Kesra. Jadi sekarang, tinggal ditata kembali, karena itu (isi) pernyataan resmi Pak Harto pada waktu itu," jelas Kalla. (ein/noe/jpnn) [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Get to your groups with one click. Know instantly when new email arrives http://us.click.yahoo.com/.7bhrC/MGxNAA/yQLSAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/