http://www.suarapembaruan.com/News/2007/05/09/Editor/edit01.htm
SUARA PEMBARUAN DAILY "Reshuffle" untuk Siapa? RH Siregar Hiruk-pikuk reshuffle kabinet berakhir sudah. Presiden Susilo Bambang Yu- dhoyono, Senin (7/5) lalu mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) hasil perombakan jilid kedua. Perombakan itu sendiri bersifat terbatas. Karena hanya lima menteri yang diganti, ditambah dua mengalami rotasi, yaitu Menkominfo Sofyan Djalil menggantikan Menneg BUMN Sugiharto dan Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menggantikan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra. Sebaliknya ada tiga profesional masuk jajaran KIB dan dua tokoh politik Andi Mattalatta dan Lukman Edy. Presiden SBY sendiri menegaskan dalam pidato pengantar sebelum mengumumkan susunan kabinet yang baru bahwa pihaknya tidak mendapat tekanan dari siapa pun kendati diakuinya ada kader-kader partai yang menginginkan dimasukkannya tokoh-tokoh politik ke dalam jajaran kabinet. Dari pidatonya yang singkat itu Presiden terkesan penuh percaya diri sekaligus ingin membuktikan pihaknya tidak tunduk kepada kompromi politik. Artinya Presiden Yudhoyono kali ini lebih "PD" (percaya diri) dalam menyusun personalia kabinet dibanding yang pertama kali pada Oktober 2004 dan reshuffle yang dilakukan pada 2005. Namun, diakui atau tidak, terkesan sekali ada kompromi politik dalam reshuffle jilid dua ini, terbukti dari rotasi Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menempati pos baru sebagai Mensesneg. Sebab tradisi umumnya selama ini yang men- jabat Mensesneg adalah yang berlatar belakang hukum, dan lebih khusus lagi yang menekuni bidang hukum tata negara dan administrasi negara. Beberapa waktu yang lalu memang ada tokoh-tokoh menjadi Mensesneg tapi mereka didukung pakar-pakar hukum seperti Prof Dr Attamimi, Bambang Kesowo SH, dan Prof Dr Erman Rajagukguk. Karenanya rotasi atas diri Menteri Perhubungan Hatta Rajasa menempati pos baru sebagai Mensesneg dinilai sebagai salah satu wujud kompromi politik sekalipun Presiden Yudhoyono membantahnya. Kemajuan Bahkan pencopotan Abdul Rahman Saleh SH dari kedudukannya sebagai Jaksa Agung, termasuk masih dipertanyakan karena tidak jelas kriteria yang menjadi pertimbangan atas penggeserannya. Lebih-lebih lagi ada kekeliruan yang mungkin akibat kelalaian dalam hal ini, karena menurut UU Kejaksaan yang baru ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk menggantikan Jaksa Agung RI. Antara lain, meninggal dunia, mengundurkan diri atas permintaan yang bersangkutan, menderita sakit berkepanjangan, merangkap jabatan dan berakhirnya masa bhakti. Yang jelas tindakan pencopotan atas Jaksa Agung dan menteri agak berbeda karena sampai sekarang masih digarap syarat-syarat pemberhentian seorang menteri. Sedangkan syarat-syarat penggantian Jaksa Agung sudah ada undang- undangnya. Tapi bagaimanapun sikap Presiden Yudhoyono yang makin "PD" dalam menyusun dan menetapkan pembantunya merupakan suatu kemajuan dan memang demikianlah seharusnya. Sebab kalau tidak, dalam arti terlalu didikte oleh kompromi politik berarti kurang menyadari hakikat yang sangat mendasar hasil amendemen UUD 1945. Dikatakan demikian kalau sebelum amendemen, presiden dipilih oleh MPR, tapi kini dipilih langsung oleh rakyat. Dengan perubahan yang sangat mendasar itu, kedudukan presiden terpilih oleh pemilu langsung oleh rakyat sangat kuat dan karenanya tidak perlu takut akan tekanan kekuatan partai politik sekalipun harus mendengar serta berupaya mengaktualisasi pemikiran dan pendapat kekuatan politik umumnya dan legislatif khususnya. Selain presiden dipilih langsung oleh rakyat, ditambah pemerintahan kita menganut sistem kabinet presidensial, pernyataan Presiden Yudhoyono yang mengatakan tidak ada tekanan dan atau kompromi politik dalam penyusunan KIB jilid dua ini merupakan catatan khusus kita dalam penyelenggaraan pemerintahan selanjutnya. Sebab yang menjadi pertanyaan dalam setiap perombakan personalia kabinet adalah, "reshuffle untuk siapa?" Pertanyaan ini timbul karena sejak dulu justru kompromi politik itulah yang terlalu menonjol, bukan visi dan misi yang harus dilaksanakan presiden sesuai isi kampanyenya pada pemilu. Birokrasi Pertanyaan, "reshuffle untuk siapa" di tengah kemelut yang berkepanjangan di hampir semua bidang kehidupan yang menimpa bangsa ini sampai sekarang, menjadi sangat relevan. Karena sekalipun kabinet dirombak, menteri gonta-ganti, termasuk merekrut tenaga profesional, semua itu belum menjadi jaminan bagi peningkatan kinerja kabinet. Bisa saja menteri "pergi dan datang" tapi birokrasi bersifat tetap. Justru berdasarkan pengamatan selama ini birokrasi pemerintahan kita belum tersentuh jiwa dan semangat reformasi. Birokrasi kita masih tetap seperti yang sebelumnya. Belum ada perubahan, termasuk masih menganut paradigma lama "asal bapak senang (ABS)". Dalam kaitan ini kita teringat akan pernyataan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri yang mengatakan, pihaknya hanya bisa "memegang" menteri. Jajaran di bawah menteri sama sekali tidak bisa "dipegang". Berangkat dari pengalaman mantan Presiden Megawati Soekarnoputri ini, betapa pun para menteri diganti dan dirotasi termasuk merekrut para tenaga profesional, tapi selama birokrasi belum tersentuh reformasi, praktis tidak akan menghasilkan apa-apa. Pengalaman banyak pihak mengatakan, bisa saja presiden memberi komitmen akan sesuatu yang kemudian dijabarkan oleh menteri, namun sering terjadi tidak ada yang mengetahui bagaimana kelanjutan komitmen yang diberikan presiden sebelumnya. Presiden sendiri jelas tidak mungkin lagi mengecek bagaimana nasib komitmen yang diberikan. Demikian juga menteri yang telah memerintahkan jajaran di bawahnya untuk melaksanakan arahan presiden, namun tidak punya cara efektif untuk menelusuri bagaimana kelanjutan arahan yang diberikan lebih-lebih karena kesibukan yang dihadapi sebagai pembantu presiden. Jadi ada semacam tembok yang kuat yang memagari birokrasi, sehingga menteri dan presiden sekalipun tidak mampu menerobosnya. Karena itu, dengan reshuffle jilid dua ini, pertanyaan "reshuffle" untuk siapa?" sangat relevan. Dan berdasarkan pengamatan selama ini, kesibukan dan intensitas perhatian serta kepedulian hanya menjelang reshuffle. Setelah itu apa yang diperdebatkan dan digagaskan berkenaan reshuffle sebelumnya hilang begitu saja ditelan berjalannya waktu, alias "hangat-hangat tahi ayam". Kalau demikian halnya, reshuffle bukan untuk rakyat melainkan untuk percaturan dan penyusunan kekuatan politik! Penulis adalah seorang wartawan, pengamat hukum dan sistem pemerintahan Last modified: 9/5/07 [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/