ANALISIS, Nasib Republik Pasca-Soeharto Jum'at, 25/01/2008 BANYAKpernyataan yang merujuk pada permaafan atau pengampunan Soeharto. Elemen bangsa dan negara ini seolah berlomba mencari solusi terbaik atas masalah Soeharto.Masalahnya,bagaimana nasib republik ini pasca- Soeharto, apa pun solusi yang ditawarkan itu?
Apakah republik terus terkurung dalam gelombang pengaruh kelompok- kelompok elite yang nyata-nyata kegagalannya dalam mengelola gagasan dan capaian kehidupan berbangsa dan bernegara? Republik Indonesia adalah cita-cita yang banyak dipikirkan lewat penjara oleh para pendiri bangsa dan peretas negara. Republik adalah bentuk dari negara modern yang mengidealkan cita-cita kesejajaran antara warga negara. Tidak ada yang berdaulat,kecuali rakyat. Negara kolonial yang pernah ada ternyata membelenggu idealita republik itu. Para penguasa ternyata menggunakan kekuasaan untuk memperoleh kekayaan secara luar biasa, bahkan dengan cara mencuri uang kaum miskin yang hanya hidup dengan nilai segobang.Kalangan pegawai kolonial membungkuk-bungkuk kepada bendera dan tahta asing itu, lalu menindas bangsa sendiri. Pola yang sama tidak ada yang benar-benar berakhir setelah kemerdekaan formal berhasil diraih. Buku Francois Raillon tentang politik dan ideologi mahasiswa Indonesia, sebuah koran pergerakan, mencatat dengan baik bagaimana modal menguasai republik ini ketika Soeharto mulai menancapkan pengaruhnya. Modal menjajah republik yang ditandai dengan pembangunan bergaya mercusuar yang dehumanistis. Demokrasi dikurung di balik kata ¡± setuju¡± kalangan anggota parlemen. Kalau ditimbang-timbang, era Soeharto adalah masa penggerogotan kekayaan alam dan manusia dalam jumlah besar yang kini tidak menyisakan apa-apa bagi rakyat banyak. Republik mengalami penciutan ketika Soeharto berkuasa. Kesejahteraan mungkin dicapai dalam beberapa bentuk, tetapi segera tampak betapa itu hanya semu belaka. Kalau kita pergi ke banyak tempat di Indonesia,justru kesejahteraan zaman koloniallah yang masih benar-benar tersisa atau berlanjut,sementara pemerintahan zaman kemerdekaan tidak benar-benar mampu memeliharanya. Demi pembangunan, banyak bangunan historis dihancurkan dan spirit kehidupan yang berbasiskan seni-budaya menjadi kehilangan arti.Pemiskinan kultural berlangsung secara sistematis, bahkan di tanah Jawa, lalu digantikan dengan bangunan,jembatan,jalan,dan gedung-gedung. Apa artinya bagi masyarakat dengan kehadiran gedung- gedung pemerintahan yang megah? Sebetulnya yang terjadi adalah pemerintah makin menjauh dari rakyatnya. Pemerintahan hanya hadir lewat regulasi dan penampakan di televisi. Pemerintahan yang tidak benarbenar bertegur sapa sama sekali dengan rakyat yang menjadi basis moral dan etika politik apa pun. *** Bagaimana Republik Indonesia kini? Masih serupa, yakni dikendalikan nyaris tanpa visi kemanusiaan. Penyerangan satu komunitas terhadap komunitas lain berlangsung terus-menerus, tanpa ada yang bisa melindungi. Manusia-manusia Indonesia telah berubah menjadi buas, memangsa manusia lain.Para penguasa bukan malah melindungi seluruh tumpah darah itu, bahkan membiarkan terus pertumpahdarahan terjadi. Demi genggaman kekuasaan, nasib manusia Indonesia dipertaruhkan. Pemerintahan Indonesia hari ini adalah kolaborasi dari berbagai kalangan,mulai dari yang paling sekuler sampai yang paling religius. Selain itu, pemerintahan hari ini adalah pemerintahan yang dikendalikan oleh mereka yang pernah lama menjadi penguasa, bahkan kekuasaannya tidak tersentuh, seperti pengendali tim ekonomi sampai yang baru mencicipi kekuasaan lalu luluh di dalamnya. Semua partai politik ada dalam pemerintahan hari ini, mulai di tingkat pusat sampai daerah. Jadi,upaya saling cakar di antara pemerintahan dengan mengatasnamakan oposisi juga merupakan keganjilan. Barangkali, ini makna dari terangkatnya lagi masalah permaafan atas Soeharto, yakni perebutan yang belum selesai atas siapa yang paling sakti mandraguna setelah Soeharto tidak lagi berkuasa. Penjelasan rasional tidak lagi bisa menjangkaunya, selain mitologi yang lama hidup sejak era Ken Arok, yakni tentang siapa yang dimasuki sinar tipis bernama ¡±pulung¡± dari alat kelamin lelaki paling berkuasa sebelumnya. Hampir semua orang yang berada dalam jajaran elite negeri ini sedang bersiap menunggu pulung itu. Akibatnya, sistem hukum dan politik menjadi tumpul,ketika ritual doa lebih didahulukan. Dulu bernama ikrar kebulatan tekad, kini doa atas nama kemanusiaan. Padahal, jarang kita melihat ada begitu banyak ritual doa dipanjatkan untuk korban bencana alam di pelbagai belahan negeri. Kita juga jarang mendengar doa-doa yang diapungkan ke langit atas para korban penyalahgunaan kekuasaan. Inilah perkawinan yang paling identik antara politik dengan religi dalam semangat penghambaan atas kekuasaan. *** Republik Indonesia tidak didirikan dengan doa, tetapi perjuangan yang mendapatkan rahmat Allah SWT.Bukan berarti merendahkan nilai doa, tetapi doa yang terlalu banyak dipamerkan hanya untuk kesehatan satu orang yang sudah ditangani oleh dokter profesional dan ahli, hanya menunjukkan proses mobilisasi ritual yang akhirnya merendahkan nilai doa itu sendiri. Kita juga tahu bahwa ritual seperti ini berakar dalam selama pemerintahan Soeharto, justru ketika teks-teks khotbah para ulama diperiksa dan diteliti oleh satuansatuan militer dan polisi. Republik pasca-Soeharto barangkali adalah republik yang berdiri dari serangkaian kerja-kerja kolektif, tetapi berdasarkan proporsi profesi masing-masing. Republik yang memuliakan manusia bukan menggiring penduduk untuk mendewakan satu manusia saja. Republik pasca-Soeharto adalah republik yang tidak akan pernah lagi melihat tumpukan kekuasaan begitu besarditangansatuorangsaja, melainkan disebarkan kepada masing-masing orang untuk menumbuhkan kedaulatan individual. Revisi total atas konsep pembangunan era Soeharto menjadi penting. Pembangunan yang berbasiskan rakyat dalam sebuah republik. Kesejahteraan yang merata, bukan menyengsarakan rakyat jelata.Penghasilan seorang buruh tidak boleh terlalu jauh jaraknya dengan penghasilan para komisaris, pejabat negara,sampai presiden. Antara pejalan kaki, pengayuh sepeda, pengais becak dan dokar,sopir mikrolet, dengan pemilik kendaraan pribadi memiliki hak yang sama untuk menggunakan jalanan. Tata ruang tidak boleh menunjukkan ada kasta rendah dan kasta tinggi atas nama kekayaan atau jabatan. Menata republik pasca- Soeharto jauh lebih substantif maknanya,ketimbang berkutat terus dengan nasib Soeharto an-sich.(*) INDRA JAYA PILIANG* *) Analis Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Jakarta http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/berita-utama/analisis- nasib-republik-pasca-soeharto.html Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/