KOMITE UTANG KEHORMATAN BELANDA (Committee of Dutch Honorary Debts) Sekretariat Indonesia: Jl. Wahyu No. 2 B, Gandaria Selatan, Jakarta Selatan 12420 Tel./Fax: (+62) - 021 7590 1884. Email: [EMAIL PROTECTED] _________________________________________________________________ U N D A N G A N Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), mengharapkan kehadiran Bapak/Ibu/Sdr. dalam seminar INDONESIA MENGGUGAT Kejahatan Perang Belanda Selama Agresi Militer di Indonesia yang akan diselenggarakan pada Hari/Tanggal : Senin, 11 Agustus 2008 Tempat : Gedung Joang 45, DHN lantai 3 Jl. Menteng Raya 31, Jakarta Pusat Waktu : Pukul 12.00 15.30 Pembicara : 1. Dr. Anhar Gonggong, Sejarawan 2.Martin Basiang, SH, Mantan Jaksa Agung Muda 3. Dr. Saafroedin Bahar, Widyaiswara LEMHANNAS 4. Batara R. Hutagalung, Ketua KUKB Atas perhatian yang diberikan, kami sampaikan terima kasih. Hormat Kami Dian Purwanto Batara R. Hutagalung Sekretaris Ketua KUKB _______________________________________ Pengantar Perang Pasifik, yang dimulai dengan pemboman Jepang atas Pearl Harbour tanggal 7 Desember 1941, juga berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tanggal 28 Februari 1942, Tentara ke 16 di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mendarat di tiga tempat di Jawa Banten, Eretan Wetan dan Kragan- dan segera menggempur pertahanan tentara Belanda. Setelah merebut Pangkalan Udara Kalijati (sekarang Lanud Suryadharma), Letnan Jenderal Imamura membuat markasnya di Kalijati, dekat Subang, Jawa Barat. Imamura memberikan ultimatum kepada Belanda, bahwa apabila tidak menyerah, maka tentara Jepang akan menghancurkan tentara Belanda. Pada 9 Maret 1942, di Kalijati, Letnan Jenderal Hein ter Poorten, Panglima Tertinggi Tentara Belanda di India Belanda mewakili Gubernur Jenderal Jonkheer Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menanda-tangani dokumen pernyataan MENYERAH TANPA SYARAT. Dengan demikian, bukan saja de facto, melainkan juga de jure, seluruh wilayah bekas India Belanda sejak itu diserahkan kepada Jepang. Tentara Belanda secara sangat pengecut dan memalukan, menyerah hampir tanpa perlawanan sama sekali. Dengan tindakan yang sangat memalukan itu, Belanda menghancurkan sendiri citra yang selama ratusan tahun dibanggakan oleh mereka, yaitu bangsa Belanda atau ras kulit putih tidak terkalahkan. Sang penguasa yang telah ratusan tahun menikmati dan menguras bumi Nusantara, menindas penduduknya, kini dengan sangat tidak bertanggungjawab, menyerahkan jajahannya ke tangan penguasa lain, yang tidak kalah kejam dan rakusnya. Di atas secarik kertas, Belanda telah melepaskan segala hak dan legitimasinya atas wilayah dan penduduk yang dikuasainya. Dengan demikian, tanggal 9 Maret 1942 bukan hanya merupakan tanggal menyerahnya Belanda kepada Jepang, melainkan juga merupakan hari dan tanggal berakhirnya secara resmi penjajahan Belanda di bumi Nusantara. Bangsa Indonesia setiap tahun harus memperingati dan merayakan 9 Maret sebagai Hari Berakhirnya Penjajahan Belanda, walaupun kemudian penguasa baru, Jepang, ternyata tidak kalah rakus dan kejamnya. Jepang sendiri kemudian menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945, namun kapitulasi Jepang secara resmi baru ditandatangani tanggal 2 September 1945, pukul 09.04, di atas kapal perang AS Missouri, di teluk Tokyo. Sedangkan serah terima dari tentara Jepang di Asia Tenggara dilaksanakan di Singapura pada 12 September 1945, pukul 03.41 GMT. Admiral Lord Louis Mountbatten, Supreme Commander South East Asia Command, mewakili Sekutu, sedangkan Jepang diwakili oleh Letnan Jenderal Seishiro Itagaki, yang mewakili Marsekal Hisaichi Terauchi, Panglima Tertinggi Balatentara Kekaisaran Jepang untuk Wilayah Selatan. Dengan demikian, antara tanggal 15 Agustus 1945 dan 2 September 1945 terjadi vacuum of power di seluruh wilayah yang diduduki oleh Jepang, karena pasukan sekutu yang mengambil alih kekuasaan dari Jepang belum dapat segera dikirm ke negara-negara yang diduduki oleh tentara Jepang. Di masa vacuum of power tersebut, para pemimpin bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 menyatakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Sehari kemudian pada 18 Agustus UUD 45 disahkan dan kemudian Ir. Sukarno diangkat menjadi Presiden dan Drs. M. Hatta menjadi Wakil Presiden. Dengan demikian persyaratan pembentukan suatu Negara telah terpenuhi, yaitu: 1. Ada wilayah, 2. Ada penduduk, dan 3. Ada pemerintahan. Beberapa Negara, seperti Liga Arab dan India, mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. Belanda tidak mau mengakui pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia dan masih berusaha menjajah Indonesia kembali. Berdasarkan perjanjian dengan Inggris yang ditandatangani di Chequers, Inggris, pada 24 Agustus 1945 (Civil Affairs Agreement), Inggris membantu Belanda memperoleh kembali Indonesia sebagai jajahannya. Berkat bantuan 3 divisi tentara Inggris dan dua divisi tentara Australia, Belanda dapat menguasai kembali sebagian besar bekas wilayah India Belanda, terutama seluruh wilayah Indonesia Timur. Dalam upaya menegakkan kembali penjajahannya di bumi Nusantara, Belanda mengirim sekitar 150.000 serdadu sebagian besar pemuda wajib militer- dari Belanda, dan merekrut sekitar 60.000 pribumi menjadi serdadu KNIL. Tindakan Belanda mengirim tentaranya ke suatu Negara yang merdeka dan berdaulat jelas merupakan suatu agresi militer. Selama masa agresi militer tersebut, tentara Belanda banyak melakukan kejahatan perang, kejahatan atas kemanusiaan dan berbagai pelanggaran HAM berat. Ratusan ribu rakyat Indonesia, sebagian terbesar adalah rakyat (non combatant) tewas dalam berbagai pembantaian massal, seperti yang terjadi di Sulawesi Selatan, Rawagede, Kranggan (dekat Temanggung), dll. Berbagai pelanggaran HAM berat, kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan yang dilakukan oleh tentara Belanda selama masa agresi militer Belanda di Indonesia, hingga kini tidak pernah dibahas, baik di tingkat bilateral Indonesia Belanda, maupun di tingkat internasional. Setelah Cultuurstelsel, Poenale Sanctie dan Exorbitante Rechten, Westerling adalah hal terburuk yang "dibawa" Belanda ke Indonesia. Mungkin bab mengenai Westerling termasuk lembaran paling hitam dalam sejarah Belanda di Indonesia. Yang telah dilakukan oleh Westerling serta anak buahnya adalah war crimes (kejahatan perang) dan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) yang sangat berat, sebagian besar dengan sepengetahuan dan bahkan dengan ditolerir oleh pimpinan tertinggi militer Belanda. Pembantaian penduduk di desa-desa di Sulawesi Selatan adalah kejahatan atas kemanusiaan (crimes against humanity). Menurut International Criminal Court (ICC) di Den Haag, Belanda, crimes against humanity adalah kejahatan terbesar kedua setelah genocide (pembantaian etnis). Belanda dan negara-negara Eropa yang menjadi korban keganasan tentara Jerman selama Perang Dunia II selalu menuntut, bahwa untuk pembantaian massal atau pun kejahatan atas kemanusiaan, tidak ada kadaluarsanya. Di sini negara-negara Eropa tersebut ternyata memakai standar ganda, apabila menyangkut pelanggaran HAM yang mereka lakukan. Pada 16 Agustus 2006 di Jakarta, Menlu Ben Bot mengakui, agresi militernya, telah menempatkan Belanda pada sisi sejarah yang salah. Akibat agresi militer ini, ratusan ribu rakyat Indonesia tewas dibantai oleh tentara Belanda. Namun hingga kini Pemerintah Belanda tidak pernah memperhatikan, apalagi memberikan kompensasi kepada keluarga/janda korban pembantaian yang dilakukan oleh tentara Belanda. Pemerintah Belanda juga tidak mau meminta maaf kepada bangsa Indonesia atas penjajahan, perbudakan dan berbagai pelanggaran HAM berat. Menlu Belanda hanya menyatakan penyesalan (regret) dan bukan permintaan maaf (apology). Radio Nederland sendiri pada 17 Agustus 2005 menyiarkan berita mengenai ucapan Menlu Belanda Ben Bot di Jakarta dengan judul: Sedih. Tapi Tidak Minta Maaf. Juga anehnya bukan Pemerintah Belanda yang memberikan kompensasi atas penjajahan, perbudakan, kejahatan perang dan berbagai pelanggaran HAM berat, melainkan Pemerintah Indonesia yang membayar kompensasi kepada Belanda. Sebagai hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dipandang sebagai kelanjutan dari India-Belanda (Nederlands Indië)- diharuskan membayar utang Nederlands Indië kepada Pemerintah Belanda sebesar 4 ½ milyar Gulden. Di dalamnya termasuk biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda untuk melancarkan agresi militer I pada 22 Juli 1947 dan agresi II pada 19 Desember 1948. Pemerintah RIS, kemudian setelah RIS dibubarkan dilanjutkan oleh Pemerintah RI, telah membayar sebesar 4 milyar Gulden, sebelum dihentikan pembayarannya tahun 1956 oleh Pemerintah RI. Bahkan Pemerintah Orde Baru di bawah Suharto pada tahun 1969 membayar kompensasi sebesar 350 juta US Dollar bagi perusahaan-perusahaan Belanda yang telah dinasionalisasi di masa pemerintahan Sukarno. Juga, hingga hari ini, Pemerintah Belanda tetap tidak mau mengakui de jure hari kemerdekaan Republik Indonesia adalah 17 Agustus 1945. Bagi Pemerintah Belanda, hari kemerdekaan Republik Indonesia adalah 27 Desember 1949, yaitu ketika Pemerintah Belanda melimpahkan kedaulatan kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS). Baru sejak 17 Agustus 2005 Pemerintah Belanda bersedia menerima de facto kemerdekaan RI 17.8.1945. Dalam acara peringatan menyerahnya Jepang kepada sekutu pada 15 Agustus 2005 di Belanda, Menlu Belanda Ben Bot mengatakan, sudah saatnya bagi Belanda untuk menerima secara de facto, bahwa kemerdekaan Republik Indonesia telah dimulai pada 17.8.1945, dan setelah 60 tahun menerima secara politis dan moral Dengan demikian bagi Pemerintah Belanda, sampai 17.8.2005 Republik Indonesia tidak pernah ada, dan baru 17.8.2005 diterima secara de facto, bukan de jure. Berarti, bagi Pemerintah Belanda, Republik Indonesia adalah negara yang tidak mempunyai legalitas, alias ANAK HARAM. Apakah rakyat Indonesia akan terus membiarkan penghinaan terhadap martabat bangsa? KOMITE UTANG KEHORMATAN BELANDA (KUKB) menuntut Pemerintah Belanda untuk memberi penjelasan, atas dasar apa Pemerintah Belanda tetap tidak mau:: I. MENGAKUI SECARA YURIDIS (DE JURE) KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA 17.8.1945, II. MEMINTA MAAF KEPADA BANGSA INDONESIA ATAS PENJAJAHAN, PERBUDAKAN, PELANGGARAN HAM BERAT DAN KEJAHATAN ATAS KEMANUSIAAN, III. MEMBERIKAN KOMPENSASI KEPADA KELUARGA KORBAN PEMBANTAIAN YANG DILAKUKAN OLEH TENTARA BELANDA DI INDONESIA ANTARA TAHUN 1946 - 1949.
[Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/