Mungkin karena sudah terlalu banyak KASUS di NKRI ini; maka kasus ini adalah wajar dianggap riak kecil yang tak ada artinya ! Terlalu banyak KASUS; dan terlalu banyak kejahatan serta penyelewengan di NKRI. Sehingga tak usah terlalu berharap adanya KEADILAN. Benar2 di NKRI ini ditutut setiap manusia bisa melindungi hak2 nya sendiri2; jangan harap BADAN2 Hukum akan membela kita. Mereka hanya akan melindungi orang yang MAMPU BAYAR !
--- In proletar@yahoogroups.com, "sunny" <am...@...> wrote: > > Refleksi : Jangan mencuri, tetapi korupsi! Sebab pencuri bisa berat dihukum > masayarakat setempat dan juga hukuman negara pun demikian. Tetapi, koruptor > nasibnya tidak seburuk pencuri, kalau koruptor dihukum bisa goyang kaki duit > korupsi bermamak biak. Makanan pun selalu bisa istimewa, kesehatan syawat > terjamin tidurnya di kasur empuk. Weekend bisa plesiran ke rumah isteri dan > gundik. pelayan untuk memenuhi kebutuhan jasmaniah. Hehehehe > > http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/anak-di-mata-hukum-mencuri-sebatang-rokok-tujuh-tahun-penjara/ > > Selasa, 20 Juli 2010 13:03 > Anak di Mata Hukum Mencuri Sebatang Rokok, Tujuh Tahun Penjara > OLEH: GLORIA TAMBA SH > > > > Malang nian nasib Ucok (nama samaran, 17 tahun), pemuda putus sekolah asal > Kota Medan. > > > Maksud hati merantau ke Ibu Kota Negara Republik Indonesia, Jakarta, untuk > bekerja. Tetapi, apa daya langkahnya terpaksa terhenti hanya karena "ulah > isengnya" mencuri sebatang rokok di sebuah warung rokok di seputaran daerah > Museum Fatahillah, kawasan Kota, Jakarta Barat. > > > Peristiwa yang terjadi di malam hari, pada awal bulan Juni 2010 lalu, itu pun > mengantarkan Ucok mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Pondok Bambu, > Jakarta Timur, bersama tahanan-tahanan lainnya, yang kebanyakan adalah orang > dewasa, sambil menantikan proses hukum yang harus dihadapinya. > > > Entah apa yang ada di pikiran Ucok saat melakukan tindakan tersebut. Sewaktu > tim pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron datang menemui > Ucok di Rutan Pondok Bambu, pemuda kurus ini bercerita bahwa pada awalnya dia > hanya berniat mengambil makanan di dalam warung tersebut karena rasa lapar > yang mendera. > > > Ucok, yang ternyata adalah seorang anak jalanan, sudah dua hari tidak makan. > Namun, di warung tersebut ternyata tidak ada makanan yang bisa diambilnya, > sehingga Ucok pun "iseng" mengambil sebatang rokok, dan pada saat itu juga > mengisapnya di situ. Namun sial baginya, ulahnya tersebut dipergoki oleh > seorang satpam yang kebetulan lewat dan melihat tindakan Ucok. > Sadar ulahnya diketahui, Ucok pun berniat kabur. Namun, ternyata dirinya > telah diteriaki sehingga massa beramai-ramai mengejar Ucok. Takut menjadi > bulan-bulanan massa, Ucok pun terus berlari dan kebetulan melihat ada Pos RW > di sekitar situ. Akhirnya Ucok masuk ke dalam Pos RW tersebut dengan maksud > meminta perlindungan agar tidak dihakimi massa. Setelah itu, Ucok diserahkan > (ditangkap) oleh anggota kepolisian dari Polsek Tambora, Jakarta Barat, > dengan sangkaan telah melanggar Pasal 363 KUHP, yang diancam dengan pidana > penjara selama 7 tujuh tahun. > > Potret Ibu Kota > Cerita Ucok di atas hanyalah sebuah titik kecil dari akumulasi lembar cerita > kehidupan warga yang terpinggirkan oleh arus pembangunan di Ibu Kota. > Beribu-ribu warga pinggiran lainnya, termasuk anak-anak yang jumlahnya tidak > sedikit, mungkin pernah mengalami hal yang sama dengan Ucok, atau bahkan > lebih tragis lagi. Mereka melakukan tindak kejahatan karena tekanan keadaan > atau keadaan terpaksa, demi kelangsungan hidup. > > > Bagi Ucok, anak jalanan yang minim pendidikan dan perhatian dari orang-orang > di sekitarnya, mengambil sebatang rokok mungkin tidaklah dipahami sebagai > kejahatan yang berakibat fatal dan diancam dengan hukuman pidana yang tinggi. > Sebagaimana penuturan polosnya, dia melakukan tindakan tersebut hanya karena > iseng, karena tujuan awalnya untuk mencuri makanan tidak tercapai. > Ketidaktahuan, ketidakpahaman, perbuatan iseng, dan kepolosan pada > akhirnyalah yang membawa Ucok ke balik jeruji besi. > > > Dalam konteks ini, rasanya tidaklah begitu salah untuk mengatakan bahwa Ucok > sebenarnya bukanlah murni "pelaku" kejahatan, melainkan justru telah menjadi > "korban". Korban dari lingkungan yang tidak mendidiknya, yang membentuknya > menjadi anak nakal dan harus berhadapan dengan hukum. > > Upaya Terbaik > Dalam setiap kasus hukum, penegakan hukum memang harus selalu diutamakan. > Akan tetapi, dalam kasus Ucok ini, karena "kenakalannya" mencuri sebatang > rokok, pantaskah ia dikenakan hukuman berupa penahanan, ancaman pidana yang > tinggi, dan proses persidangan yang panjang? > > > Undang-undang Perlindungan Anak (UU PA) telah mengamanatkan pemerintah dan > lembaga negara lainnya untuk wajib dan bertanggung jawab memberikan > perlindungan khusus terhadap anak, apalagi anak yang berhadapan dengan hukum. > Salah satu bentuk perlindungan khusus tersebut adalah berupa penjatuhan > sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak. Hal ini tidak lain > karena anak merupakan tunas bangsa yang masih mempunyai harapan masa depan, > masih dapat tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, mental, spiritual dan > sosial. > > > UU PA menjamin agar anak terlindung dari penjatuhan hukuman yang tidak > manusiawi. Dalam proses hukum, hak anak pun harus tetap terlindungi. Tindakan > penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara terhadap anak hanya > dilakukan sebagai upaya terakhir, setelah upaya lainnya seperti dikembalikan > kepada orang tua atau diserahkan kepada Kementerian Sosial, tidak dapat > dilakukan. > > > Dapat dibayangkan bagaimana terganggunya perkembangan psikologis anak yang > melakukan kejahatan, ketika dihadapkan dengan proses hukum, bahkan langsung > dikenakan penahanan. Di titik ini penderitaan anak bermula. Anak dimasukkan > ke dalam sel tahanan. Lalu, ia tidak bisa melanjutkan pendidikan, terputus > komunikasi dengan orang tua, keluarga dan teman, sehingga tidak ada tempat > baginya mengadu dan meminta perlindungan terhadap hal yang dirasakan dan > dialaminya. > > > Semestinya, penahanan terhadap anak yang diduga melakukan tindak pidana tidak > mutlak harus diberlakukan, bahkan seharusnya tidak dilakukan. Dera dan > goncangan yang begitu kuat pada mental dan psikis sangat mungkin tercipta di > dalam tahanan, karena anak sangat rentan terhadap semua kondisi perubahan, > terutama perubahan lingkungan. Anak tidaklah sama dengan orang dewasa, baik > secara rasional, emosional, sosial maupun moral untuk dapat memahami > tindakannya. > > > Penegak hukumlah yang semestinya mempertimbangan kepentingan terbaik bagi > anak dalam proses penegakan hukum. Salah satunya dengan menggunakan > alternatif "hukuman" lain selain pidana formal. Misalnya, dengan > mengembalikan anak kepada orang tuanya atau menempatkan anak di pusat-pusat > pembinaan, pendidikan, atau latihan kerja. > Dengan demikian, anak yang melakukan kejahatan tidak langsung ditangkap, > ditahan dan diajukan ke pengadilan, melainkan "dipulihkan" melalui > pendidikan yang bermanfaat baginya. Bila langkah ini bisa diterapkan, > tidakkah sebaiknya segera diterapkan saja pada Ucok atau anak-anak nakal > lainnya? > > Penulis adalah Kepala Divisi Non-litigasi LBH Mawar Saron. > > > [Non-text portions of this message have been removed] > ------------------------------------ Post message: prole...@egroups.com Subscribe : proletar-subscr...@egroups.com Unsubscribe : proletar-unsubscr...@egroups.com List owner : proletar-ow...@egroups.com Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: proletar-dig...@yahoogroups.com proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: proletar-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/