http://www.marxist.com/pondasi-kekristenan.htm

Di antara kita banyak yang mengetahui bahwa asal-muasal Kekristenan tidak ada 
kaitannya dengan "Malam Kudus" atau orang-orang Majus. Kalau begitu, apakah 
asal-muasal sejatinya? John Pickard mengkaji realitas perihal timbulnya agama 
ini – dari posisi kekuatan-kekuatan klas dan perkembangan-perkembangan material 
masyarakat, dan bukan dari alih-alih fiksi-fiksi yang saleh yang dijejalkan 
dari mimbar-mibar gereja.

Mendiang ayah saya memiliki rasa humor yang sangat garing. Saat Natal, kapanpun 
televisi menayangkan informasi tentang kebaktian gerejawi, ia nampak jengkel 
dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lihat itu," katanya, "Mereka coba membawa 
agama ke dalam segala hal!"

Saya membayangkan, boleh jadi keluhan yang sama akan diungkapkan oleh 
orang-orang Celt di zaman purbakala, yang terusik karena para imam Kristiani 
mengambilalih festival tradisional mereka, yakni Yule, yang diadakan untuk 
merayakan winter solstice (tampilnya matahari pada titik tertinggi di angkasa 
pada musim dingin). Atau barangkali para warganegara Romawi, yang merasa 
terganggu karena orang-orang Kristen mengambilalih festival tahunan mereka, 
yakni Saturnalia, pada pekan-pekan terakhir di bulan Desember.

Mereka yang mengeluh boleh jadi benar. Sebab, sementara orang-orang Kristen 
tidak dapat menemukan tanggal dalam Kitab-kitab Injil kanonik, mereka 
mencangkokkan perayaan akan kelahiran Yesus ke dalam festival-festival pagan 
yang ada pada saat itu. Dengan satu pukulan, mereka menyerap ritus-ritus pagan 
ke dalam tradisi Kristen sekaligus melunakkan penentangan terhadap keyakinan 
yang baru ini.

Sekarang ini banyak penghayat Kekristenan yang sama-sekali tidak menyadari 
asal-muasal pagan dan unsur-unsur penting dalam kepercayaan dan praktik-praktik 
religius mereka yang tampak acak.

Banyak orang Kristen yang dengan serius mempercayai bahwa Kekristenan 
berasal-muasal dalam "Malam Kudus", di sebuah kandang ternak yang dikunjungi 
para gembala yang takzim dan beberapa orang "bijak-bestari" yang dilanda rasa 
takjub. Tapi tiada yang bisa lebih jauh dari kebenaran.
Materialisme

Bagi kaum Marxis, yang mendasarkan diri pada dunia yang riil atau dunia 
material, ada sebuah realitas yang sama sekali berbeda. Tahun yang silam (2008) 
menandai seratus tahun penerbitan The Foundations of Christianity, karya 
teoretikus Marxis Jerman, Karl Kautsky. Karya ini merupakan upaya pertama untuk 
menggambarkan kemunculan agama utama Barat itu dari posisi kekuatan-kekuatan 
klas dan perkembangan-perkembangan material masyarakat, dan bukan dari 
alih-alih fiksi-fiksi saleh yang dijejalkan dari mimbar-mimbar gereja.

Dalam banyak hal, buku Karl Kautsky ini tidak sempurna. Tapi garis-garis pokok 
dari argumennya masih tahan uji sampai sekarang. Apa yang secara khusus 
signifikan dari buku Kautsky adalah bahwa buku tersebut merupakan upaya 
komprehensif pertama untuk menggambarkan fondasi dan kemunculan Kekristenan 
dengan menggunakan metode materialisme-historis.

Karl Marx dan Frederick Engels telah menggunakan metode materialisme-historis 
dan menerapkannya pada perkembangan-perkembangan sosial dan historis. Dalam 
bukunya, Anti-Dühring, Engels meringkaskan apa yang dimaksud dengan 
materialisme-historis.

    "Konsepsi materialis tentang sejarah bertitik-berangkat dari dalil bahwa 
produksi dan, setelah produksi, pertukaran hal-hal ihwal yang diproduksi, 
merupakan basis dari semua struktur sosial; bahwa dalam setiap masyarakat yang 
pernah muncul dalam sejarah, cara pendistribusian kekayaan dan pembelahan 
masyarakat ke dalam klas-klas atau estat-estat (kelompok-kelompok sosial - 
Penerjemah) bergantung pada apa yang diproduksi, bagaimana itu diproduksi, dan 
bagaimana produk-produk itu dipertukarkan. Dari titik-pandang inilah 
penyebab-penyebab yang final dari semua perubahan sosial dan revolusi politik 
harus dicari, bukan dalam otak manusia, bukan dalam wawasan manusia yang lebih 
baik dalam mengkaji kebenaran dan keadilan yang sejati, tetapi dalam cara-cara 
produksi dan pertukaran. Mereka harus dicari, bukan dalam filsafat, tapi dalam 
ilmu tata-ekonomi dari setiap epos tertentu."

Karena itu, Karl Kautsky menolak mitos-mitos metafisik di balik Kekristenan – 
mukjizat-mukjizat, peristiwa-peristiwa gaib, dan sebagainya – dan berupaya 
untuk menggambarkan asal-muasal dan kemunculannya melalui kondisi-kondisi 
sosial yang ada dalam Kekaisaran Romawi.

Gambaran klasik tentang asal-muasal Kekristenan disajikan secara garis-besar 
dalam Perjanjian Baru. Kitab-kitab Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes 
dipandang sebagai penuturan historis tentang peristiwa-peristiwa yang 
benar-benar terjadi dalam tiga puluh tahun pertama dari milenium pertama: 
bagaimana Yesus telah dilahirkan melalui mukjizat, bagaimana ia mengadakan 
mukjizat-mukjizat dan berkhotbah bersama dengan keduabelas pengikutnya, 
bagaimana ia telah disalibkan karena pewartaannya, dan bagaimana ia bangkit 
dari kematian. Kitab-kitab Injil dipandang sebagai penuturan saksi-mata dari 
empat orang pengikutnya.

Meskipun mengalami penyiksaan, penganiayaan, dan kemartiran yang tidak 
terhitung banyaknya, ide-ide unggul umat Kristen – khususnya tawaran kehidupan 
setelah kematian dan penebusan dosa manusia melalui penyaliban Yesus – 
mendatangkan dukungan bagi Kekristenan sampai agama itu menjadi sebuah kekuatan 
yang tidak terbendung dan akhirnya diakui oleh Kekaisaran Romawi, Konstantinus. 
Selebihnya, kata mereka, adalah sejarah.

Ini adalah sejarah "resmi" Gereja … dan sebagian terbesar daripadanya adalah 
dongeng. Bagi kaum Marxis, pertanyaan yang harus diajukan adalah: bagaimana 
kondisi-kondisi di Palestina pada abad pertama? Karl Kautsky menyinggung fakta 
bahwa Kekaisaran Romawi adalah sebuah sistem yang didasarkan pada perbudakan, 
yang di dalamnya mayoritas yang sangat luas dari penduduknya dimiskinkan dan 
hidup lapar nyaris seumur hidup mereka.

Dan benarlah bahwa Palestina itu merupakan sebuah masyarakat yang terbelah 
karena konflik-konflik dan kontradiksi-kontradiksi klas. Karakteristik dari 
seluruh periode yang sarat dengan gejolak, pergolakan, dan pemberontakan. 
Menyelimuti perjuangan klas adalah satu faktor tambahan, yakni penindasan 
nasional atas penduduk yang mayoritasnya rumpun Semitik oleh orang-orang 
Romawi. Dalam masyarakat Yahudi, kasta imam dan bangsawan disokong oleh rezim 
Romawi untuk semakin mengeksploitasi massa penduduk.

    "Konflik yang fundamental terjadi antara para penguasa Romawi, kaum 
Herodian, dan Imam Besar, di satu pihak, dan para penduduk pedesaan Yudea dan 
Galilea, yang hasil jerih payahnya memasok upeti untuk Kaisar, pajak-pajak 
untuk Raja Herodes, dan persembahan perpuluhan serta persembahan-persembahan 
kurban untuk para imam dan aparat kuil di lain pihak." (Horsley, Bandits, 
Prophets and Messiahs ).

Para imam yang dibayar dengan perpuluhan (pajak umat) oleh kaum tani setempat 
bukanlah kelompok yang kecil. Beberapa sarjana memperhitungkan jumlah mereka: 
ribuan. Raja orang Yahudi, Herodes "Agung", yang meninggal dunia pada tahun 4 
SM, meninggalkan sebuah negeri yang secara ekonomik sudah kurus-kering pasca 
penaklukan Romawi, serta beban pajak yang mengikutinya.

    "Para produsen agrikultur Yahudi sekarang hidup di bawah tuntutan pajak 
ganda, yang barangkali mencapai lebih dari 40 persen dari produksi mereka. Ada 
juga pajak-pajak Romawi lainnya, yang semakin memperberat beban rakyat, tetapi 
upeti-lah pemerasan yang utama."

    "Sesudah satu periode kemerdekaan nasional di bawah Dinasti Hasmonea 
(raja-raja Yahudi), dominasi Romawi dipandang tidak sah sama sekali. Upeti 
dilihat sebagai perampokan. Memang upeti dilihat sebagai perbudakan yang 
terang-terangan oleh guru-guru militan seperti Yudas dari Galiea, yang 
mengorganisir perlawanan aktif terhadap sensus (catatan tentang rakyat untuk 
keperluan pajak) manakala pihak Romawi mengambilalih pemerintahan langsung atas 
Yudea pada tahun 6." (Bandits, Prophets and Messiahs)

Pemberontakan-Pemberontakan

Satu-satunya catatan yang ada mengenai sejarah ini berasal dari Josephus, 
seorang jenderal Yahudi yang bertempur melawan Romawi semasa pemberontakan 
tahun 66 dan yang kemudian menyeberang ke pihak lawan. Jelas dari 
laporan-laporan historisnya, seluruh periode tersebut adalah periode yang 
ditandai oleh gejolak yang sangat hebat. Ada banyak peristiwa di mana kaum tani 
melancarkan pemberontakan di bawah pimpinan raja-raja popular yang terpilih 
(atau "mesiah"). Semua pemberontakan itu ditindas dengan kejam. Bukanlah hal 
yang asing dimana kota-kota sama sekali diratakan dengan tanah dan penduduknya 
dijual sebagai budak.

Pemberontakan-pemberontakan itu mencerminkan kondisi-kondisi material dan 
konflik-konflik klas zaman itu, tetapi mereka terbungkus dalam tema-tema 
kebangkitan mesianik dan aspirasi religius. Terkait dengan tradisi dan kitab 
suci Yahudi, gerakan-gerakan itu secara tak terelakkan merasa telah mengenakan 
jubah pemimpin-pemimpin relijius, termasuk dan terutama sekali Yosua. Faktanya, 
ada banyak sekte "Yosua" pada waktu itu ("Yesus" adalah versi Yunani-Romawi 
dari nama "Yosua", yang tidak dikenal di Palestina pada zaman itu). Banyak dari 
kultus-kultus tersebut mempunyai wawasan "komunis", dengan barang-barang yang 
dimiliki dan dinikmati bersama dalam komunitas.

Tulisan-tulisan Josephus adalah satu-satunya karya asli yang tersisa yang 
ditulis oleh seorang partisipan dalam peristiwa-peristiwa itu. Ia menggambarkan 
apa yang dipandangnya sebagai pengaruh jahat dari para peramal dan nabi-nabi 
pada lebih dari satu kali kejadian, seperti: "… Para penipu dan tukang 
demagogi, dengan samaran inspirasi ilahi, memprovokasi aksi-aksi revolusioner, 
dan mendesak massa-rakyat untuk bertindak seperti orang gila. Mereka memimpin 
mereka ke padang gurun …" Josephus (Jewish Wars) menyebutkan nama beberapa 
peramal, "nabi-nabi", dan para revolusioner yang menggerakkan orang-orang 
Yahudi. Tetapi "Yosua" yang digambarkan dalam Perjanjian Baru tidak muncul pada 
bagian manapun dalam karya besar seorang yang dianggap sezaman dengannya, 
Josephus.

Kekuatan yang cenderung revolusioner dalam periode ini adalah kaum tani, yang 
berupaya dari waktu ke waktu untuk membebaskan diri dari penindasan nasional 
dan klas.

Sekumpulan kecil komentar Josephus mengilustrasikan kekacauan besar dalam 
periode ini:

    "Banyak [kaum tani Yahudi] menjadi bandit karena nekat, dan di seluruh 
negeri terjadi perampasan, dan di antara yang lebih berani, 
pemberontakan-pemberontakan… "

    "… seluruh Yudea dilanda perampok-perampok …" (Jewish Wars)

    "Felix [gubernur Romawi, 52-58 ZB] menangkap [pemimpin revolusioner] 
Eleazar, yang selama 20 tahun telah menjarah negeri itu, seperti banyak 
rekannya, dan mengirimnya ke Roma untuk diadili. Jumlah perampok yang 
disalibkan … tak terbilang banyaknya." (Josephus , Antiquities).

Tiada yang lebih jauh dari "Malam Kudus!" Gejolak revolusioner tumpah-ruah 
menjadi sebuah pemberontakan umum pada tahun 66, melawan Romawi dan para 
kolaborator mereka, yakni klas penguasa Yahudi, kaum Imam Besar. "… kebencian 
dan faksionalisme yang sengit menyala di antara kaum Imam Besar di satu pihak 
dan para imam biasa dan pemimpin-pemimpin massa-rakyat Yerusalem di sisi lain." 
(Antiquities)
Pengepungan Yerusalem

Selama empat tahun berikutnya terjadi perang gerilya yang berdarah-darah dan 
berkepanjangan, yang diikuti oleh pengepungan yang lama terhadap Yerusalem. 
Semasa pengepungan itu massa-rakyat, yang khawatir akan pengkhianatan 
aristokrasi Yahudi dan kaum Imam Besar, secara efektif mengambilalih kekuasaan 
ke dalam tangan mereka sendiri di Yerusalem. Salah satu tindakan pertama mereka 
dalam revolusi adalah menyerbu Kuil-Kuil dan membakar akta-akta dan 
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan utang-utang dan pajak-pajak kaum tani. 
Tak heran, aristokrasi dan kaum Imam Besar meninggalkan kota itu dan mencari 
selamat di perbentengan Romawi – termasuk Josephus sendiri.

Bahkan sebelum revolusi tersebut, Palestina telah menjadi pusaran kultus dan 
sekte religius. Hampir semuanya didasarkan secara longgar pada kitab suci 
Yahudi tradisional, tetapi sering diwarnai oleh ketidakpuasan yang meluas 
terhadap kolaborasi imamat dan parasitisme budaya Kuil. Di antara mereka 
tentulah ada "Yosua" dan sekte-sekte mesianik lainnya yang diorganisir oleh 
beragam pemimpin kharismatis.

Menyusul penindasan berdarah terhadap revolusi dan kejatuhan Yerusalem (yang 
semasanya Kuil dihancurkan) pada tahun 70, puluhan ribu orang Yahudi 
meninggalkan wilayah itu dan beribu-ribu orang lainnya diperbudak. Malapetaka 
yang sangat dahsyat tidak bisa tidak pasti mempengaruhi Diaspora Yahudi yang 
sangat besar, yang telah meninggalkan tanah air mereka dan tersebar di setiap 
kota utama di seluruh Kerajaan Romawi, termasuk kota-kota yang lebih besar 
seperti Roma, Aleksandria, dan kota-kota besar di Timur.

Lama sebelum peristiwa-peristiwa revolusioner itu, segala macam sekte telah 
mengakarkan diri dalam komunitas-komunitas Diaspora Yahudi, sejajar dengan 
mereka yang ada di Palestina. Di dalam lingkungan sektarian yang hidup itu ada 
suatu kultus kepada Yosua yang dikembangkan oleh Paulus, dengan kebijakannya 
mempertobatkan orang non-Yahudi dan Yahudi. Dalam praktik, sekte ini menjadi 
sumber-utama Kekristenan modern dengan, antara lain, menyederhanakan Taurat 
Yahudi untuk menghapus keharusan bersunat dan tabu-tabu makan-minum yang ketat.

Semua karya Kristen perdana yang beredar sejak pertengahan sampai akhir abad 
pertama – termasuk surat-surat Paulus – secara signifikan tidak memiliki 
naratif-historis tentang Yosua untuk dijadikan sebuah biografi yang riil. Baru 
belakangan saja Injil Markus (yang menjadi dasar bagi Injil Matius dan Injil 
Lukas) ditulis sebagai gambaran alegoris tentang suatu kehidupan, yang disusun 
agar sesuai dengan doktrin tentang Yosua yang sedang dikukuhkan. Ini 
mengekspresikan keyakinan dan kekuatan jumlah yang terus berkembang dari sekte 
ini. Tapi ini juga mengekspresikan pembelahan klas yang terus berkembang di 
dalam komunitas Kristen itu sendiri, ketika ia berakomodasi dengan masyarakat 
Romawi. Dari ide-ide sejati kultus Yosua yang bersifat komunistik, yang tersisa 
tinggal sisa-sisa dan jejak-jejaknya dalam Perjanjian Baru sekarang ini.

Karena berpolemik dengan eks sesama penganut, orang-orang Yahudi, dan sekian 
banyak sekte-sekte proto-Kristen, maka Gereja yang awal menggarap doktrinnya 
dalam dekade-dekade permulaan Abad Kedua.

Seiring dengan penggarapan doktrin itu, Gereja mendirikan sebuah aparatus untuk 
mempertahankan dirinya. Bukti tentang sekte-sekte Kristen Perdana yang 
beranekaragam baru akhir-akhir ini saja diketahui dengan jelas sebab apparatus 
ini, sekali telah mengukuhkan dirinya, berusaha sebaik-baiknya untuk menghapus 
sekte-sekte yang lain sebagai "ajaran sesat", dalam proses yang menyingkirkan 
hampir seluruh bukti bahwa aliran kultus Yosua lainnya pernah ada.

Pertanyaan yang perlu diajukan: mengapa Kekristenan tumbuh-berkembang dalam dua 
abad selanjutnya. Kekristenan bukanlah sebuah gerakan anti-perbudakan: 
perbudakan merajarela di seluruh Kerajaan Romawi, dan orang-orang Kristen 
memiliki budak seperti orang yang lainnya. Ada bukti bahwa para uskup pun 
seperti orang-orang Romawi yang kaya-raya, memiliki budak di sepanjang periode 
tersebut.

Pertimbangan-pertimbangan teologis bersifat sekunder. Birokrasi yang kaku yang 
berusaha melanggengkan dirinya dan telah berkembang mencerminkan 
pembelahan-pembelahan klas dalam masyarakat dan menjadi sebuah 
benteng-pertahanan yang penting bagi sistem klas.

    "Akhirnya, wacana-wacana dan kotbah-kotbah para pemimpin Kristen memasukkan 
bukan hanya aspek-aspek formal dari perhatian-perhatian status aristokatik, 
tapi juga nilai-nilai dan ideologi klas atas Romawi-akhir." (Salzman, The 
Making of a Christian Aristocracy)

Pertobatan

Komentar ini mengacu pada periode yang mengikuti "pertobatan" Kaisar 
Konstantinus pada awal abad keempat. Tetapi lama sebelumnya Gereja sudah 
memainkan peran kunci sosial dan ekonomi untuk kepentingan klas penguasa. 
Banyak pejabat negara adalah para uskup atau pemimpin Kristen. Lebih penting 
lagi, mereka memainkan peran kunci dalam manajemen dan organisasi pemerintahan 
lokal.

Sejauh itu mempunyai arti tertentu dalam Kerajaan Romawi yang sedang mengalami 
kemerosotan yang membawanya kepada kematian, mereka adalah pemerintah lokal. 
Para uskup dan pejabat gerejawi mengumpulkan pajak, mendistribusikan 
sumbangan-sumbangan (bantuan-sukarela berbasis-gereja) dan menyelia 
perselisihan-perselisihan hukum dan sengketa-sengketa tanah lokal. Mereka 
adalah sebuah "jawatan masyarakat" tak resmi untuk kepentingan birokrasi Romawi 
jauh sebelum Kaisar Konstantinus memberikan legalitas kepada mereka. Gereja 
memenuhi fungsi sosial dan ekonomi, yakni dengan mengelola dan menanggulangi 
jumlah kaum miskin dan tak berpunya yang kian meningkat. Karena alasan itu, dan 
bukan karena terjadinya "kebangunan rohani" di kalangan klas penguasa, Gereja 
diizinkan untuk tumbuh dan berkembang.

Gereja sanggup memenuhi peran ini karena ia menawarkan katup pengaman bagi 
aspirasi massa-rakyat. Ia memberikan kepada kaum tani kesempatan satu-satunya 
untuk duduk di gedung yang sama dengan para tuan-tanah dan uskup (bila tidak di 
tempat duduk yang sama). Bahkan, bila ada pengharapan yang terbatas di dunia 
ini, setidaknya mereka ditawari janji kesetaraan dengan kaum kaya di dunia yang 
akan datang. Orang-orang Kristen menawarkan seorang mesias dan "kehidupan 
setelah kematian", kontras dengan dewa-dewi Yunani dan Romawi yang dingin, 
jauh, dan acuh tak acuh.

Birokrasi Gereja dengan sadar mengembangkan kebijakan (dan teologi) menurut 
kepentingan-kepentingannya sendiri, dan semakin mengidentifikasikan diri dengan 
kepentingan-kepentingan klas penguasa. Tapi dalam struktur dan cara pandangnya 
ia juga mengantisipasi perkembangan masyarakat feodal secara lebih baik 
daripada negara pemilik-budak yang sedang membusuk. Gereja tidak 
mengkampanyekan emansipasi, tapi menawarkan sebuah susunan penghisapan yang 
baru.

Sebagaimana bagi kaum tani dan kaum miskin kota: sepanjang mereka tahu dan 
menerima "tempat mereka" dalam struktur klas yang ketat, bagi kaum termiskin ia 
menawarkan sebuah struktur amal-derma dan dukungan yang menyediakan kelegaan 
sesaat untuk kemiskinan dan ketidakpastian mereka yang terburuk. Bahkan bila 
ditumpulkan, ia menawarkan sebuah rasa komunitas. Hampir sama sekali unik dalam 
Kerajaan Romawi, gereja memiliki suatu struktur yang terbatas, lebih lanjut 
sesuatu yang menawarkan keanggotaan pada suatu gereja yang nasional bahkan 
internasional. Karena alasan-alasan ini ia memiliki daya tarik yang tidak 
sepadan kepada kaum miskin dan kaum tertindas; sesungguhnya ia diejek sebagai 
sebuah gerakan "kaum budak dan perempuan."
Penganiayaan

Segera setelah ia disokong oleh kekuasaan negara, Gereja menghancurkan 
lawan-lawannya. Penganiayaan Romawi atas Gereja dalam tiga abad pertama terlalu 
dibesar-besarkan. Itu tampak pucat bila dibandingkan dengan penganiayaan 
mengerikan yang ditimpakan Gereja terhadap semua sekte yang tidak ortodoks 
segera sesudah ia disokong oleh kekuasaan imperial. Buku-buku dan para pemimpin 
ajaran sesat dibakar. Sejarah teologis ditulis-ulang. Mitos ditumpuk di atas 
mitos, abad demi abad. Sedemikian banyaknya, sehingga sekarang pun para 
"sejarahwan" memperlakukan Perjanjian Baru seperti sebuah naratif-historis yang 
sesungguhnya, dan bukan sebagai yang seharusnya, yakni sebuah cerita yang tak 
lebih benar daripada "Iliad" atau "Beowulf."

Dalam beberapa ratus tahun saja semua bukti tentang keberadaan sekte-sekte 
Kristen lainnya, termasuk prasejarah mereka di Palestina, dihancurkan semuanya. 
Gereja menjadi – dan tetap sampai sekarang – sebuah kekuatan konservatif yang 
berkuasa, baik secara politik, finansial, dan diplomatik (dan pernah suatu 
ketika, secara militer).

Dalam pengantarnya untuk A Contribution to the Critique of Hegel's Philosophy 
of Right, Marx merujuk pada agama sebagai "jeritan kaum tertindas". Ia 
menjelaskan bahwa yang membiakkan dukungan bagi agama bukan spiritualitas, 
bukan pula kelangkaan spiritualitas, tetapi alienasi massa-rakyat dari 
masyarakat klas.

Krisis kapitalisme pada akarnya adalah krisis dari suatu sistem ekonomi yang 
membusuk. Tapi krisis kapitalisme juga memanifestasikan diri sebagai krisis 
ide-ide. Bagi jutaan orang, pengharapan dan aspirasi mereka sedemikian 
terkekang oleh batas-batas dunia kapitalis, sehingga mereka memproyeksikan 
pengharapan-pengharapan mereka pada kehidupan setelah kematian. Dan, 
sebagaimana dalam dekade-dekade pertama dari milenium pertama, demikian juga 
dalam zaman kapitalisme, gerakan-gerakan religius dan mesianik baru 
mencerminkan jalan buntu intelektual dan moral dari sebuah masyarakat yang 
gagal dan sedang mengalami keruntuhan. Marx melanjutkan:

    "… Berseru agar mereka menghentikan ilusi-ilusi tentang kondisi-kondisi 
mereka berarti berseru agar mereka menghentikan kondisi yang memunculkan 
ilusi-ilusi itu. Karena itu, kritik terhadap agama dalam tahap awal merupakan 
kritik terhadap lembah air mata di mana agama muncul sebagai lingkaran 
cahayanya."

Demikianlah Marx memperjelas bahwa yang menjadi soal bukanlah "menghapuskan" 
agama. Itu gagasan yang menggelikan. Untuk memerangi tahayul dan kebodohan, 
tugas kaum sosialis adalah berjuang melawan kondisi-kondisi material yang di 
atasnya perkara-perkara tersebut tumbuh-berkembang – dan di atas segalanya itu 
berarti perjuangan melawan kapitalisme.

Diterjemahkan oleh Pandu Jakasurya dari "Foundations of Christianity", John 
Pickard, 23 Desember 2009



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Reply via email to