Refleksi : Pemerintah Indonesia berlagak mengkaji atau mengaji,  karena kalau 
pengiriman TKI ke tanah neraka distop bukan saja berarti bahwa aliran devisa 
negara berkurang tetapi juga uang-uang sogokan kepada para petinggi negara 
berkuarng menjadi kering, maka oleh karena itu rezim SBY pun hingga kini belum 
mau menantangani dan kemudian tanpa undur-undur waktu meratifikasi konvensi 
internasional untuk migrant workers.  Jadi berdasarkan ha-hal tsb patut 
disadari  bahwa zezim NKRI sejak zaman Soeharto adalah  penyalur "human 
traffic" dengan jalan legal, karena itu mereka tidak mau mengambil langkah 
tegas membela warganegaranya yang dijadikan buruh ala budak di luarnegeri. 
Banyak TKI  disiksa dan meninggal dalam tugas menyetor devisa negara, tak 
banyak bedanya meraka  jago-jago revolusi mati atau disiksa di medan 
pertempuran untuk negara. 


http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=43089

Sabtu, 20 November 2010 , 10:51:00

TKW Digorok di Arab Saudi
Pemerintah Kaji Stop Pengiriman TKI



JAKARTA - Belum lagi kasus penyiksaan keji terhadap Sumiati, tenaga kerja 
wanita dari Indonesia (TKW) asal Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), di Arab 
Saudi tuntas, muncul kasus baru yang dialami pekerja migran Indonesia. Kali 
ini, TKW bernama Kikim Komalasari binti Uko Marta, 36, asal Cianjur, Jabar, 
tewas dibunuh di Saudi.Kikim diduga kuat digorok di bagian lehernya oleh sang 
majikan. Lantas, mayatnya dibuang di Kota Abha, sekitar 700 kilometer dari 
Jeddah, Arab Saudi.Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga 
Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh. Jumhur Hidayat menyatakan bahwa pihaknya telah 
menerima laporan soal pembunuhan TKW Indonesia itu. Saat ini, kasus tersebut 
ditangani Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah.

Menurut dia, tim KJRI sudah berada di Kota Abha untuk mencari kepastian dari 
kantor polisi Mansakh terkait kebenaran berita tersebut. ''Ini tamparan kedua 
bagi bangsa kita dan menguatkan niat pemerintah untuk mengkaji ulang pengiriman 
TKI ke Arab Saudi,'' tegas Jumhur di kantornya kemarin (19/11).Tim KJRI 
mendapat informasi dari polisi setempat yang diwakili Lettu Abdullah Gahtani 
bahwa majikan Kikim, Shaya' Said Ali Alghatani, beserta istrinya telah ditahan 
kepolisian Mansakh. Bahkan, kata Jumhur, penyidikan kasus Kikim dilanjutkan 
Badan Investigasi (Tahkik) Kepolisian Arab Saudi.Berdasar keterangan yang 
disampaikan di kantor polisi, sang majikan mengaku membunuh Kikim, namun tidak 
dengan menggorok lehernya. ''Dia mengaku membunuh dengan benda tumpul. Tapi, 
(pengakuan) itu tidak kami terima mentah-mentah,'' ujarnya.
Kepolisian Mansakh meminta ahli waris atau keluarga Kikim menuntut pelaku 
melalui hukum yang berlaku di Saudi. Yaitu, qishash (pembunuhan balasan dengan 
modus sama) atau diyat (pengganti denda) dengan segera menyiapkan pengajuan 
berkas tuntutan.Pembunuhan terhadap Kikim terungkap saat mayatnya ditemukan 
pada Kamis lalu atau bertepatan dengan 5 Zulhijah 1431 (11 November lalu) di 
pinggir jalan Serhan atau bagian dari jalan utama Gharah, Abha.


Kikim Komalasari berasal dari Kampung Citeuyeum, RT 03/01, Desa Mekar Wangi, 
Kecamatan Ciaranjang, Kabupaten Cianjur, Jabar. Dia mengantongi paspor bernomor 
AN 010821 dan tercatat sebagai peserta asuransi TKI bernomor C510907200043 dari 
Konsorsium Asuransi TKI Daman Syamil. Dia juga memiliki iqomah (kartu pengenal 
sementara di Arab Saudi) bernomor 2275427389.


Jumhur menyebutkan, Kikim berangkat untuk bekerja sebagai TKI di Kota Abha pada 
Juni 2009 melalui PT Bantal Perkasa Sejahtera yang beralamat di Jalan Condet 
Raya 12, Jakarta Timur. Terkait kasus Kikim, BNP2TKI sudah mendatangi pihak 
keluarga di Cianjur. BNP2TKI dan asuransi sepakat membayar santunan kematian 
bagi korban Rp 55 juta. Juga, memfasilitasi kepulangan jenazah hingga pemakaman 
serta membiayai penjemputan jenazah oleh keluarga ke Saudi. BNP2TKI segera 
mengatur pemberangkatan wakil keluarga Kikim ke Saudi untuk mengurus pemulangan 
jenazah dan mengupayakan tuntutan hukum. ''Kami juga sudah memanggil perusahaan 
yang memberangkatkan Kikim agar bertanggung jawab atas kasus ini. Kami juga 
meminta tanggung jawab perusahaan asuransi yang menaungi korban,'' katanya.


Munculnya kasus kekerasan terhadap TKW asal Indonesia langsung direaksi 
pemerintah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan, pemerintah akan 
meninjau ulang pengiriman TKW dan TKI ke negara-negara yang tidak kooperatif 
soal perlindungan tenaga kerja. Jika pemerintah negara tersebut sulit diajak 
bekerja sama, pemerintah akan menerapkan moratorium (penghentian sementara) 
pengiriman TKI ke negara itu.Menurut SBY, setiap negara yang menjadi tujuan TKI 
harus menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah Indonesia. ''Kami 
akan meninjau kembali, mengevaluasi keberadaan TKI di negara-negara yang 
ternyata tidak bikin semacam nota kesepakatan. Termasuk kontrak-kontrak kerja 
antara pekerja kita dengan siapa yang menerima, perusahaan atau rumah tangga di 
mana pun saudara kita bekerja,'' tegasnya setelah rapat terbatas di Kantor 
Presiden, Jakarta, kemarin. Rapat tersebut merespons khusus penganiayaan 
terhadap Sumiati dan tewasnya Kikim di Saudi.


SBY menyatakan, evaluasi perlu dilakukan karena masih banyak penganiayaan yang 
menimpa TKI di luar negeri. Di antara lebih dari 3,2 juta TKI, 4.385 orang 
mengalami tindak kekerasan dari majikan. Meski persentasenya hanya 0,1 persen 
di antara total TKI, kata dia, kekerasan tersebut tetap tidak bisa ditoleransi.


''Kecil, tetapi ini prinsip dan tidak bisa kita berikan toleransi. Karena itu, 
kita menganggap masalah ini tetap serius,'' tegasnya.
Setiap negara tempat TKI bekerja, kata SBY, harus memberikan timbal balik yang 
jelas secara ekonomi bagi Indonesia. ''Pemerintah Indonesia menginginkan adanya 
kerja sama, sikap kooperatif, karena sebetulnya tenaga kerja itu ya bekerja 
untuk ekonomi mereka. Jadi, harus ada take and give-nya,'' ungkapnya.


Dia menambahkan, demi mempercepat pelaporan jika terjadi penganiayaan, TKI akan 
diberi telepon seluler (ponsel). Dalam nota kesepahaman, harus ada jaminan 
bahwa ponsel para TKI tidak disita atau diminta majikan. ''Sekarang dirumuskan 
untuk memberikan HP (handphone) kepada tenaga kerja kita itu,'' tutur mantan 
Menko Polkam tersebut.


TKI akan diberi nomor-nomor penting seperti kontak konsulat, kedutaan besar, 
dan kontak-kontak Indonesia lainnya yang bisa dihubungi setiap saat. ''Dengan 
demikian, paling tidak kita akan bekali alat komunikasi supaya dia bisa 
berkomunikasi secara instan,'' tuturnya.SBY mengungkapkan, kemudahan komunikasi 
tersebut diharapkan bisa meminimalkan tindak kekerasan. Selama ini, kekerasan 
majikan berlangsung dalam waktu lama karena para TKI sulit melapor. Perwakilan 
Indonesia selama ini juga sulit menggali informasi dari TKI. ''Apalagi, di 
Saudi Arabia, dilaporkan oleh para menteri, memang ada semacam ketertutupan. 
Jadi, tidak mudah bagi kita mendapatkan informasi yang segera dan cepat,'' 
paparnya.


Menakertrans Muhaimin Iskandar menyebut Arab Saudi dan Jordania termasuk contoh 
negara yang tidak kooperatif. Terhadap dua negara itu, kata dia, pemerintah 
mengkaji kemungkinan moratorium pengiriman TKI baru. ''Kita membutuhkan kerja 
sama yang komprehensif. Kita akan lakukan evaluasi apakah (kerja sama) masih 
bisa dilanjutkan atau tidak,'' ujarnya.
Dia menyatakan, moratorium untuk pengiriman TKI ke Jordania hampir final. 
Muhaimin beralasan, negara itu kerap dijadikan pintu masuk bagi TKI ilegal di 
negara-negara Timur Tengah. Para TKI lebih mudah masuk lewat Jordania karena di 
sana menggunakan visa on arrival. ''Jadi, susah dikontrol,'' jelasnya.


Menurut dia, dalam tahap pengkajian ulang, pemerintah akan mengetati dan 
membatasi penempatan TKI informal di luar negeri, khususnya di Saudi. 
''Pengetatan dan pembatasan itu akan diterapkan dengan memperketat proses 
keberangkatan. Termasuk pemeriksaan kelengkapan dokumen serta kesiapan mental 
dan fisik bagi calon TKI,'' katanya.


Sebagai langkah awal, tutur dia, pemerintah akan mendorong terlaksananya 
perjanjian kerja sama atau MoU penempatan dan perlindungan TKI dengan 
pemerintah Saudi. Permintaan TKI ke Saudi mencapai 200-300 orang setiap hari. 
Saat ini, jumlah TKI yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT) di 
Saudi mencapai 500 ribu orang. Selain itu, pihaknya harus mempertimbangkan 
perbandingan secara objektif antara TKI yang sukses dan yang bermasalah. Yakni, 
mencapai 400 kasus di antara 500 ribu TKI di Saudi.


Di bagian lain, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud M.D. menyampaikan 
keprihatinan atas kasus yang menimpa TKI di Saudi. Dia menilai, pemerintah 
menghadapi dilema antara menghentikan pengiriman TKI dan persoalan 
ketenagakerjaan di dalam negeri. ''Posisi pemerintah cukup sulit,'' katanya.Dia 
menyerahkan keputusan kepada pemerintah. Mahfud mencontohkan perselisihan 
wilayah perbatasan dengan Malaysia beberapa waktu lalu. ''Kalau kita lawan, 
secara fisik mungkin saja kita menang. Tapi, jutaan pekerja kita yang bekerja 
di sana (Malaysia, Red), sekitar 1,4 juta orang, akan jadi masalah. Kita 
percayakan ke pemerintah jalan keluar sebaik-baiknya,'' ungkapnya 
kemarin.Menurut dia, diplomasi yang pas adalah memanfaatkan isu penegakan 
hukum. ''Penegakan hukum itu bukan masalah bangsa dan negara tertentu, tapi 
masalah manusia. Jadi, setiap bangsa harus menghormatinya,'' katanya. ''Kalau 
Anda bilang pemerintah Arab harus dilawan, itu tidak realistis,'' ujarnya. 
(zul/sof/aga/c5/dwi)

 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Reply via email to