Pemerintah Kecam Proses Hukum di Saudi yang Tidak Transparan  

Kamis, 23 Juni 2011 | 12:17 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengecam 
proses hukum di Arab Saudi yang tidak transparan. Menurut Marty, dalam berbagai 
laporan internasional tercatat akses pengacara di negeri tersebut juga sangat 
terbatas.

"Dalam kasus Ruyati, dari awal almarhumah telah ditahan di Arab. KBRI (Kedutaan 
Besar RI) juga telah melakukan pendampingan dan jaminan hak kepada tersangka 
bisa dipenuhi," kata Marty dalam jumpa pers mendampingi Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono di Kantor Presiden, Kamis 23 Juni 2011.

Konferensi pers pernyataan Presiden SBY dan para menterinya ini digelar untuk 
menyikapi hukuman pancung yang menimpa Ruyati binti Satubi, tenaga kerja wanita 
asal Bekasi, Jawa Barat, yang bekerja di Arab Saudi. Ruyati dijatuhi hukuman 
mati karena terbukti bersalah membunuh majikan perempuannya.

Selain Menteri Luar Negeri, Presiden juga didampingi oleh Menteri Tenaga Kerja 
dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 
Patrialis Akbar, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, 
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, serta Sekretaris Kabinet Dipo Alam.

Marty mengklaim pihak Konsulat Jenderal RI di Mekah telah melakukan upaya 
pengampunan Ruyati. Namun, pihak keluarga korban tetap tidak mengampuni. "KJRI 
telah meminta pengampunan kepada Gubernur Mekah. Namun, kata Marty, saat proses 
permohonan pengampunan sedang dilakukan meski ditolak oleh keluarga, Ruyati 
dikabarkan telah menjalani eksekusi hukuman pancung. "Tanpa ada pemberitahuan 
terlebih dahulu," ujarnya.

Protes atas pemancungan itu pun telah disampaikan dua kali, melalui Duta Besar 
Arab Saudi dan kepada Menteri Luar Negeri Arab Saudi. "Saat kedatangan Dubes 
(Saudi) di Kementerian Luar Negeri, beliau sampaikan minta maaf karena tidak 
sampaikan (informasi eksekusi). Kita juga telah memanggil pulang Dubes kita 
atas ketidaksenangan kita atas kelalaian tersebut," kata Marty.

Lebih jauh Marty mengatakan kasus hukuman mati yang menimpa Ruyati binti Satubi 
berbeda dengan kasus yang menimpa Siti Zaenab yang terjadi pada 1999. Pada 
kasus Siti binti Zaenab, saat ini sedang berjalan penundaan eksekusi karena 
ahli waris korban masih berumur 1 bulan. Sehingga, kata Marty, ahli waris belum 
bisa memberikan pertimbangan dan harus menunggu masa akil balig. "Itu bukan 
karena upaya pendekatan politik, tanpa mengecilkan upaya kurun waktu 2 
pemerintahan," tuturnya.

Menurut Marty, kemungkinan Siti Zaenab menjalani hukuman mati masih terbuka. Ia 
mengatakan jika ahli waris saat dewasa tidak memaafkan Siti, yang bersangkutan 
bisa dijatuhi hukuman mati. "Apakah akan memaafkan, atau jika setelah dewasa 
menolak, yang bersangkutan bisa dapat ancaman hukuman mati," katanya.

Presiden, kata Marty, juga telah memberikan instruksi agar kementerian yang 
bersangkutan terus mendekati keluarga ahli waris untuk mengantisipasi keputusan 
hukum Siti Zaenab tersebut.

EKO ARI WIBOWO





------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke