Ref: Studi banding ataukah studi banting-guling-gulingan?
http://www.sinarharapan.co.id/content/read/jimly-asshiddiqie-proses-hukum-studi-40-pejabat-ke-as/
16.09.2011 13:16

Jimly Asshiddiqie: Proses Hukum Studi 40 Pejabat ke AS 
Penulis : Vidi Batlolone 

 (foto:dok/antaranews.com)
JAKARTA - Studi banding ke luar negeri sudah menjadi kebiasaan pejabat, 
birokrat, dan anggota legislatif di Indonesia. Pertanggungjawaban anggaran dan 
hasil studi pun tidak jelas.

Karena itu, sebagai shock terapy, penegak hukum perlu mengusut kegiatan studi 
40 pejabat Indonesia ke Amerika Serikat (AS). Hal itu dikatakan Mantan Ketua 
Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie kepada SH, Kamis (15/9). 

Ia menyatakan hal itu menanggapi keberangkatan 40 studi mengenai politik di 
Universitas Harvard, AS, Jumat (16/9) ini. 

Rombongan terdiri dari 19 bupati/wali kota, 19 Kepala Bappeda, dan dua pejabat 
Kementerian Dalam Negeri. Mereka akan belajar selama tiga minggu di Negeri 
Paman Sam.

Dalam studi itu para pejabat akan memaparkan pengembangan sumber daya alam dan 
pengelolaan pemerintahan. (lihat tabel potensi sumber daya alam 19 daerah). 

Jimly mengatakan, penegak hukum harus memeriksa rombongan tersebut setelah 
mereka pulang studi banding. “Ini untuk shock terapy. Proses hukum mereka. 
Periksa darimana uangnya? Siapa yang mengizinkan? Apa saja kewajiban yang telah 
mereka tinggalkan selama pergi studi?” kata Guru Besar Hukum Tata Negara 
Universitas Indonesia ini. 

Dia mengatakan, inisiatif penegak hukum penting agar kebiasaan buruk yang sudah 
meluas ini bisa dihentikan. “Sekarang ini mulai dari hakim pengadilan negeri 
sampai Mahkamah Agung, pejabat daerah sampai DPR pusat, sering studi banding,” 
ungkapnya.

Namun, pertanggungjawaban anggaran dan hasil studi tidak jelas. Untuk rombongan 
40 pejabat, menurut Jimly, perlu dicari sumber anggarannya. Bila anggaran dari 
pihak swasta, penegak hukum bisa mempertanyakan apakah hal itu termasuk 
gratifikasi atau bukan. 

Dia menyatakan, memang program studi banding 40 pejabat tersebut belum tentu 
berindikasi korupsi. Namun, setidaknya harus dipertanggungjawabkan. Menurut 
dia, harus ada tindakan dari penegak hukum agar tidak terlalu banyak kerugian 
negara gara-gara studi banding.

“Penegak hukum jangan terorientasi pada hasil, tetapi harus memberi pendidikan, 
agar jangan ada pejabat melakukan kegiatan pribadi yang sifatnya merugikan 
negara,” tuturnya

Selain itu, kegunaan studi banding juga bisa dipertanyakan. Ini karena para 
pejabat tersebut telah meninggalkan kewajibannya melayani masyarakat. “Itu kan 
termasuk korupsi juga namanya. Apalagi jika perjalanan didanai lembaga asing. 
Ini pengkhianatan negara atau bukan?” ungkapnya.

Lagi pula, menurut Jimly, lazimnya studi banding tidak dilakukan bupati atau 
wali kota. Pihak yang melakukan studi seharusnya staf dari institusi yang 
membutuhkan.


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Reply via email to