DISAIN PENELITIAN KOMPATIOLOGI Oktober 2006 Cornelia Istiani,M.Psi.T dan Drs.Juswan Setyawan (Ek.)
ABSTRAK Manusia berkomunikasi untuk berinteraksi dengan diri sendiri dan lingkungan sekitar dirinya. Atau dalam bahasa yang paling sederhana, serangkaian peristiwa yang terjadi di sekitar, dan pada saatnya menafsirkan peristiwa-peristiwa tersebut serta memberikan kesan dan tanggapan yang dirasa paling tepat terhadapnya, atau dengan kata lain adalah pemaknaan terhadap peristiwa tersebut. Berkomunikasi mengindikasikan suatu tindakan yang komunikatif baik verbal maupun non-verbal, yaitu kemampuan yang dimiliki oleh manusia dengan komunikasi empati. Unsur-unsur yang terlibat dalam interaksi adalah sensasi, tindakan, antisipasi dan adaptasi. Sensasi dan tindakan merupakan dua unsur yang saling mempengaruhi dan berkaitan dengan dunia luar atau lingkungan sekitar sebagai input dan output. input diterima sebagai informasi yang akan diproses dengan melibatkan pengukuran dan penyesuaian terhadap informasi yang tersedia dalam memori tanpa menghilangkan noise untuk menentukan variabel/tema, range, rasio, median, modul, titik referensi, dan sebagainya sebelum tindakan sebagai output dimunculkan. Selama dalam proses pengukuran dan penyesuaian ini antisipasi dan adaptasi terjadi. Antisipasi; merupakan suatu tindakan persiapan dalam menghadapi suatu peristiwa yang diyakini akan terjadi dan memperkirakan apa yang akan terjadi di masa mendatang, sedangkan adaptasi; merupakan pembelajaran. Keduanya merupakan proses mental yang terjadi dalam diri sendiri dan membawa efek pada dekonstruksi individu dan perubahan struktur cara berpikir manusia. Kata kunci: interaksi, komunikasi empati, memori, dekonstruksi individu A. LATAR BELAKANG/ANALISIS SITUASI: Fenomena menarik yang disebut sebagai kompatiologi tidak terlepas dari kontroversi kehidupan pribadi Vincent. Sosok Vincent mulai dikenal luas oleh masyarakat sejak menjadi penulis, sebagai anak Indigo, kebiasaan menjadi tukang ngebom e_mail yang berisi pemikiran-pemikirannya di dunia maya, dan mengiklankan diri menjadi dukun/healer dengan masuk dunia metafisika/spiritual. Tidak hanya itu Vincent juga dipersepsikan sebagai seorang psikopat, gila, sombong, keras kepala, dan jorok. Di sisi lain banyak juga yang meyakini Vincent sebagai seorang guru, ilmuwan, mahasiswa kritis, baik dan rendah hati, suka bermain-main, lucu seperti anak kecil dan tidak kurang juga yang menganggap biasa saja sebagai pemuda yang sedang dalam proses pencarian jati diri. Perjalanan pemikiran Vincent diawali menjadi pengamat pasif, mengamati hal-hal yang dianggap sepele dan tidak menarik perhatian orang lain. Hal ini dilakukan sebagai cara yang diambil untuk menghadapi kelemahan fisik, tekanan-tekanan lingkungan dan ortu karena nilai jelek. Pengamatan ini dituangkan dalam tulisan dan menghasilkan karya sebuah buku Berlindung di Bawah Payung, diterbitkan tahun 2001 oleh Grasindo, Jakarta. Kebiasaan menjadi pengamat masih berlanjut ketika pindah sekolah ke Australia dengan perubahan tema, yaitu keinginan untuk menjadi diri yang baru, membentuk diri sendiri lepas dari tekanan-tekanan lingkungan dan orang tua. Tulisannya berisi pengalaman dirinya sehari-hari dengan permasalahan-permasalahannya dan mengungkapkan soal perubahan-perubahan emosional dirinya. Kumpulan tulisannya dibukukan berupa e-book dengan judul Menjadi Diri Sendiri, tidak diterbitkan. Tahun 2003 kembali ke tanah air dan sekolah di The Gandhi Memorial International School (The GMIS). Pergaulan lintas Negara di sekolah ini membawa perubahan struktur cara berpikirnya dan terobsesi pada film-film bertema mata-mata. Obsesi ini membuat Vincent melakukan permainan sebagai partisipan observer & percobaan dengan makan pagi bersama teman sekolahnya, anak-anak dari kedutaan Korea Utara dan makan siang dengan anak kedutaan Mozambique, India dan Oman setiap hari. Kegiatan ini berlangsung hingga lulus dari The GMIS awal tahun 2005. Di salah satu tulisannya yang berjudul;Tentang Manusia dalam Bumi Manusia, Vincent pernah mencoba menggambarkan pola pemikirannya soal partisipan observer & percobaan-percobaan-nya. Tulisan ini sempat memenangkan lomba menulis analisa karya sastra tingkat SMU di Sekolah Pelita Harapan, Karawaci pada tanggal 28 Oktober 2003. Dan dibukukan oleh Pramoedya Institute di halaman pertama buku Pramoedya Ananta Toer dan Manifestasi Karya Sastra, diterbitkan oleh Penerbit Malka, Juni 2004. Tahun 2005 awal, bosan dengan metafisika dan kembali ke dunia tulis menulis. Dengan tetap mengaku sebagai dukun, Vincent menyatakan kekritisannya terhadap proses belajar mengajar di dunia pendidikan. Dia menyatukan apa yang dipelajarinya di dunia tulis menulis sejak SMP dengan pengalamannya di metafisika. Mulai membuat sistem logikanya dengan banyak melakukan percobaan. Vincent setelah jadi guru kundalini sejak Juli-Desember 2004 & pengalaman menjadi penulis yang memiliki penggemar tetap, merasa jenuh jadi tokoh sendirian. Maka itu Vincent punya rencana untuk membuat ilmu pengetahuan yang sifatnya menduplikasi kemampuan dirinya. Ilmu yang dikembangkannya kemudian diberi nama sementara sesuai dengan saran teman-temannya di maillist dengan sebutan pineal re-Programing (PrP). Percobaan demi percobaan dilakukan dengan merekrut murid tetapi sifatnya praktikal saja. Murid yang direkrut menggunakan sebutan juga sebagai dukun. Sistem awal ini masih berubah-ubah namanya, masih menggunakan system tanpa noice dan butuh waktu panjang (tidak sistematis) bisa beberapa hari sampai bulanan membimbingnya, maka dari itu muridnya tidak banyak. Meski masih dengan nama yang belum tepat, sebenarnya dilakukan adalah (1) Mempartisi pineal seperti halnya kita melakukan partisi pada harddisk komputer dan memasukkan operation system natural pada satu diantara beberapa ruangan partisi agar aman. Dan (2) Pada ruangan yang lain dimasukkan satu operation system berbeda untuk setiap ruangan. Operation system baru tersebut tidak di buat/rancang sendiri, tetapi di ambil (copy & paste/download) secara utuh (100%) dari individu lain (baik itu benda hidup maupun benda mati) dengan memanfaatkan hukum alam dimana setiap benda baik hidup maupun mati menginfeksi benda lain dan bersamaan pula terinfeksi benda lain. Semua saling bergesekan dan saling mempengaruhi. Operating system ini dapat di-install dan dapat di-uninstall kapan saja dimana saja tanpa mengganggu operation system yang natural dari individu tersebut. Dapat pula di-replace dengan operating system yang lain. MUNCULNYA NAMA KOMPATIOLOGI Hal lain yang dikembangkan di bangku kuliah adalah eksperimen dengan istilah yang dia gunakan memelet dosen, yaitu istilah norak dari kegiatan bagaimana Vincent membuat konflik berdasarkan kombinasi ke-4 elemen sifat dasar komunikasi manusia (elemen Air, Tanah, Api & Udara). Metode ini diterapkan pada hubungan dengan si dosen dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga tercapai suatu interaksi yang efektif dan efisien antara dosen dan mahasiswa. Kemudian berkembang menjadi studi logika dan komunikasi empati yang bisa diterapkan lebih luas ke berbagai bidang dan mengadakan pelatihan sehari di tahun 2006. Meski dengan judul yang tampak netral tetapi dari percobaan-percobaan dan media yang digunakannya mengindikasikan aroma metafisik yang masih kuat, tapi tidak mengurangi peminat dan penggunanya makin banyak. Melihat apa yang dilakukan Vincent sebenarnya masih berupa suatu metode, yaitu metode berkomunikasi yang melibatkan empati dan sangat efektif untuk melakukan tindakan komunikatif, tidak saja terhadap sesama manusia tapi juga terhadap sesuatu di luar diri sendiri (benda hidup lain dan benda mati) dengan cara copy&paste memori. Setelah pelatihan sehari tersebut maka penelaahan terhadap metode ini dimulai dengan pembahasan tentang reasoning dibalik semua metode yang diperagakan Vincent berkaitan dengan komunikasi empati tersebut. Berbagai tulisan mengenai fungsi otak di mana empati berakar; fungsi RAS yang membawa pada peningkatan sensitivitas manusia karena fungsinya sebagai pengatur sistem lalu lintas informasi antara otak kiri dan kanan; fungsi kognisi manusia (persepsi dan memori) yang terlibat dalam prossesesing informasi, penyimpanan sampai pengambilan keputusan yang memunculkan tindakan komunikatif, melakukan guessing dan prediction yang didasarkan pada memori yang dimiliki oleh individu; dekonstruksi (dan rekonstruksi) individu yang akan membawa pada perubahan struktur cara berpikir individu menjadi lebih baik, dan lainnya. Semua tulisan tersebut dipecah menjadi kitab-kitab dengan mengambil nama dari empat elemen dasar yaitu angin, tanah, api & air dan direncanakan akan dibuat kitab-kitab turunan berdasarkan pengelompokkan ke-4 elemen tersebut. Sedangkan nama Kompatiologi muncul setelah salah satu fakultas kedokteran di Jakarta mengundang tim pengembang komunikasi empati untuk diskusi. Tujuan dari diskusi ini adalah untuk melihat kemungkinan bisa digunakan atau tidak dalam proses pembelajaran dan masuk dalam kurikulum, karena salah satu butir kompetensi seorang calon dokter adalah kemampuan empati. Tindakan komunikatif ini melibatkan pengukuran internal yang dilakukan oleh diri sendiri dalam rangka melakukan antisipasi dan adaptasi terhadap peristiwa atau kejadian yang dihadapi. Antisipasi merupakan persiapan terhadap tindakan paling tepat apa yang akan dilakukan untuk menghadapi suatu peristiwa yang menyenangkan maupun tidak, yang diyakini akan terjadi dan membuat perkiraan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Misalnya; dalam hidup kita mempunyai yang disebut sebagai model/belief sistem untuk memahami lingkungan sekitar. Model ini meliputi setiap detil dari hal-hal yang sederhana sampai yang kompleks, dari pensil, buku, anjing, orang, sampai tujuan hidup. Model/belief sistem inilah yang dimanfaatkan untuk melakukan antisipasi terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi dan membuat keputusan tindakan apa yang paling tepat. Sedangkan adaptasi merupakan proses pembelajaran. Kadang-kadang antisipasi yang kita lakukan kurang tepat atau keliru, maka kita bisa mencari di mana letak kelirunya, berusaha untuk menemukan cara mengatasinya, dan belajar darinya. Dengan demikian ada kemungkinan untuk melakukan penyesuaian terhadap model yang sudah ada dalam diri, model yang telah tertanam dalam diri kita tanpa disadari selama ini. Dalam proses hubungan timbal balik antara antisipasi dan adaptasi ini menjadi lebih mendalam dengan dilakukannya pengukuran terhadap realitas peristiwa yang dihadapi dengan cara menentukan variabel/tema, range, mode, median, titik referensi, dan sebagainya. Pengukuran dilakukan dalam rangka penyesuaian sehingga tercapai keseimbangan antara input yang diterima dari lingkungan sekitar dengan diri sendiri yang disesuaikan dengan tujuan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang telah ditentukan. Penyesuaian terhadap model/belief sistem sangat dimungkinkan karena tidak adanya asumsi dikotomi benar atau salah, tidak ada tujuan yang ideal, semuanya bersifat relatif dalam kompatiologi. Sehingga teori permainan dapat dimanfaatkan untuk menganalisis strategi-strategi secara bebas yang ditujukan untuk mencapai kesuksesan. Teori tersebut dapat menimbang segala kemungkinan resiko dan keuntungan dari semua strategi dalam permainan. Misalnya dalam menghadapi perilaku ekonomi, selalu dilakukan penyesuaian dengan cara yang customized pada klien yang berbeda. Teori permainan juga dapat menjelaskan paradoks yang terjadi dalam masyarakat, yaitu bagaimana orang bisa bekerja sama dalam masyarakat, dengan kondisi terdapat perbedaan status ekonomi, kepentingan, tingkat pendidikan, usia, asal kota, dan sebagainya. Dengan meminjam teori dilema narapidana untuk menjelaskan interaksi antar individu, dengan menirukan konflik-konflik yang ada dalam kehidupan nyata, antara ego dan keinginan mengambil semuanya, atau kerja sama harus diambil untuk memenuhi kebutuhan baik sendiri maupun bersama. Sedangkan John Nash dengan teori permainan non-kooperatif nya menjelaskan, bahwa tidak ada peraturan yang bisa dipaksakan dari luar sampai semua harapan terpenuhi sehingga tercapai kondisi ekuilibrium. Sehingga kompatiologi kurang lebih merupakan suatu pembelajaran tentang strategi permainan yang bersifat customized yang berdasarkan pertimbangan hasil pengukuran, bukan merupakan metode terapi (ada pihak yang terbantu dan yang membantu, ada pihak yang benar dan ada yang salah sehingga perlu bantuan supaya menjadi benar). Kompatiologi tidak mengajarkan bagaimana seharusnya yang cenderung menciptakan topeng baru pada individu, tetapi tidak mendapat kesempatan untuk mencari penyelesaian secara mandiri. Oleh karena itu Vincent menganjurkan para pengguna dan pendekon untuk membuat konstruksi teori masing-masing sesuai dengan special issue yang menjadi fokus masing-masing dalam menggunakan kompatiologi. Sampai disain penelitian ini ditulis, pro/kontra terhadap keberadaan kompatiologi masih terus berlanjut, apakah ilmiah atau tidak, ilmu atau bukan, sejenis dengan hipnotis atau tidak, dan sebagainya. Terlepas dari pro/kontra tersebut, pengguna kompati makin banyak one by one, lintas agama lintas suku dan lintas gender, meski tidak cepat penyebarannya tapi terus mengalir satu persatu seperti sistem sel yang membelah diri dan melakukan replikasi. Sejauh observasi terhadap pengguna kompati yang telah mengalami dekonstruksi, terdapat perubahan struktur cara berpikir pada diri mereka menjadi lebih realistik terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitarnya, menjadi lebih rasional/bernalar. Menciptakan kedekatan jangka panjang terhadap pendekons dan pengguna kompati yang lain dalam waktu singkat. Melihat efek perubahan yang terjadi dalam diri individu, maka sangat dimungkinkan ke depan akan tercipta suatu masyarakat yang lebih rasional yaitu masyarakat yang mampu menentukan pilihan-pilihan terhadap realitas yang dihadapi berdasarkan realitas diri sendiri. Dengan menggunakan kompati batas-batas terhadap suku, agama, dan gender menjadi kabur dan terkikis. Hal ini terjadi karena sistem kerja pikiran para pengguna kompatiologi terbiasa untuk melakukan pengukuran pada hal-hal yang dihadapi dalam dirinya sendiri(ter-ukur), dan yang di luar dirinya sendiri (peng-ukur). Pengukuran dilakukan dengan menentukan karakteristik data berupa range, rasio, mode, median, dan lainnya. Data yang didapatkan dari pengukuran digunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan pilihan. Individu pelaku menjadi lebih paham tentang hubungan antara past, present dan future memori, sehingga ketika orang tersebut mengambil pilihan/tindakan, orang tersebut telah menyadari konsekuensi yang harus dibayar untuk setiap pilihan yang dipilih untuk mencapai tujuan, termasuk jika harus melakukan hal yang merugikan diri sendiri. Di tengah pro/kontra terhadap keberadaan Kompatiologi, peminat terhadap ilmu ini makin bertambah secara konsisten. Melihat efek yang terjadi pada penggunanya seperti yang dijelaskan pada paragraf di atas, maka beberapa permasalahan sebagai tantangan bagi pengembangan kompatiologi memerlukan jawaban segera. Dan jawabannya adalah dengan melakukan penelitian. Sehingga kompatiologi mempunyai tempat berpijak yang kuat. B. KAJIAN TEORITIK: Kompatiologi dimulai dari pengalaman (yang dilakukan oleh Vincent) tanpa pemahaman teori tertentu. Hal ini membuat sulit/tidak mudah merumuskan apa itu ilmu kompatiologi, karena belum ada teori yang pasti sehingga gagasan ilmu kompatiologi ini dengan segala pro/kontranya mengacu pada beberapa teori sekaligus dan menggabungkannya menjadi suatu paduan yang sesuai dengan pemahaman selama ini, yang di dapatkan dari observasi terhadap apa yang dilakukan oleh Vincent dan anggota tim yang lain. Pada dasarnya tujuan dari semua ilmu (entah ilmiah atau tidak) adalah mencoba untuk menjelaskan semua yang terjadi di lingkungan alam sekitar sehingga bermanfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri. Sementara teori yang digunakan untuk menjelaskan fenomena kompatiologi adalah sebagai berikut: I. Hakikat Empati Empati menunjuk pada suatu kemampuan, yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan, keinginan dan atau kebutuhan orang lain tanpa hanyut ke dalam orang lain tersebut. Empati dibangun berdasarkan pada kesadaran akan realitas diri sendiri, semakin terbuka terhadap kemungkinan emosi diri sendiri yang muncul, maka makin terampil kita membaca perasaan, keinginan dan atau kebutuhan diri sendiri. Mimikri motor itulah istilah teknis empati yang dikembangkan oleh Titchener (1920). Meski ada sedikit perbedaan dengan makna empatheia, yaitu ikut merasakan, teori Titchener menjelaskan bahwa empati berasal dari semacam peniruan secara fisik atas beban orang lain, yang akan menimbulkan perasaan serupa dalam diri seseorang dan akan menghilang seiring bertambahnya usia pada anak-anak. Masalah yang timbul adalah bagaimana menumbuhkan kembali empati pada orang dewasa, yang telah mempunyai struktur mental tertentu. Empati menurut kata dasarnya merupakan pemahaman yang sifatnya egaliter, dimana tidak ada siapa yang lebih baik, atau kurang baik sehingga perlu diperbaiki. Siapa konsep yang lebih/kurang benar, dlsb. Empati yang merupakan bagian dari emosi manusia jarang terungkap dengan kata-kata dalam bahasa, tapi dengan komunikasi nonverbal, dengan isyarat. Sehingga kemampuan untuk membaca pesan nonverbal menjadi penting; nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya. Penelitian terlengkap tentang kemampuan nonverbal ini dilakukan oleh Robert Rosenthal, ahli psikologi dari Harvard. Tes empati yang disusun adalah Profile of nonverbal sensitivity(PONS). II. Hakikat Komunikasi Tanpa berkomunikasi manusia tidak mungkin dapat berinteraksi satu sama lain. Orang yang tuna netra terkungkung dalam dunia kegelapan karena tidak dapat berkomunikasi secara visual dengan orang lain. Ia juga tidak dapat membaca dan menulis, kecuali dengan huruf braille di mana orang biasa tidak mengenal aksara tersebut. Demikian pula orang yang tuna rungu tidak mampu berkomunikasi secara vokal atau auditif dengan orang lain. Ia tidak dapat mendengar suara orang lain sehingga tidak mungkin menerima apalagi memahami pesan yang disampaikan orang lain lewat komunikasi vokal atau auditif. Komunikasi empati dapat menerobos hambatan dan kendala-kendala inderawi tersebut dan langsung berakses kepada bawah sadar seseorang. Berkomunikasi mengindikasikan suatu tindakan dalam komunikasi, yaitu tindakan yang komunikatif baik verbal maupun nonverbal. Model tindakan komunikatif menurut Habermas tidak menyamakan tindakan dan komunikasi. Bahasa adalah alat komunikasi untuk mencapai pemahaman timbal balik, sementara pelaku , yang berusaha mencapai pemahaman satu sama lain agar mampu menata tindakan-tindakan mereka, mengejar tujuan-tujuan tertentu. Konsep tindakan sosial dibedakan menurut caranya membuat spesifikasi koordinasi di antara berbagai tindakan yang berorientasi pada tujuan dari berbagai partisipan sebagai kalkulasi atas manfaat yang saling mempengaruhi, sebagai konsensus integrative tentang berbagai norma dan nilai yang ditanamkan melalui tradisi budaya dan sosialisasi, atau sebagai tercapainya pemahaman menurut proses penafsiran secara kooperatif. Keberhasilan penafsiran yang menjadi dasar bagi proses kooperatif atas situasi tertentu menggambarkan mekanisme yang diperlukan untuk menata tindakan: tindakan komunikatif bukannya hilang karena tindakan mencapai pemahaman. Argumentasi dari Habermas tentang kemampuan dalam berkomunikasi memiliki inti universal, struktur dasar dan aturan fundamental yang dikuasai dalam belajar berbicara dengan bahasa. Kompetensi komunikatif bukan hanya soal merangkai kata-kata gramatikal dan menciptakan good image atau membuat pencitraan diri. Dalam berbicara misalnya kita menceritakan pada dunia, kepada orang lain, tentang maksud, perasaan dan hasrat-hasrat kita. Pada masing-masing dimensi tersebut selalu terjadi klaim terhadap validitas apa yang dikatakan, maksudkan, dan yakini. Biasanya klaim seperti ini dapat di kritisi, dipertahankan, atau di revisi. Ada banyak cara untuk mengakhiri klaim yang saling berlawanan, misalnya dengan menggunakan otoritas, tradisi atau paksaan. Cara ini masih dipandang sebagai cara tradisional sebagai gagasan rasionalitas yang paling dasar dan fundamental. Pengalaman tentang pencapaian pemahaman timbal balik dalam komunikasi yang bebas dari paksaan-lah yang coba dikembangkan di dalam kompatiologi, sedangkan Habermas mencoba mengembangkan gagasan rasionalitas dalam masyarakat. III. Fungsi Kognisi (Memori) Memori mempunyai peran penting dari keseluruhan proses kognisi dalam diri manusia, yaitu dari persepsi, penalaran sampai pengambilan keputusan. Memori bukan sekedar gudang informasi tapi juga menggambarkan bagaimana individu membentuk identitas dirinya sendiri, menjadi siapa, dapat dilacak dengan melakukan analisis terhadap isi dan cara kerja memori tersebut. Memori bekerja berdasarkan asumsi bahwa memori terhadap suatu peristiwa yang melibatkan konflik, kontradiksi, sesuatu yang baru dan ke-tidak akrab-an dapat menginformasikan suatu proses informasi diri. Hal tersebut dikarenakan peristiwa tersebut membutuhkan refleksi dan kajian ulang dalam kaitannya dengan apa yang telah dijaminkan sebelumnya. Apa yang telah di konstruksi secara sosial sebagai problematik di masa lalu tersebut dan bagaimanakah kontradiksi tersebut dapat dipecahkan merupakan sesuatu yang dapat memberikan konsekuensi terhadap perasaan pemaknaan diri individu. Perasaan terhadap diri dapat dibentuk dari kebiasaan-kebiasaan rutinitas yang tidak mengalami refleksi. Karena sering kali kita tidak merefleksikan apa yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari maka siapa diri kita sekarang ini merupakan bentukan dari hal tersebut. IV. Neuro Biologi Empati Pada awalnya setelah ilmuwan mengenal perbedaan fungsi dari kedua belahan otak orang terjebak pada pemikiran bahwa kedua belahan otak bekerja secara otonom tanpa campur tangan satu sama lain. Kemudian ternyata selain kedua bagian otak itu memiliki fungsi tersendiri dan terpisah namun ada semacam bagian yang menjembatani arus bolak-balik informasi antara kedua bagian belahan otak tersebut yang disebut Corpus Callosum. Sedangkan traffic managing system bagi pengaturan arus tersebut dilakukan oleh reticular activating system atau RAS. Sistem kerja kedua belahan atau hemisfir otak bersifat vektoral yang dapat dianalogikan dengan sistem kerja pada suatu perangkat sound system yang bersifat stereophonic. Alat sound system itu memisahkan nada-nada yang keluar pada pengeras suara kiri yang berbeda output nadanya dengan yang kanan. Namun, baik secara bergiliran dan juga kadang-kadang secara bersama-sama mampu menghasilkan suatu output musik yang harmonis dan enak didengar. V. Filsafat Nir-Aku Dalam Kompatiologi Ilmu Kompatiologi berpangkal dan berakar pada filsafat nir-aku (egoless self philosophy). Orang harus meninggalkan sifat keakuannya (selfishness) sedemikian rupa sehingga memungkinkan dia untuk masuk ke dalam alam pikiran dan kesadaran orang yang diajaknya berkomunikasi. Semakin mampu orang mengosongkan dirinya (kenosis) dari kepentingan-kepentingan yang bersifat keakuan (selfishness) semakin mampu ia berempati kepada orang lain. Ia harus mampu melepaskan kepentingan dan hasrat pribadinya (to detach) termasuk gengsinya sebelum berkomunikasi dengan orang lain. Orang yang selfish maupun yang egosentris akan menghadapi kendala yang amat besar untuk mempelajari ilmu Kompatiologi. Terlebih-lebih lagi mereka yang memiliki tujuan imoral kendati tersamar terhadap orang yang diajaknya berkomunikasi yang memang sedang dalam posisi rentan karena sedang bermasalah. V.1. Keunggulan Dalam Kekosongan Dalam kekosongan (selflessness) barulah orang dapat memberikan diri seutuhnya untuk menyerap secara osmotik pikiran, perasaan serta motivasi orang lain. Bila orang masih penuh dengan pikiran, perasaan serta motif subyektif pribadinya sendiri maka tidak tersedia cukup ruang kosong untuk menyerap hal yang sama dari pihak orang lain. Dengan demikian kekosongan itu bukanlah suatu kerugian (disadvantages) melainkan justru merupakan suatu keuntungan (advantages) bagi suatu hubungan komunikasi empati. V.2. Keunggulan Dalam Kesetaraan Dalam kekosongan karena pengosongan diri tersebut orang menempatkan dirinya sama dan sejajar (setara) dengan orang yang diajak berkomunikasi empati. Hanya dalam kebersamaan yang setara inilah proses osmosis pikiran, perasaan dan motivasi orang lain dapat diserap dengan sebaik-baiknya. Aku dan orang lain bukanlah lagi entitas yang terpisah satu sama lain - kecuali secara fisik melainkan adalah satu dan sama dalam kondisi keterhubungan osmotik dalam memori kolektif mereka bersama. Aku adalah kamu dan kamu adalah aku secara osmotik. VI. Dekonstruksi/rekonstruksi Dekonstruksi merupakan sebuah istilah yang merujuk pada pembongkaran teks-teks, strategi intelektual atau model pemahaman yang dikembangkan oleh Jacques Derrida. Selanjutnya derrida memperlihatkan bahwa tulisan misalnya kalau dinilai benar maka merupakan prakondisi dari bahasa dan ada bahkan sebelum ucapan oral. Kalau tulisan dilihat dari sekedar grafis dalam pengertian normalnya, maka tidak benar bahwa tulisan merupakan representasi palsu, atau topeng dari ucapan. Kenyataannya tulisan melepaskan diri dari ucapan dengan segala asumsi kebenaran alamiah dan dari predikat sebagai topeng dari logos. Tulisan merupakan sebuah permainan bebas unsur-unsur dalam bahasa dan komunikasi. Tulisan merupakan perubahan makna secara terus menerus, dan perubahan ini menempatkannya pada posisi diluar jangkauan kebenaran mutlak (logos). Derrida melihat tulisan merupakan jejak bekas tapak kaki yang mengharuskan kita menelusurinya untuk mencari si empunya kaki. Proses dari berpikir, menulis, berkarya berdasar jejak kaki ini yang disebut sebagai differance. Derrida mendefinisikan sebagai berikut: Differance merupakan permainan sistematis, perbedaan-perbedaan, jejak dari perbedaan, pen-jarak-an yang dengan cara tersebut unsur-unsur dikaitkan satu sama lain. Pen-jarak-an ini merupakan kegiatan yang aktif dan pasif sekaligus secara simultan. Menurut akarnya, dekonstruktivisme tidak berakar pada pengertian derrida tapi berasal dari konstruktivisme Rusia. Dalam model berkarya yang asli, para artis Konstruktivisme mengembangkan bentuk dengan menggali kemungkinan dari prinsip-prinsip konstruksi dan permesinan. Dalam eksperimen yang mereka lakukan dengan memecah volume bentuk menjadi beberapa komponen, dan merekonstruksi elemen-elemen tersebut dengan cara yang rasional untuk mendapatkan hasil akhir. Bentuk akhir ini akhirnya dapat diapresiasi dengan model dekonstruksi derrida. Dan agar dekonstruksi menghasilkan dinamika kreativitas dan produktivitas yang berguna bagi kemajuan individu, maka diperlukan tahap berikutnya yang mengikuti yaitu rekonstruksi. Sebuah proses penataan ulang secara terus menerus terhadap struktur yang telah di dekonstruksi tadi, akan memerlukan waktu bagi hidupnya struktur beserta konsensus yang membangunnya. Jadi dilakukan tidak pada sembarang waktu tapi pada saat sebuah struktur telah mengalami degradasi, dan sebaliknya rekonstruksi harus selalu ditempa oleh masyarakat lewat perkembangan waktu, yang tidak teruji tidak layak hidup. C. PERUMUSAN MASALAH : Melihat perkembangan Kompatiologi sampai saat ini maka ada beberapa permasalahan diantaranya: 1. Belum ada pembuktian ilmiah 2. Tesis dari kompatiologi perlu pembuktian 3. Masalah dinamika dekonstruksi individu dalam kompatiologi 4. Mengukur perubahan yang terjadi 5. Merumuskan kelebihan dan keterbatasan kompatiologi 6. Asumsi yang melandasi kompatiologi 7. Pertanyaan epistemologi bagi kompatiologi 8. .............. D. TUJUAN : Tujuan dari penelitian kompatiologi adalah untuk menyusun landasan berpijaknya kompatiologi sebagai ilmu, sehingga pemanfaatan kompatiologi sebagai ilmu semakin meluas jangkauan penggunanya, baik dalam jangkauan geografis maupun bidang terapannya. Setelah itu dengan melakukan tindakan komunikatif berdasarkan komunikasi empati diharapkan tercapainya masyarakat yang independen tidak lagi terikat pada dan dibatasi oleh premis-premis subjektif teori sosial (terbebas dari topeng-topeng, terkait dengan dinamika dekonstruksi individu) dan mampu melakukan pengukuran dan penyesuaian sehingga mampu menentukan pilihan-pilihannya sendiri berdasarkan pengukuran realitas yang customized. E. METODOLOGI PENELITIAN : E.1. Studi Awal : Focus Group Discussion (FGD) pada level pengguna dan masyarakat, diperkirakan 5 kali FGD meliputi kelompok : * Pengguna yang sudah mengalami dekonstruksi. * Pengguna yang telah mampu melakukan dekonstruksi terhadap peminat kompati secara tandem atau mandiri. * Akademisi * Praktisi * Masyarakat umum / LSM. E.2. Pendekatan Kualitatif: Dalam kerja Memori, perbedaan antara peneliti dan yang diteliti, antara pengumpulan data dan analisis, antara akademik dan pengetahuan keseharian memperoleh tantangan. Metoda ini meliputi proses kerja kelompok yang terdiri dari proses mengingat, membandingkan, mendiskusikan dan menyusun teori. Kerja Memori dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan tahunan untuk diselesaikan dan beragam pemahaman juga sangat dimungkinkan terjadi. Beberapa proyek Kerja Memori bahkan telah memperjelas dan memperdalam konsep-konsep tertentu yang dimiliki partisipan dan juga menantang konsep-konsep teoretis psikologis. Karena kekhasan metode Kerja Memori dalam prosedur penelitiannya maka ada baiknya kita memperhatikan arahan dari Haugg (1987) agar tercapai proses analisis dan perumusan teori yang sistematis. Proses penelitian dipisah menjadi tiga: fase 1 berkaitan dengan penulisan memori, fase 2 analisis memori, dan fase 3 integrasi dan pembentukan teori. Fase 1: Pengumpulan Memori Langkah 1: Membentuk kelompok memori Kelompok Kerja Memori dapat memiliki anggota dari empat hingga delapan anggota. Crawford(1992) merekomendasikan agar anggota-anggota kelompok tersebut memiliki karakteristik yang hampir sama dalam hal topik yang sedang diteliti. Untuk beberapa topik, teman sebagai anggota kelompok mungkin akan lebih sesuai. Langkah 2: Memilih perangsang / pemicu Untuk memfasilitasi anggota kelompok untuk menulis memori, diperlukan suatu pemicu yang sesuai. Tidak mudah untuk mendapatkan pemicu yang tepat. Pemicu yang dianggap populer seperti cinta pertama amarah belum tentu dapat menjadi pemicu memori yang baik. Hal ini karena kerja memori lebih tertarik pada proses bagaimana diri dibentuk dalam lingkup sosial daripada memperoleh akses kepada konstruksi sosial yang mendominasi lingkup sosial kita. Pemicu yang efektif bersifat spesifik dan tidak abstrak. Langkah 3: Menulis memori Setiap angota kelompok menulis ingatan mereka sesuai dengan pemicu yang ada. Penulisan memori dapat berlangsung dalam pertemuan kelompok atau di luar kelompok itu sendiri. Crawford dan kawan-kawan (1992) menyarankan bahwa periode penulisan memori dapat berlangsung lama sehingga lebih ideal apabila diadakan di luar pertemuan kelompok tersebut. Untuk meyakinkan memori ditulis dengan cara yang sesuai dengan analisis Kerja Memori maka diharapkan penulisan menggunakan orang ketiga tunggal dan melibatkan keadaan yang sangat detail. Adalah penting untuk menghindari pensensoran informasi yang nampaknya tidak relevan dan juga menghindarkan interpretasi ataupun pembenaran. Gaya penulisan sebaiknya deskriptif namun kaya dan detail. Hal ini dikarenakan catatan orang pertama yang berisikan penjelasan autobiografis dapat mengarah kepada pembenaran diri namun menghindarkan kontradiksi dan konflik informasi. Fase 2: Analisis memori Langkah 4: Analisis teks Anggota kelompok berkumpul kembali dengan catatan memori mereka. Awalnya individu menganalisis secara mandiri dan terpisah. Setiap anggota kelompok diberikan salinan tercetak dari setiap memori yang dicetak. Catatan memori yang ada tersebut diuji setelah diurutkan sesuai dengan urutan peristiwa yang ada. Kemudian dianalisis berdasarkan relasi peran, kontradiksi, pernyataan yang dibuat dan juga banyaknya hal-hal yang tidak dicatat. Tahapan ini penuh dengan proses berbagi seperti tahap pertama dari Analsis wacana Foucaldian yang betujuan menganalisis konstruksi sosial dari setiap makna yang ada dalam catatan memori. Langkah 5: Analisis Cross-Sectional Di sini, rekanan peneliti membandingkan memori mereka satu sama lain dengan memperhatikan kesamaan dan perbedaan dan juga tema-tema yang sering kali berulang-ulang. Fokus dari kegiatan ini terletak pada relasi sosial di mana memori dapat ditemukan dan juga pemaknaan budaya yang melatari perolehan memori tersebut. Anggota kelompok mengeksplorasi memori-memori tersebut sebagai manifestasi dari lingkup sosial mereka. Hal ini berarti ada proses pembentukan konsep populer, gambaran-gambaran yang sesuai dengan memori mereka. Adalah juga penting untuk memperhatikan apa yang tidak ada dalam memori atau apa yang seharusnya tidak ada. Langkah ini berusaha untuk membuka atau menemukan proses yang ada dalam konstruksi pemahaman logika. Diskusi kelompok yang berdasarkan pada analisis tekstual atau analisis Cross sectional direkam dalam tape dan kemudian ditranskripkan. Transkrip tersebut kemudian menjadi data untuk analisis yang lebih jauh lagi dalam fase 3. Langkah 6: Penulisan kembali memori Pada proses langkah ini sangat bermanfaat bagi anggota kelompok untuk meninjau kembali dan menulis kembali apa yang telah ditulisnya melalui proses analisis tekstual dan analisis cross sectional. Menulis memori kembali merupakan suatu cara untuk mempertajam kembali kesadaran proses pemaknaan melalui cara yang berbeda dalam memaknakan peristiwa yang sama tersebut. Di sinilah kerja memori berkaitan dengan proses penyadaran kembali. Fase 3: integrasi dan pembentukan teori Langkah 7: analisis transkrip dan memori Sekarang adalah waktu untuk membandingkan dan mengontraskan memori yang telah diproduksi sesuai dengan pemicu yang khusus (individual spesial isue). Transkrip-transkrip dari diskusi kelompok yang berkenaan dengan memori merupakan data yang lebih dalam lagi untuk dianalisis secara integratif. Ideide yang dikumpulkan oleh anggota kelompok dalam keterkaitannya dengan konstruksi sosial tertentu merupakan suatu bentuk penilaian kritis dan bersifat lebih jauh lagi secara teoretis. Teori-teori dan model-model yang sudah ada, juga dieksplorasi melalui masukan-masukan kelompok. Berapa banyakkah model-model yang sudah ada yang dapat dimodifikasi untuk mengakomodasi data yang sudah ada? Teori seperti apakah yang dapat menjelaskan observasi kelompok? Sebagai tambahan, pendapat-pendapat harian dan juga persepsi logis juga cenderung untuk memperoleh penilaian ulang secara kritis. Sekali lagi kita dapat melihat bahwa kerja memori menantang kategori-kategori dan perbedaan-perbedaan yang sudah ada. Dalam kerja memori, transkrip tekstual dan cross sectional kelompok yang sudah ada digunakan dalam data sementara teori psikologis dan wacana harian tergantung pada penilaian yang sama. Pengumpulan data dan fase analisis tidak dibedakan secara jelas seperti dalam Grounded Theory ketika wacana harian dan teoretis dilibatkan. Langkah 8: Menulis Kerja Memori Proses penulisan Kerja Memori masih merupakan bagian fase 3. Dalam proses ini dapat terjadi revisi dan klarifikasi proses formulasi teori. Karena kerja memori merupakan kegiatan kolektif maka menulis tidak dapat dipisahkan dari proses diskusi yang lebih dalam. Kerangka tulisan harus dapat dibaca dan di diskusikan oleh rekan peneliti. Hal ini dapat memicu munculnya ide baru dan juga perubahan dalam analisis memori yang sudah ada. E.3. Pendekatan Kuantitatif Fase 1: Konfirmasi dari hasil studi kualitatif Metode survey dengan menggunakan kuesioner, disebar pada sekitar 100 - 200 masyarakat setempat yang dilakukan sebagai langkah konfirmasi dari hasil studi kualitatif. Fase 2: Penyusunan Alat Ukur Meminjam istilah dari DeMarco,apa yang tidak bisa diukur maka tidak bisa dikontrol. Seperti orang mengendarai mobil tapi tidak mempunyai komponen-komponen mobil seperti spedometer, odometer, indikator temperatur, indikator bahan bakar, dan sebagainya. Maka yang akan terjadi adalah tidak bisa kita membuat prediksi kapan sampai tempat tujuan, bahan bakar masih dapat digunakan kira-kira berapa jauh lagi, dan sebagainya. Begitu juga dalam perubahan struktur internal individu dan kemampuan individu melakukan antisipasi dan adaptasi terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Dalam penelitian ini terdiri dari dua langkah atau dua bagian yaitu; * Langkah 1: Pengukuran terhadap perubahan struktur cara berpikir dan * Langkah 2: Penyusunan alat ukur terhadap kemampuan nonverbal. Keduanya mempunyai proses yang kurang lebih sama, yaitu: a. Mendefinisikan tujuan b. Menderive pertanyaan-pertanyaan c. Mengembangkan skala d. Mendefinisikan data dan pengumpulannya e. Melakukan analisis data yang telah terkumpul f. Alat ukur selesai Proses penyusunan alat ukur ini bisa dilakukan secara simultan dengan pendekatan kualitatif. E.4. Tenaga Penelitian * Advisory board : Vincent Liong, Juswan Setyawan * Ketua tim peneliti: Cornelia Istiani,M.Psi.T * Tim Peneliti: Merkurius Adhi Purwono, Ondo Untung, Wursita .... * +/- 10 orang pengambil data lapangan, yang akan diterjunkan dalam lokasi penelitian. E.5. Jadwal Penelitian (sementara) Total jadwal penelitian dan workhsop diperkirakan berjalan selama dua tahun, dengan urutan: * Tahun pertama; Bulan 1 : Persiapan FGD Bulan 2 : Pelaksanaan FGD Bulan 3 : Analisis dan laporan kegiatan FGD dan persiapan tahap Bulan 4 : pelaksanaan tahap kualitatif * Tahun kedua: Bulan 1- 4 : pelaksanaan lanjutan dari tahap kualitatif Bulan 5 : analisis data kualitatif Bulan 6 : Workshop 1 & 2 Bulan 7 : laporan tahap kualitatif dan persiapan tahap kuantitatif Bulan 8-10 : pelaksanaan tahap kuantitatif Bulan 11 : analisis data kuantitatif Bulan 12 : Workshop 3 & 4 F. MANFAAT : Berdasarkan tujuan di atas, output dari penelitian ini diharapkan untuk masing-masing tahapan sebagai berikut: 1. Tahap Studi Awal FGD yang dilakukan diharapkan memberikan masukan, pemahaman, pengertian dari konsep-konsep tentang komunikasi empati yang berlaku pada masing-masing individu dan masyarakat. Sehingga diperoleh suatu pemetaan terhadap pola pembentukan diri individu, pola perubahan setelah menggunakan kompati, dan membuat model struktur ilmu kompatiologi. Selain itu mendefinisikan manfaat yang didapat dengan penggunaan kompati dalam berinteraksi dengan lingkungan di luar diri sendiri. 2. Tahap studi kualitatif Studi kualitatif yang dilakukan dengan pendekatan terhadap Kerja Memori diharapkan mengonfirmasi hasil temuan pada studi awal dan memberikan gambaran tentang dinamika dekonstruksi/rekonstruksi individu setelah menggunakan kompati. Sehingga akan diperoleh bagaimana individu mengalami perubahan struktur cara berpikir (yang dalam prosesnya melibatkan fungsi kognisi/memori, persepsi) dan menjadi diri yang baru, bagaimana individu terbebas dari belenggu norma, dogma yang telah tertanam dan menjadi realitas yang tidak disadari lagi, berubah menjadi individu dengan realitas diri sendiri yang baru dan mempunyai fleksibilitas terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitarnya, serta untuk melihat bagaimana hubungan timbal balik antara antisipasi dan adaptasi berlaku dalam diri masing-masing individu. Setelah itu sangat dimungkinkan untuk mendapatkan gambaran dan pemicu untuk melakukan dekonstruksi yang bersifat massal terhadap memori kolektif masyarakat dan diharapkan terbentuk suatu masyarakat yang lebih sadar akan realitas dirinya sendiri sehingga mampu membuat keputusan untuk melakukan tindakan yang sesuai. 3. Tahap studi kuantitatif Studi dengan pendekatan kuantitatif perlu dilakukan selain sebagai pelengkap juga karena manfaat yang biasa didapatkan adalah untuk mengetahui kecenderungan individu pengguna kompati, posisi kompatiologi terhadap ilmu-ilmu yang lain, serta pembuatan alat ukur terhadap perubahan sebagai akibat dekonstruksi dan terbentuknya alat ukur terhadap kemampuan nonverbal. G. RENCANA KEGIATAN : G.1. Tahap awal/FGD: G.2. Tahap studi Kualitatif: G.3. Tahap Studi Kuantitatif: H. Workshop dan seminar Workshop dan seminar diselenggarakan dengan tujuan untuk merumuskan dan menggali; kebutuhan-kebutuhan, permasalahan-permasalahan seputar konstruksi diri, alternatif meningkatkan kemampuan berinteraksi dan perubahan. Workshop sendiri merupakan kegiatan untuk menyosialisasikan dan mendiskusikan hasil temuan dari masing-masing tahap penelitian. Tujuannya untuk mendapat masukan dan umpan balik dari apa yang menjadi temuan penelitian dan kemungkinan-kemungkinan lain yang terkait dengan komunikasi empati. Peserta yang diharapkan hadir: * akademisi * praktisi * masyarakat * pemuka agama * Lsm * ........ Jakarta, 24 Oktober 2006 Cornelia istiani Bilamana anda berminat berpartisipasi; support dana, sukarelawan, pengguna, dlsb... kami dapat dihubungi melalui... contact persons: * Vincent Liong / Liong Vincent Christian cdma: 021-70006775 telp: 021-5482193, 5348567 email: <[EMAIL PROTECTED]> Bank Account: Bank Central Asia (BCA) a/c: 178-117-9600 a/n: Liong Vincent Christian * Cornelia Istiani,M.Psi.T cdma: 021-68358037 hp: 081585228174 email: <[EMAIL PROTECTED]> Bank Account: Bank Mandiri a/c: 006-00-0446578-1 a/n: Istiani maillist: * [EMAIL PROTECTED] (1200 members) http://groups.yahoo.com/group/vincentliong * [EMAIL PROTECTED] (138 members) http://groups.yahoo.com/group/komunikasi_empati * [EMAIL PROTECTED] (89 members) http://groups.google.com/group/komunikasi_empati * [EMAIL PROTECTED] (1560 members) http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif * [EMAIL PROTECTED] (765 members) http://groups.yahoo.com/group/r-mania Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com posting : psikologi_net@yahoogroups.com berhenti menerima email : [EMAIL PROTECTED] ingin menerima email kembali : [EMAIL PROTECTED] keluar dari milis : [EMAIL PROTECTED] ---------------------------------------- sharing artikel - kamus - web links-downloads, silakan bergabung di http://psikologi.net ---------------------------------------- Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/