Asslamu'alaikum wr. wb. Entahlah apa informasi ini benar, kalau saja benar maka alangkah kasihan nya tetangga saya yang orang sukabumi itu. Untung saja sanak dikampuang indak ado nan tertarik jadi TKW di Saudi.
wassalam AYT ==================================================== * Menelusuri Pelacuran Gelap WNI di Arab Saudi (1 Ada Pangkalan Pelacur Indonesia di Jeddah Selasa, 29 April 2003 Jika ingin membuktikan adanya jaringan pelacuran gelap warga negara Indonesia (WNI) di Arab Saudi, cobalah Anda menunggu di sekitar Toko Bandung atau Restoran Bali di distrik Syarafiyyah, Jeddah, sekitar pukul 23.00 hingga dini hari. Dua atau tiga rombongan perempuan Indonesia akan keluar mengenakan pakaian abaya terbuka menunggu pelanggan datang. Di sini tidak ada wanita keluar malam tanpa didampingi muhrim kalau bukan pelacur, tutur Ketua Dewan Syura Partai Kebangkitan Bangsa Arab Saudi, Habib Sayed Mochsin Alhabshy, suatu ketika kepada Duta di Jeddah. Semula tidak sedikit pun terlintas dalam benak ada jaringan pelacuran gelap di negeri petrodolar Arab Saudi. Terlebih kabar tersebut melibatkan ratusan wanita asal Indonesia. Namun, malam itu juga Duta membuktikan. Dari sebuah apartemen milik seorang kawan tidak jauh dari tempat yang dimaksud, wartawan harian ini menunggu detik-detik keluarnya perempuan sebangsa menjajakan cinta sekejap kepada bangsa lain di negeri orang. Malam itu sudah menunjukkan pukul 23.30 Waktu Arab Saudi (WAS), namun baru muncul seorang wanita ditemani seorang pria. Keduanya berumur sekitar 25 tahun. Wanita berkaca mata itu membuka penutup kepalanya dan tampak jelas berambut cekak seleher. Sementara abaya hitamnya dibiarkan terbuka sebagai tanda dia sedang mengundang para calon pelanggan. Sambil melintas di sekitar remang "Pohon Soekarno" tidak jauh dari lokasi, sayup-sayup terdengar logat dialek wanita itu berasal dari sebuah daerah di Jawa Barat. Duta terus memperhatikan gerak-gerik mereka dari mobil yang diparkir sekitar 300 meter dari lokasi. Tidak lama kemudian muncul lagi dua wanita sejenis dari sebuah taksi. Persis seperti wanita pertama, keduanya juga mengenakan pakaian abaya hitam dengan penutup kepala dibiarkan terbuka. Malam semakin larut. Pagi pun datang. Satu persatu wanita Indonesia itu habis dibawa oleh seseorang yang entah berkebangsaan apa. Yang jelas, wanita Indonesia di Arab Saudi terkenal tidak berharga alias murah. Mereka yang ingin menyalurkan hasrat biologisnya dengan cepat, cukup menyediakan dana 50 real saja sudah dapat mengambil dari lokasi. Karena saking tidak berharganya wanita Indonesia di Arab Saudi, hingga mucul istilah “Abu Khomsin” atau “wanita seharga 50 real” untuk sekali pakai. Di Arab, untuk menyebut harga sesuatu, misalnya menanyakan jam tangan yang seharga 160 real, cukup dengan menyebut “Abu Miah wa Sittin”, maka dihadapan Anda akan tersedia beberapa merek jam seharga yang dimaksud. Demikian juga berlaku untuk wanita Indonesia yang dihargai hanya 50 real. Pada hari berikutnya, Duta sengaja berkeliling dengan taksi di daerah penampungan yang banyak dihuni oleh para tenaga kerja wanita Indonesia (TKW) yang melarikan diri dari majikannya. Dari daerah seperti inilah, menurut kesaksian sejumlah mukimin Indonesia di Jeddah, biasanya banyak wanita penjajah cinta lahir. Para wanita penghibur di Arab Saudi biasanya disebut dengan panggilan “Sarmud” alias WTS. “Indonesia shaghir…. suwayya…. (maaf, “barangnya” wanita Indonesia kecil-kecil dan permainannya pelan,” ujar sopir taksi yang mengaku dari Benggali itu. Bahkan pada kesempatan lain ada sopir taksi dari Pakistan menanyakan stok wanita panggilan dari Indonesai yang siap dikencani. Pelacuran terselubung wanita Indonesia di Jeddah ternyata sudah bukan rahasia lagi, mulai dari bisik-bisik sesama TKI hingga bangsa negara lain turut membicarakan wanita Indonesia. Bahkan ketika Duta bertemu dengan Ustazd Fudoili, seorang aktivis Partai Keadilan Arab Saudi, dia menunjukkan foto seorang wanita Indonesia sedang setengah telanjang digandeng dua pria Benggali. “Foto ini sudah pernah saya kirim ke Habib Riezik Shihab (komandan FPI) di Jakarta agar menekan pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan baru dalam pengiriman TKW,” ujarnya. Kurang Pendidikan Menurut mukimin ini, banyak wanita Indonesia jatuh ke dalam lembah nista di Arab Saudi karena sebagian besar TKW yang dikirim pemerintah kurang berpendidikan dan berangkat tidak disertai suami. Peran suami bagi seorang TKW dirasakan sangat berpengaruh terhadap kemungkinan seseorang jatuh dalam lingkaran setan pelacuran gelap. Sebab, para hidung belang tidak akan memiliki kesempatan menjebak TKW jika jelas ada suaminya. “Ada seribu alasan wanita Indonesia menjadi sarmud di negeri orang. Sebagian besar mengaku pada awalnya melarikan diri alias kabur dari majikan karena mengalami pelecehan seksual. Jumlahnya mungkin 60 % hendak diperkosa, 20% over time tidak sesuai dengan perjanjian kerja, ada lagi karena gaji tidak dibayar sekitar 20%. Lari dari majikan bagi TKW kita sama dengan masuk ke mulut singa. Oleh karena pendidikannya rendah, mereka tidak mengetahui prosedur melapor ke perwakilan RI, dan memilih minta tolong kepada sembarang orang, terutama tukang taksi. Tragisnya, dari kasus yang sering terjadi, TKW ini tidak dibawa ke KJRI, tapi diboyong ke flat sopir taksi tersebut kemudian di sana dikerjain,” tutur Ustazd Fudoili. Masih menurut keterangan pengurus Islamic Center Indonesia di Jeddah itu, berdasarkan pengalaman di lapangan, TKW yang berangkat bersama suami biasanya bekerja serumah atau di lain tempat, tapi jika ada masalah, keadaannya tidak pernah separah nasib TKW yang sendirian. Yang menyedihkan, wanita-wanita Indonesia yang malang tersebut terkenal paling mudah dikerjai oleh para pecundang, sementara para tukang taksi sendiri sudah mengetahui persis posisi sulit yang sedang dihadapi oleh TKW tersebut. Apalagi jika diketahui mereka berangkat ke Saudi tidak disertai suaminya, semakin terbuka jalan menjadikan TKW tersebut sebagai “barang simpanannya”. Biasanya, tukang taksi yang paling sering menyimpan stok wanita Indonesia berasal dari Benggali dan Pakistan, meski tidak sedikit juga sopir taksi dari negeri sendiri yang tega menjadikan mereka sebagai barang simpanannya. Belakangan ada kecenderungan oknum sopir taksi Indonesia yang justru mencari TKW kaburan untuk diperdagangkan kembali dengan harga mahal. Menyimpan wanita bukan muhrimnya di flat atau apartemen adalah perkara mudah. Sebab, peraturan pemerintah setempat yang mensyaratkan penyewaan flat harus dengan bukti surat keluarga (Ailah) tidak berlaku ketat. Terlebih tidak ada kontrol kuat dari pemilik imarah (apartemen, mirip rumah susun di Indonesia) sehingga para penyewa dapat dengan mudah memasukkan orang lain kapan saja tanpa diganggu tetangga sebelah. Kesaksian wartawan harian ini selama menelusuri tempat-tempat yang diduga kuat dijadikan sebagai tempat pelacuran gelap dan terselubung membuktikan bahwa pasangan kumpul kebo bebas kencan di flat-flat yang disewakan di Jeddah. Di tempat ini, jika mata kita jeli dan rajin “belanja” akan menjumpai beberapa wanita Indonesia berpakaian seronok nan menantang. Lalu bagaimana nasib wanita malang yang “ditolong” sopir taksi itu? Ternyata mereka dijadikan simpanan selama berbulan-bulan. Diberi makan, difasilitasi tempat tinggal dan diberi uang pegangan. “Setelah kenyang, dijual ke temannya dengan harga 50 real untuk sekali pakai. Mengenaskan sekali nasib TKW kita. Apalagi sebagian besar sopir taksi dari Benggali dan Pakistan di sini tidak datang dengan istri, persis seperti TKW kita yang tidak didampingi suami. Cerita ini benar-benar banyak terjadi. “Sampai ada pembicaraan, umpama hadis, pasti kabar ini sahih (valid),” kata Ustad Fudoili. _______________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://groups.or.id/mailman/listinfo/rantau-net _______________________________________________