MimbarMInang, Rabu, 04/07/2001
Eksistensi Keruangan Nagari

RUANG Nagari merupakan representasi dari warisan dan kekayaan peradaban
manusia yang di definisikan sebagai pola tatanan sosial kemasyarakatan pada
alam Minangkabau yang merupakan kombinasi antara dinamika alam dengan
aktifitas manusia yang mendiaminya, memanfaatkan, mengelola, dan menjaga
keberlangsungannya dalam suatu proses peradaban yang panjang dan masih
berlangsung sampai sekarang ini. Ia adalah bagian muka bumi yang telah
tertransformasi oleh intervensi manusia menurut suatu konsep budaya tertentu
dan merupakan rekaman sejarah perkembangan pemikiran dan aktifitas yang
terukir di atas permukaan bumi berupa struktur arkheologi, bangunan
vernakuler, dan karakter guna lahan dan sistem pewarisannya.

Suatu area dapat dikatakan sebagai sebuah Nagari apabila ia merupakan media
pengikat antara budaya dan alam. Ia merupakan model pemanfaatan yang
berkelanjutan dari lahan dan sumber alam yang merefleksikan kemampuan
masyarakat minang dalam menjaga sistem guna lahan yang berdaur ulang atau
beregenerasi secara kultural. Tata ruang Nagari bekerja guna memenuhi
kebutuhan manusia secara harmoni dengan alam dan tampil dengan estetika yang
tinggi dengan suatu identitas yang khas. Karenanya walaupun tetap saja
terjadi perubahan secara fisik, suatu ruang Nagari adalah merupakan aspek
penting bagi usaha baik konservasi proses, kekayaan alam, maupun ragam
kebudayaan manusia.

Bagi masyarakat minangkabau ruang Nagari adalah patnert dari komunitas
manusia. Keduanya adalah kekuatan dinamis yang membentuk tata sistem
lingkungan. Ia dapat menjadi suatu fenomena yang kompleks dengan identitas
yang nyata (fisik) dan abstrak seperti kepercayaan sakral, gagasan simbolik,
atau kedalaman pemahaman akan agama dan teknologi. Maka Nagari secara
keruangan dapat dikatakan sebagai cermin dari budaya orang Minang. Selain
dapat dikenali dari tata fisik visualnya, karakter Nagari dapat di
identifikasi dari model sistem sosial dan mengindikasi suatu cara bagaimana
masyarakat minang mengorganisasikan ruang dan lingkungannya.

Mesjid atau surau adalalah inti dari pada Unsur unsur keruangan Nagari yang
terdapat pada nagari nagari di Sumatra Barat pada umumnya. Sedangkan unsur
unsur lainnya adalah sebagai pengejewantahan dari masyarakat Minang untuk
dapat melaksanakan aktifitas sosial kemasyarakatannya serta cara cara
bagaimana mereka dapat bertahan untuk meneruskan kehidupan mereka hingga
keanak cucu dimasa depan. Nagari Nagari pada kondisi saat ini ada yang telah
memperlihatkan ciri kekotaannya sehingga telah berkembang menjadi kota kota
kecil dengan mempunyai letak yang strategis berada pada lintas ekonomi
regional antar kota dan wilayah yang sangat menguntungkan bagi tingkat
pertumbuhan ekonomi masyarakat perkotaan tersebut.

Untuk itu pemerintahan didaerah perlu mengadakan pendekatan yang terpadu
bersama setiap komponen masyarakat untuk perencanaan dan pengelolaan
sumberdaya lahan dan dipihak lain sebagai area untuk menstrukturkan interaksi
antara manusia dengan alam, Nagari dalam penataan ruang dapat menjadi aspek
analisis bagi perencanaan dan pengelolaan pembangunan di masa yang akan
datang. Sebagai manifestasi fisik dari interaksi antara sistem alam dan
sistem peradapan, konservasi, diservasi ruang Nagari sangat potensial untuk
pendekatan pembangunan berkelanjutan dan juga penting bagi upaya upaya
perbaikan ekonomi, ekologi, dan konservasi budaya.

Pada permulaannya tata ruang Nagari adalah dimensi fisik dari jaring jaring
kehidupan yang bersifat dinamis, karenanya diharapkan selain keindahan yang
terpersepsi oleh manusia atau kenyamanan yang dirasakan oleh manusia, juga
harus berkenaan dengan dinamika kehidupan berNagari itu sendiri yang berupa
aliran materi dan energi yang membentuk, merubah, atau meregenerasinya.
Bagi pencapaian tersebut tata ruang Nagari adalah pendekatan yang holistik
yang memiliki multi tujuan, melibatkan berbagai komponen masyarakat dan ilmu
pengetahuan.

Ketergantungan orang Minang terhadap ruang dapat dikategorikan kepada 4
kelompok, yaitu:

(1). Produksi: terkait dengan alam/ruang sebagai sumberdaya, yaitu
kepentingan akan barang material yang dibutuhkan dalam rangka pemenuhan
pertahanan hidup, seperti kebutuhan secara langsung terhadap ketersediaan
bahan pangan dan material fisik lainnya seperti obat obatan, pakaian, rumah,
dan konstruksi bangunan.

(2). Informasi: menandakan alam atau ruang sebagai sumber ilmu pengetahuan
dan seni inspirasi.
(3). Buffer/regulasi: berkait dengan fungsi ruang untuk memelihara kondisi
lingkungan agar senantiasa nyaman bagi kehidupan manusia, seperti
ketersediaan air, kelembaban yang cukup, udara yang bersih, dsb. Aspek ini
terkait langsung dengan proses proses ekologi yang terjadi pada ruang.

(4). Pendukung mekanik: fungsi ruang Nagari yang terkait dengan kekuatannya
untuk mendukung kehidupan manusia diatas permukaannya. Dalam kategori ini
adalah terdapatnya kestabilan lahan untuk pemukiman juga sumber energi baik
dari matahari, fosil, air, angin, atau kayu untuk pelaksanaan aktifitas
kehidupan.

Dalam keterkaitan antara manusia dengan alam dan lingkup sosial
kemasyarakatannya, kepentingan (interest/attitude) orang minang untuk
mengkonservasi, mengdiservasi keruangnya dapat dibedakan menjadi:

1. Attitude to "have "(mengeksploitasi dan memanfaatkannya)
2. Attitude to " care"( menjaga nilai nilai instrinsik, yaitu
mempertimbangkan hak hak instrinsik dari elemen elemen alam termasuk
komunitas manusia dengan budaya khususnya untuk dapat eksis)
Secara alamiah sesuai dengan perkembangan zaman peradaban Masyarakat Minang
maka ruang Nagari telah banyak mengalami pergeseran pergeseran namun dari
berbagai paparan wacana diatas mengenai keruangan pada sebuah Nagari di
Minang kabau ada indikasi bahwa perlu dilakukan eksplorasi untuk menilai
kualitas ruang pada proses terbentuknya lingkungan buatan dengan pola
kehidupan yang tercipta sebagai respon terhadap kondisi alam dan apa pengaruh
keduanya terhadap alam dan manusia di masa depan baik di perkotaan maupun
dipedesaan saat ini di Sumatra Barat.

Maka dapat kita simpulkan bahwa Eksistensi keruangan Nagari adalah sebuah
kajian dalam mencari dan menemukan model model yang menjadi landasan bagi
program pembangunan perkotaan ataupun pedesaan di Sumatra barat yang bertumpu
pada budaya setempat yang spesifik sehingga memiliki ketahanan dan dapat
berkembang tanpa meninggalkan budaya dan memiliki jati diri yang mantap
(Cultural Vibrant) dan diharapkan tidak terombang ambing dalam menghadapi
globalisasi.

Dengan mengedepankan eksistensi dari keruangan Nagari pada era otonomi daerah
dan dalam menghadapi berbagai tantangan positif dan negatif dari pengaruh
dunia globalisasi berarti dimasa depan kita sebagai warga masyarakat dan
komponen pengambil keputusan, Akan berada pada posisi dan kondisi untuk
memiliki prospek pengembangan kawasan kota/wilayah, Terjadi peningkatan
komponen komponen yang dibutuhkan dalam pengembangan kegiatan yang di
butuhkan dalam pengembangan kegiatan ekonomi dan pembangunan infrastruktur
lingkungan, Pengaturan dan kontrol pembangunan untuk mencegah rusaknya fungsi
fungsi perkotaan /pedesaan dalam jangka waktu panjang, pengaturan sistem
dalam kota berdasarkan kepentingan kelompok kelompok sosial dalam masyarakat,
Pengaturan masyarakat yang memiliki posisi yang kuat maupun yang sangat lemah
dalam persaingan pasar ekonomi.*Penulis:Elvian Hart/Mahasiswa Magister
Perencanaan Kota dan Daerah UGM Yogyakarta






Kirim email ke