Assalaamu'alaikum wr wb

>Terima kasih banyak sanak M. Arfian atas info dari pandangan Yusuf
Qaradhawy
>tentang zakat, sangat menarik. Sementara saya belum puas
>karena yang dibahas adalah pandangan mayoritas dari segi hubungan manusia
>dengan Allah dalam context waktu Muhammad SAW masih hidup. Dunia berubah
itu
>adalah sunatullah, sehingga yang dihadapi adalah masyarakat yang majemuk,
>dan sangat tidak mungkin untuk membalikkan roda waktu ke jaman dahulu.

Saya setuju dengan pendapat bahwa manusia berubah dari masa ke masa. Dalam
Islam sendiri disebutkan bahwa generasi yang terbaik adalah generasi para
sahabat, kemudian generasi tabi'in dan seterusnya sampai generasi saat ini.
Tetapi aturan hubungan manusia dengan Allooh SWT dalam Islam, yaitu
Al-Qur'an dan Al-Hadits tidaklah berubah, hanya manusianya saja yang
bertambah jauh dari aturan tersebut pada suatu saat, dan di saat yang lain
berusaha kembali kepada aturan tersebut, yang disebabkan pemahaman yang
berbeda-beda. Kalau yang dimaksud dengan masyarakat yang majemuk adalah
masyarakat Islam yang majemuk, aturan mengenai zakat misalnya tidak akan
berubah baik untuk orang-orang yang imannya tinggi maupun yang imannya
rendah. Yang berbeda hanyalah apakah mereka mau mengikuti aturan itu atau
tidak.

>Kenyataan bahwa negara sekuler adalah praxis dunia sekarang dimana pajak
>adalah instrumen yang essensil. Sepintas saya lihat tujuan zakat itu salah
>satunya ialah guna mensejahterakan masyarakat atau welfare state, disini
>belum kelihatan benang merahnya.

Pajak bagi negara-negara sekuler yang tidak berlandaskan ajaran Islam adalah
sumber keuangan yang esensial dalam membiayai kegiatan-kegiatan negara, baik
untuk pembangunan infrastruktur negara, maupun kegiatan-kegiatan lainnya
untuk mensejahterakan rakyatnya. Kalau pajak itu dikelola dengan baik untuk
kegiatan-kegiatan yang semestinya seperti di atas insya Allooh kita akan
dapat melihat hasilnya yang baik seperti yang kita lihat misalnya di
negara-negara Skandinavia yang sering disebut welfare state terlepas apakah
mereka telah menerapkan penarikan pajak yang adil atau tidak. Tetapi kalau
pajak tidak dikelola dengan profesional dan dengan akhlaqul karimah seperti
kita lihat di negara sekuler Indonesia, hasilnya adalah rakyat yang tambah
miskin dan perekonomian negara yang morat-marit, gali lubang tutup lubang.

Mengenai zakat sendiri, penguasa negara bertugas mengambil zakat dari
rakyatnya dan mengelola zakat sebagaimana mestinya. Tetapi tentu saja rakyat
tidak akan memberikan zakatnya kepada penguasa non-muslim atau penguasa
muslim yang tidak rela menerima Islam sebagai suatu hukum. Dalam bukunya,
Syekh Qaradhawy menyebutkan penguasa yang diperbolehkan memungut zakat
adalah penguasa yang beragama Islam, yang beriman dan berpegang teguh kepada
ajaran Islam yang mereka rela Islam sebagai suatu hukum, dan bahkan mereka
berjihad di dalamnya. Jika sebuah negara dipimpin oleh penguasa yang
memenuhi syarat-syarat di atas, maka zakat adalah sumber keuangan utama dari
sebuah negara Islam yang dikumpulkan penguasa dan diserahkan kepada sebuah
baitul mal untuk dikelola sebagaimana mestinya untuk kesejahteraan rakyat.
Penguasa berhak memaksa rakyatnya yang mempunyai kewajiban zakat untuk
membayar zakatnya seperti yang ditunjukkan oleh Khalifah Abu Bakar R.A. Dan
jika dirasa zakat yang terkumpul tidak cukup penguasa pun boleh mengambil
pajak dari orang-orang kaya dengan syarat-syarat:

1. Harta itu benar-benar dibutuhkan dan tak ada sumber lain. Tidak
diperbolehkan memungut sesuatu dari rakyat selagi dalam baitul-mal masih
terdapat kekayaan.
2. Adanya pembagian pajak yang adil. Pengertian adil tidak harus sama rata
bebannya.
3. Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan ummat bukan
untuk maksiat dan hawa nafsu.
 Pajak bukan upeti untuk para raja dalam rangka memuaskan hawa nafsu,
kepentingan pribadi dan keluarga mereka, atau kesenangan para pengikut
mereka, tetapi harus dikembalikan untuk kepentingan masyarakat luas.
4. Adanya persetujuan para ahli dan cendikia.
 Pemerintah tidak bertindak sendirian dalam hal mewajibkan pajak, menentukan
besarnya serta memungutnya tanpa adanya persetujuan dari hasil musyawarah
para ahli atau cendikia dari kalangan masyarakat (dewan perwakilan rakyat).

Pengelolaan zakat yang benar insya Allooh akan mewujudkan sebuah welfare
state seperti yang kita idam-idamkan. Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang
terkenal sebagai khalifah terbaik setelah para khulafaur rasyidin berhasil
membuat kekhalifahan Islam menjadi sebuah negara yang tidak ada orang yang
menjadi mustahik(penerima) zakat. Seyogyanya kita dan para penguasa muslim
mencontohnya dalam pengelolaan zakat. Mungkin Uni Rahima mengetahui kisah
khalifah ini yang lebih lengkap, dan kalau ada mohon untuk dishare ke milis.

Bagi kita yang tinggal di negara sekuler Indonesia dan sudah membayar pajak,
apakah kita kehilangan kewajiban membayar zakat? Tentu saja tidak, karena
membayar zakat adalah salah satu kewajiban kita dalam hubungan manusia
dengan Rabb-nya, Allooh SWT. Dia dapat membayarkannya sendiri langsung
kepada mustahik atau melalui lembaga-lembaga amil zakat. Tetapi keadaan
seperti ini tentu saja tidak seideal jika zakat itu diambil dan dikelola
oleh negara dengan profesional, karena potensi zakat yang ada terpecah-pecah
dalam masyarakat dan tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Negara
sekuler Indonesia yang mengurus pajak saja tidak becus tentu saja tidak bisa
diamanahi untuk mengurus zakat dengan baik, sehingga kalau kita mau
mengamanahi negara untuk mengurus zakat, harus kita ganti dulu orang-orang
yang ada di dalamnya sehingga negara Indonesia menerima Islam sebagai suatu
hukum dan penyelenggaranya adalah orang-orang yang berakhlaqul karimah dan
profesional.

Sementara ini apa yang dapat kita lakukan? Komunitas masyarakat Minang di
rantau-net ini memiliki potensi yang besar sebagai pembayar zakat yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Ranah Minang. Untuk
itu saya rasa perlu adanya usaha-usaha dari kita di sini untuk membentuk
suatu Lembaga Amil Zakat yang profesional dan berakhlaqul karimah untuk
menerima zakat dari masyarakat Minang dan kemudian mengelolanya agar
masyarakat Minang bisa mengangkat batang nan tarandam dan lebih sejahtera
serta menjalankan Islam dengan lebih baik lagi sesuai dengan slogan adat
bersendi syara', syara' bersendi Kitabullaah. Pekerjaan amil zakat adalah
pekerjaan yang mulia derajatnya dalam agama kita dan selayaknya dijalankan
oleh orang-orang yang memenuhi persyaratan yang tinggi sebagaimana
disampaikan dalam hadits Nabi SAW: "Orang yang bekerja memungut sedekah
dengan benar adalah seperti orang yang berperang di jalan Allah" (Hadits
shahih).

Pelajaran mengenai zakat ini tidak ada ujian tertulisnya dari Allooh SWT.
Allooh SWT akan menguji kita secara praktek. Setelah lebih jauh memahami
kewajiban zakat, Insya Allah kita akan menjadi pionir-pionir Muslim yang
dengan sikap taat melaksanakan perintah ini.

>Sementara sekian dulu
>Wassalam,
>SBN

Wassalaamu'alaikum wr wb
Muhammad Arfian
[EMAIL PROTECTED]
044-861-0217 (home)
090-3909-5742 (mobile)



RantauNet http://www.rantaunet.com

Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
===============================================
Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3

ATAU Kirimkan email
Ke/To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email/Messages, ketik pada baris/kolom pertama:
-mendaftar--> subscribe rantau-net [email_anda]
-berhenti----> unsubscribe rantau-net [email_anda]
Keterangan: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung
===============================================

Kirim email ke