OPINI TEMPO Menyelusuri Jejak Jamaah Islamiyah
DITUDING sebagai teroris jelas bukan hal yang menyenangkan. Barangkali itu
sebabnya banyak sekali warga Indonesia yang marah ketika Perserikatan
Bangsa-Bangsa memasukkan nama "Jamaah Islamiyah" ke dalam daftar teroris dunia.
Bagaimana tidak, "Jamaah Islamiyah" itu berarti "Komunitas Islam" dan 87 persen
dari 210 juta penduduk negeri ini tercatat beragama Islam. Karena itu, jika
pengertian harfiah yang menjadi acuan, Indonesia adalah negara teroris terbesar
di dunia.
Kesimpulan naif seperti ini tentu bukan yang dimaksudkan oleh negara-negara
yang mengusulkan atau mendukung masuknya nama Jamaah Islamiyah ke dalam daftar
hitam PBB itu. Sebab, Indonesia dan Malaysia, yang mayoritas penduduknya
beragama Islam, ternyata termasuk dalam deretan negara pendukung. Rupanya yang
dituding sebagai kelompok teroris itu lebih spesifik, yaitu sebuah jaringan
longgar berbagai kelompok yang bertujuan mendirikan kekhalifahan Islam di
kawasan Asia Tenggara. Menteri Senior Lee Kuan Yew malah lebih tegas. Bekas
Perdana Menteri Singapura ini menyebut nama Abu Bakar Ba'asyir sebagai pemimpin
utama (amir) dari organisasi tersebut.
Ba'asyir telah membantah tuduhan ini. Ia mengaku tak mengenal organisasi
Jamaah Islamiyah. Kalaupun ada jabatan dengan nama ini pada pemimpin Pondok
Pesantren Al-Mukmin di Ngruki ini, itu adalah sebagai Amirulah Mujahidin.
Istilah dari bahasa Arab ini lebih popular ketimbang nama resmi jabatannya:
Ketua Ahlul Halli wal Aqdi Majelis Mujahidin Indonesia.
Kedudukan terhormat itu menclok pada ustad berusia 64 tahun ini berdasarkan
keputusan Kongres Majelis Mujahidin Indonesia, 7 Agustus 2000. Dalam pertemuan
yang dihadiri berbagai kelompok Islam di Indonesia itu—termasuk para veteran
perang di Afganistan dan mereka yang pernah dipenjarakan di zaman Orde Baru
karena didakwa terlibat gerakan makar untuk mengubah Indonesia menjadi negara
Islam—juga dideklarasikan pernyataan yang disebut dengan nama Piagam Yogyakarta.
Piagam Yogyakarta pada prinsipnya terdiri atas lima butir kesepakatan:
kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi umat Islam di Indonesia dan di dunia,
menolak segala ideologi yang bertentangan dengan Islam, membangun kesatuan
mujahidin yang kuat baik di dalam maupun di luar negeri, membentuk kepemimpinan
imamah (khilafah) di Indonesia dan dunia, dan menggerakan dakwah dan jihad di
seluruh dunia demi tegaknya Islam sebagai rahmatan lil'alamin.
Ini boleh dikata pernyataan yang cukup keras, tapi bukan berarti melanggar
hukum. Yang menjadi persoalan adalah soal interpretasi dan pelaksanaannya di
dunia nyata. Sebab, semua butir itu mengandung kata-kata yang bermakna ganda,
bahkan lebih. Maka pengejawantahannya boleh jadi akan sangat bergantung pada
kondisi individu pengikutnya. Mereka yang berdarah revolusioner akan meyakininya
sebagai pembenaran untuk merebut kekuasaan dengan cara kekerasan, sementara yang
berpaham evolusioner akan menjalankannya secara jauh lebih lembut. Sejarah
Pondok Pesantren Ngruki penuh dengan perdebatan di antara para santri atau
alumni santri yang punya sikap berbeda. Yang punya latar belakang keras, atau
masuk pengajian ketika sedang mengalami sakit hati, kerap berujung masuk bui
atau menjadi buron karena terlibat konflik seperti pengeboman Borobudur (1985),
tragedi Lampung (1989), dan pengeboman gereja (2000). Namun lebih banyak santri
dan alumni yang bebas dari bau kekerasan, bahkan mencoba menghalangi kegiatan
rekannya yang dinilai terlalu keras.
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa Jamaah Islamiyah bukanlah kelompok yang
homogen. Keragamannya begitu luas dan bagian yang boleh disebut bersemangat
teroris sangatlah minoritas jumlahnya. Karena itu, pemerintah Indonesia
seharusnya tak mendukung masuknya Jamaah Islamiyah ke dalam daftar teroris dunia
sesederhana seperti yang dilakukan saat ini. Sebagai negara dengan komunitas
Islam terbesar di dunia, pemerintah Indonesia seharusnya menyumbangkan definisi
yang terinci tentang kelompok Jamaah Islamiyah seperti apa yang patut
dikategorikan sebagai teroris internasional.
Mereka yang menolak sebagian dari kepemimpinan pemerintah yang resmi tak
serta-merta harus dibasmi. Selama kegiatannya hanya terbatas pada kalangan
sendiri dan tak memaksa orang lain harus ikut, pintu dialog haruslah dibuka.
Pemerintah Amerika Serikat punya contoh yang layak ditiru dalam soal ini.
Undang-undang dibuat untuk melindungi komunitas Amish yang keyakinannya membuat
mereka tak membayar pajak. Para pemimpin Amerika mengompensasi hilangnya
pendapatan pemerintah dari pajak dengan membuat kawasan permukiman Amish sebagai
tontonan turis. Namun, untuk yang memaksakan jalan kekerasan untuk mencapai
tujuan, semua pemerintah jelas harus menindaknya sesuai dengan hukum yang
berlaku.
Kepada mereka yang memilih jalan damai, bukalah pintu berkomunikasi. Piagam
Yogyakarta menyatakan ingin meniru Piagam Madinah yang disusun Nabi Muhammad
SAW. Memang Kiai Ba'asyir terkesan mengartikan Piagam Madinah secara sempit
hingga terasa keliru. Namun inilah justru kesempatan bagi para pakar Islam untuk
membuka wawasannya. Debatlah Kiai Ba'asyir ini dalam forum yang terbuka dan
suasana yang santun. Bukankah begitu cara yang disebut Islami?
|
- Re: [RantauNet.Com] Jejak budaya Basri Hasan
- Re: [RantauNet.Com] Jejak budaya Z Chaniago
- Re: [RantauNet.Com] Jejak budaya Basri Hasan