Title: Lesson Learned dalam PEMBERDAYAAN EKONOMI DESA
 

Kembali ke menuHome  

Lesung Edisi 01 Tahun II, Juli 2002

Profil:

MEMBANGUN KEMBALI NAGARI DILAM

*) Petikan  Wawancara dengan Pardy Yusseva, Seorang Petani yang Menjadi Sekretaris Nagari.

Kembali ke Nagari, begitu lekat di benak masyarakat minang, khusus mereka yang bergiat dan peduli dengan sistem kepemerintahan sebagai bentuk tanggap terhadap kebijakan otonomi daerah di Sumatera Barat. Lesung sengaja menemui seorang lelaki berperawakan kecil yang hadir pada saat pertemuan Forum kelima di Bukit tinggi.  Pardy Yussewa. MP, begitu dia menuliskan namannya, adalah seorang yang mengaku sebagai petani namun juga aktif dalam kepemerintahan desa (pada masanya) serta kini menjabat sebagai sekretaris nagari Dilam Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Lelaki asli Minang dan berputra dua itu menuturkan sebagian pengalamannya, berkaitan dengan apa itu Kembali ke Nagari.

Berikut adalah petikan hasil obrolan Lesung dengan Pak Pardy

 

Kini Nagari menjadi alternatif bagi sistem kepemerintahan di daerah Minang, sebenarnya bagaimana kondisi Nagari pada jaman dulu ?

Masyarakat minang adalah sebuah komunitas adat yang hidup sebagai kesatuan masyarakat hukum. Dalam hal ini adalah hukum adat menjadi penting pada saat itu. Ada aturan-aturan yang mengikat dan mengatur kelompok-kelompok masyarakat.

Disana hukum ditegakkan dan tidak diragukan lagi, hukum dapat berjalan sendiri.

 

Berupa kesepakatan tertulis ?

Ya, berupa kesepakatan dan tidak tertulis, tetapi masyarakat secara sadar bahwa hukum adat itu memang harus ditegakkan, karena ujungnya adalah kitabullah.

 

Bisa diberi contoh kasus, misalnya dalam bidang apa?

Misalnya jika ada pencuri, ada sanksi langsung dari masyarakat yaitu biasanya denda dan moral. Denda dengan sejumlah materi tertentu yang disepakati dan sanksi moral misalnya tidak boleh ikut dalam mufakat warga.

 

Kapan sistem lama itu mulai berubah?

Sejak berlakunya  UU nomer 5 tahun 79, dimana disitu nagari digantikan dengan desa. Di wilayah kami satu nagari akhirnya dipecah menjadi 3 desa dengan masing-masing dipimpin oleh kepala desa.

 

Yang paling terasa hilang?

Beberapa fungsi dari nagari, seperi musyawarah nagari, karena apa-apa yang dilakukan oleh desa biasanya biasanya telah dirumuskan lebih dahulu dari atas.  Di samping itu juga nilai-nilai yang hilang ?

 

Nilai-nilai seperti apa ?

Nilai dan rasa kebersamaan.  Di Minang ada prinsip kebersamaan tentang apa yang disepakati dimana semua akan bersama,  tidak ada yang membantah dan menidakkan dari mufakat yang telah ada.

 

Apakah dengan berlakukan UU 5 hal-hal tersebut menjadi hilang  ?

Dikatakan hilang yang tidak... tetapi menipis. Karena mereka sudah berpikir kelompok-kelompok kecilnya, bukan kebersamaan dalam sebuah kesatuan masyarakat.

 


Hukum yang ada kan tidak tertulis, bagaimana pemahaman anak cucu ?

Di wilayah kami setiap lima tahun ada semacam pengkaderan atau semacam pewarisan hukum adat. Di tempat lain saya tidak begitu tahu.

 

Caranya ?

Tentu saja cara terbaik adalah melalui pendidikan di tingkat keluarga, lalu ditingkat komunitas kecil di tempat kami disabut kaum, setelah itu diteruskan pada kelompok masyarakat dalam tingkat yang lebih besar.  Di tingkat keluarga maupun pada tingkat yang lebih besar harus mampu mempelajari, mendalami dan mensosialisasikan apa nilai-nilai adat minang khususnya berkaitan dengan nagari.

 

Bagaimana dengan anak-anak rantau ? adakah perbedaan nilai ?

Tidak ada perbedaan, tergantung dari ikatan perantau, disitulah adat di pelihara semacam pelatihan-pelatihan juga di rantau, sebisa mungkin diatur kehidupan dirantau seperti di kampung halaman. Jika mereka kembali ke nagari secara otomatis akan mengikuti nilai-nilai minang.

 

Termasuk orang-orang yang sekolah ?

Ya termasuk orang yang sekolah.

 

Hambatan hambatan dalam kembali ke nagari?

Hambatan atau tantangan yang ada adalah bahwa tidak semua anggota masyarakat dapat mencerna nilai-nilai adat, sehingga muncul berbagai penafsiran-penafsiran lain. Kalau pendidikan agama tidak kuat maka kesadarannya rendah, bisa terjadi adat dilaksanakan melebihi sara. Padahal adat harus bersanding sara, sara bersanding kitaaabullah. Kalau yang berpendidikan cukup tinggi, maka mereka cukup dapat mencerna nilai-nilai adat dengan baik.

Selain itu juga tuntutan ekonomi, jika kehidupan ekonominya kurang memadai maka ada kecenderungan melanggar nilai-nilai adat..... ya karena alasan ekonomi.

 

Artinya yang pendidikan tinggi dan yang secara ekonomi lebih baik, itu lebih mudah mencerna dan menyerap nilai-nilai adat ?

Ya... lebih mudah

 

adakah hambatan yang dari luar ?

Saya kira sama dengan yang lain, bahwa kembali kepada nilai-nilai nagari itu penuh tantangan. 

 

Misalnya ?

Di kabupaten Solok saya adalah PJS (penjabat sementara) Kepala desa terlama kira-kira tiga tahun dan bekerja di desa sudah delapan tahun,. Saya tahu betul bagaimana tantangan dari pihak kecamatan, misalnya.

Pada bulan Januari 2000, telah dicanangkan oleh bupati solok bahwa kita kembali ke nagari. Yang saya tahu nagari akan berhubungan langsung dengan kabupaten. Posisi camat merupakan perpanjangan tangan bupati diwilayah kecamatan.

Tahun kemarin seluruh camat di  kabupaten solok menghadap bupati, barangkali mereka merasa dilangkahi atau apa. Bupati menyarankan (bukan dalam bentuk tertulis) bahwa camat adalah perpanjangan tangan bupati di wilayah tertentu.  Nagari akan berurusan langsung dengan bupati dan akanmemberitahukan kepada camat, bisa lewat tembusan.

 

Jadi ada intervensi dari tingkat kecamatan ? 

Ada ketidak sinkronan pada pemerintah.  Cara pandang dan perilaku pejabat di tingkat kecamatan masih memakai cara-cara Undang-undang no 5/79.  Camat masih memakai gaya lama itu. Padahal kami memandang camat sebagai perpanjangan tangan kabupaten ... ya boleh saja.

 

Sebagai perangkat nagari Upaya untuk menghidupkan nagari ?

Yang pertama menghidupkan rasa melalui pendidikan rakyat menggunakan pola-pola partisipatif,  Sosialisasi Undang-undanga 22 intinya pencanangan bahwa kita kembali ke nagari.

 

Bentuk nyata dari upaya tersebut ?

Biasanya melalui pertemuan-pertemuan besar, diskusi rakyat, pencanangan kembali kenagari dan ini diawali dengan penataan kehidupan dimulai dari perangkat desa atau penguatan kelembagaan nagari. Berdasarkan aturan perda kabupaten solok

Dicanangkan langsung ketok gong bahwa kabupaten siap kembali ke nagari.

 

Bagaimana cara memilih wali nagari ?

Dipimpin oleh wali nagari yang dipilih oleh masyarakat. Melaluii Badan Perwakilan Nagari kemuldian mucul wali nagari lalau perangkatnya.  Paling cepat kalau lengkap itu satu tahun dan sampai sekaran juga ada yang belum siap. Karena sekarang masih dalam proses kembali ke nagari

 

Harapan bapak bagaimana Nagari masa depan ?

Nagari nan paling rancak dari nan rancak

Dimulai dengan penguatan kelembagaan, koordinasi antar lembaga yang ada. Tentu tidak bisa terlepas dari posisi, kewenangan dan  tugas pokok mereka. 

 

Keberadaan datuk atau orang-orang  yang punya kedudukan, tidak menghambat partisipasi masyarakat ?

Lha.. itu partisipasi juga, karena diatas memberi partisipasi dibawah akan timbul partisipasi jadi berpartisipasi semua.

 

Apa yang bisa bapak pelajari berkaitan dengan Pertemuan Forum  yang sedang dilaksanakan ini ?

Kita harus berpikir bagaimana proses pembuatan kebijakan apakah itu sesuai dengan aspirasi masyarakat dan bagaimana kelembagaannya. Sehingga tidak ada celah celah di Perda yang tidak mengakomodasi kepentingan dan aspirasi masyarakat khususnya di nagari.

 

Terimakasih pak.

 

______________________Special for Ragam Warta : Developed by Setr@
 © 2002 Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM) 

<<Gbr ceklist.gif>>

<<pardy yusseva.JPG>>

Reply via email to