Sebab muasal ialah karena negara ini berdasarkan ketuhanan yang maha esa, jadi kalau korupsi bukan hal yang memalukan karena bisa excuse sama tuhan, bukan sama manusia yang haknya dikorupsi.
SBN ----- Original Message ----- From: "Darwin Bahar" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Tuesday, June 17, 2003 4:19 AM Subject: [RantauNet.Com] Korupsi: Sebab-Musabab Dan Agama > Catatan: > > Saya pernah membaca di sebuah milis posting yang isinya lebih kurang: > "kenapa sih koq MUI meributkan Inul tetapi diam soal korupsi?" > Sebenarnya jelas, Inul adalah soal lain, dan korupsi soal lain. Tetapi > merajalelanya korupsi di Republik tercinta dengan penduduk muslim > terbesar di dunia jelas sebuah "anakronim", jelas ada yang salah dalam > pemahaman ke-Islaman dan misi kerasulan Muhammad SAW bagi mayoritas > pemeluk dan pengikut Nabi SAW, termasuk saya tentunya (sabda beliau: > "tidaklah aku diutus, kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang mulia"), > dan tidak ada yang bisa mengubahnya kecuali ummat sendiri, tidak MUI > yang semakin tidak jelas "mission"nya. Apalagi dalam Islam sebenarnya > tidak ada sistem kependetaan. > > Dan Nabi SAW sendiri sepanjang hidupnya mencontohkan sikap seorang > pemimpin yang kehidupannya sangat-sangat bersahaja dan mengecam pejabat > yang menerima hadiah karena kepejabatannya (sabda beliau: "Kalau kau > tinggal di rumah ibumu, apakah mereka akan memberikan hadiah kepadamu?") > > Saya pikir tulisan Mas Samodra Wibawa di bawah ini yang pernah dikopi di > Milis Desentralisasi dan saya reposting ke milis ini setelah > memberitahukan kepada penulisnya, merupakan salah satu upaya ke arah > itu. > > Ada pertanyaan yang mengelitik saya, musyrik adalah dosa terbesar, dan > tidak ada keraguan mengenai hal ini, "nash"nya jelas. Tetapi dosa kepada > Allah yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang umumnya mudah > "diselesaikan", berbeda dengan dosa kepada manusia yang tidak akan > diampuni Allah SWT sebelum manusia yang kita zalimi memaafkannya. Dan > tidak ada keraguan pula, bahwa korupsi, dan kebijakan yang menyuburkan > budaya korupsi: gaji PNS dan sebagian karyawan BUMN/BUMD yang dibiarkan > rendah, kurangnya pengawasan dan lemahnya penegakan hukum adalah > penzaliman yang nyata kepada manusia dan kemanusiaan. > > Tapi apalah awak ini > > Salam, Darwin > > > KORUPSI: SEBAB-MUSABAB DAN AGAMA > > Ditulis untuk dan dari forum kajian Islam di Friedrichsfeld Süd, > Mannheim, 9 Juni 2002 > > > oleh: Samodra Wibawa > > > 1. Pengantar > > Jika anda berada di Eropa dan ngobrol dengan orang Eropa, maka anda akan > merasa bahwa trade mark Indonesai adalah: Islam dan korup. Memang di > antara 140-an negara, Indonesia dinilai sebagai salah satu negara > terkorup di dunia. Pejabat dan birokrat kita dicap sebagai tukang > rampok, pemalak, pemeras, benalu, self seeking dan rent seeker, > khususnya di hadapan pengusaha baik kecil maupun besar, baik asing > maupun pribumi. Ini berbeda dengan, konon, birokrat Jepang dan Korea > Selatan -yang membantu dan mendorong para pengusaha untuk melebarkan > sayapnya, demi penciptaan lapangan kerja Alias pemakmuran warga negara. > > Kenapa bisa Indonesia yang penuh dengan agamawan ini korup, dan tahun > 1998 bangkrut? Persis seperti VOC di Nusantara yang, setelah hidup 3 > abad (?), mati karena korupsi yang dilakukan oleh para pengurusnya? > > 2. Sebab-musabab > > Korupsi dalam tulisan ini didefinisikan sebagai penyalahgunaan wewenang, > pelanggaran hak warga negara, dan perilaku tidak amanah (bandingkan Q. > 3: 75-77) yang ditampilkan oleh politisi, pejabat, birokrat dan pegawai > negeri. Bentuknya bisa pemotongan anggaran, pemerasan, suap, hadiah, > dll. Kenapa keempat jenis warga negara ini melakukan korupsi? > > Jawaban paling mudah adalah: karena uang itu enak dan menggiurkan. > Jawaban lain yang mudah adalah: karena tidak ada jaminan sosial bagi > warga negara, sehingga jika mereka nganggur akan mati, sehingga mereka > harus menumpuk harta sekarang untuk bisa hidup nyaman di masa depan. > Jawaban yang agak detail: karena mereka mau, mampu dan tak malu > melakukannya di satu pihak; sempat, tak terkontrol dan tak terhukum di > pihak lain; serta ada dorongan dari isteri/suami, anak dan keluarga > besarnya, dari masyarakat, kolega, atasan dan bawahan di pihak yang lain > lagi. Korupsi jadinya multi aspek, multi aktor, multi dimensional: > melibatkan nilai dan budaya di satu pihak; ekonomi dan politik dalam > negeri serta global di pihak lain; serta manjerial di pihak yang lain > lagi. > > Nilai/budaya yang mendorong korupsi misalnya: sikap tidak sportif dan > tidak gentleman, plinthat-plinthut (bandingkan: "Parto iyo bilang > mboten"), tidak senang jika orang lain senang, "saluran air harus > basah", cara berpikir jangka pendek, sempit dan tidak sistemik. Jika > publik berpandangan bahwa pejabat harus bermobil, maka seorang pejabat > yang tidak punya mobil akan terdorong untuk korup agar dapat membeli > mobil untuk dipamerkan kepada khalayak ramai di kampung halaman pada > waktu Idul Fitri. Jika atasan punya rumah mewah, padahal gajinya tidak > mungkin mencapai nilai itu, maka para bawahan juga akan berusaha > mengejar "ketertinggalan" mereka. Jika pembukuan amburadul, pegawai > keuangan akan dengan gampang bilang "tidak tahu" terhadap tidak > jelasnya pengeluaran uang. Jika manajemen terpusat di tangan seorang > pejabat, dia dapat dengan leluasa berkongkalingkong dengan > bendaharawan/wati. Dst. Jelas, gamblang, masuk akal. Dan dapat diterima? > > 3. Agama dan korupsi > > Tapi sungguh mengherankan bahwa Departemen Agama termasuk departemen > yang paling korup, bahwa manajemen haji tidak bersih dari kasak-kusuk. > Kenapa agamawan mau dan tidak malu melakukan korupsi? Padahal sudah > jelas, bahwa setiap orang harus bersikap amanah (memenuhi kewajiban, > memegang tanggungjawab, melaksanakan kepercayaan, Q. 4:58) dan tidak > boleh melanggar hak orang lain (Q. 7:33). Kenapa mereka tidak takut > dosa, padahal konon "yang menyuap dan disuap akan masuk neraka"? Kenapa > agamawan yang politisi, pejabat, birokrat atau pegawai negeri tidak > berani dan tidak tega menolak bisikan orang, padahal "syetan yang suka > berbisik-bisik di dalam dada manusia adalah musuh yang paling nyata"? > > Jika orang melakukan korupsi karena tidak ada jaminan hidup di masa > depan, dapatlah dipersoalkan: kenapa mereka takut melarat, padahal Nabi > Muhammad wafat tanpa meninggalkan warisan apapun dan selama hidupnya > tidur beralaskan daun kurma? Kenapa para agamawan itu tidak mau hidup > sederhana (bandingkan Q. 17:26-27)? Siapa pemimpin muslimin saat ini > yang berpenampilan seperti Mahatma Gandhi, yang berbaju "umrah" dan > bersandaljepit setiap saat, termasuk ketika menyambut tamu agung? Di > mana baju umrah para pejabat disimpan? Siapa pewaris para nabi > (warisathul anbiyaa') saat ini, kalau begitu? Abdurrahman Wahid, Amien > Rais, Hamzah Haz, Nur Wahid, Bolkiah Brunei, Yasser Arafat, Hassan > Marokko, Hussein Irak, Husserin Yordania? Siapa berani jawab? > > Kenapa para agamawan korupsi juga? Karena korupsi bukan pelanggaran > berat di mata Allah? Karena perjuangan para nabi adalah (hanyalah?) > "menegakkan kalimat Allah", meluruskan dan menyempurnakan pemahaman > manusia tentang Tuhan -juga tentang hidup dan mati? Karena "wa laa > tamuutunna illaa wa antum muslimuun" (janganlah kamu mati sebelum > menjadi muslim, kalimat wajib tiap khutbah Jumat) tidak mencakup korupsi > sebagai salah satu indikator tidak-muslim? Mungkin ya. Bagi agamawan > korupsi rasanya bukanlah dosa besar. Dosa besar yang tak terampuni > hanyalah syirik (memperlakukan apa yang bukan Tuhan sebagai Tuhan), > sedangkan korupsi dan penyelewengan lain adalah dosa kecil, yang dapat > diampuni. Jika berdosa-besar, ruh seseorang akan berada di neraka > selamanya, jika berdosa-kecil, ruh seseorang hanya akan dicelup untuk > sementara di neraka tapi setelah itu akan diangkat ke surga.Mungkin itu > penjelasannya, sehingga seorang pejabat yang saleh, yang telah berhaji > lebih dari sekali, akan memilih untuk memotong anggaran proyek, karena > toh kalau bukan dia pasti akan ada orang lain yang akan melakukannya. > Daripada dinikmati orang lain, lebih baik diambil sendiri, untuk > menyumbang masjid dan pondok pesantren. Dan itu dilakukan tanpa hati > yang nggrenjel (berkidik). > > 4. Mengurangi korupsi > > Penyebutan tentang sebab-musabab korupsi di atas sudah dengan > sendirinya memberikan petunjuk tentang cara mengurangi korupsi. Sentuhan > agama, etika, moral, akhlak atau apalah sebutannya tentunya dapat > diterapkan terutama pada faktor "mau dan tak malu". Selain itu kita > (siapapun kita) harus mengupayakan minimalnya kesempatan untuk korupsi, > memperkuat kontrol kepada empat aktor di atas, menegakkan hukum. > Pemerintah harus menciptakan sistem jaminan hidup, kesehatan, pekerjaan, > rumah dan pendidikan bagi semua warga negaranya. Agar orang tidak perlu > cemas menyongsong masa depannya sehingga terpacu untuk menumpuk harta > sebanyak- banyaknya hari ini. Pada aras nilai/budaya, misalnya, kita > harus mengkondisikan agar mereka yang berwenang dapat memilahkan barang > publik dari barang privat. Pendidikan harus diperluas, agar semua warga > negara dapat berpikir luas, sistemik dan jangka panjang. Agar pejabat > tidak perlu khawatir jika keponakannya akan menganggur, karena lowongan > Jabatan di instansinya diisi orang lain yang lebih berkualitas. > > Di sektor politik dan birokrasi masa jabatan pimpinan perlu dibatasi > hingga dua kali saja, misalnya. Rotasi jabatan perlu diperluas dan > dipersering. Demokrasi harus dipertahankan dan disempurnakan, jangan > dikurangi. Mereka yang memegang bedil tidak usah duduk di kursi > pengambilan kebijakan. Sistem keuangan partai perlu disempurnakan, agar > lebih transparan dan tidak mendorong politisi mencari dana haram bagi > kampanye partainya. Penguatan kontrol dapat dilakukan antara lain dengan > menjadikan pondok pesantren sebagai lembaga corruption watch untuk > lingkungan terdekatnya: Gontor mengawasi pemerintah Kabupaten Ponorogo, > Darul Ulum mengawasi Jombang, Krapyak mengawasi Sultan Ngayogyakarto, > Forum Pengajian Jerman mengawasi KBRI Berlin dan Konjen Frankfurt > (bandingkan Q. 3:104, 110, 114). Janganlah Mereka malah menciumi tangan > pejabat, agar diberi hadiah, bantuan dan sebangsanya -padahal itu adalah > harta publik yang harus dipertanggungjawabkan secara lurus (bandingkan > Q.3:67). > > * > > > > RantauNet http://www.rantaunet.com > Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php > ----------------------------------------------- > > Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: > http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php > =============================================== > RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php ----------------------------------------------- Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php ===============================================