Media Indonesia NUSANTARA



Jumat, 22 Agustus 2003

Pola Makan Masyarakat Sumbar Berisiko


MASYARAKAT Sumatra Barat (Sumbar) punya potensi paling besar menderita penyakit jantung koroner dan stroke di Indonesia. Ini karena budaya makan masyarakat yang banyak mengonsumsi kolesterol.


Kepala Pusat Jantung Regional Rumah Sakit (RS) Dr M Djamil Padang, Asnil Sahim, mengatakan hal itu kepada Media, kemarin. Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Andalas itu, jantung koroner dan stroke termasuk dalam kategori penyakit sirkulasi. Penyakit ini terjadi karena terganggunya peredaran darah di dalam tubuh.

"Penyempitan pembuluh darah ke jantung mengakibatkan jantung koroner, sedangkan ke otak dinamakan stroke," kata Asnil.

Menurut dia, faktor risiko atau pendukung penyakit ini, di antaranya hipertensi, kolesterol yang tinggi, kelebihan kadar gula (diabetes melitus), merokok, stres, dan kurang olahraga.

Penelitian terakhir Departemen Kesehatan pada 2001, memperlihatkan penyebab kematian di tiga wilayah: Sumatra, Jawa-Bali, dan Indonesia bagian timur. Hasilnya, jantung dan stroke menjadi penyebab kematian tertinggi di Sumatra sebanyak 29,7% dibanding wilayah lain di Indonesia. "Artinya, rata-rata setiap tiga kematian di Sumatra, salah satunya disebabkan penyakit jantung atau stroke," katanya.

Jawa dan Bali di urutan kedua sebesar 28,3%, sedangkan Indonesia bagian timur (di luar Sumatra, Jawa, dan Bali) sebesar 18,8%.

Dari jumlah itu, menurut Asnil, masyarakat Sumbar berpotensi paling besar di Sumatra, bahkan Indonesia terkena penyakit jantung koroner atau stroke. "Kebiasaan masyarakat Sumatra Barat mengonsumsi makanan kolesterol lebih tinggi dibanding provinsi Sumatra lainnya, sehingga kuat dugaan di sinilah ancaman penyakit itu paling banyak," katanya.

Pernyataan yang sama disampaikan oleh Direktur Pusat Pengembangan dan Penanggulangan Stroke Nasional RSUP Bukittinggi, Hadril Busudin.

"Tidak bisa dibantah bahwa penyandang penyakit stroke pada masyarakat Suku Minang jauh lebih banyak daripada suku-suku lain di Indonesia, seperti Suku Jawa, Sunda, atau suku lainnya," kata Hadril.

Usia produktif

Berdasarkan data penderita stroke yang dirawat oleh Pusat Pengembangan dan Penanggulangan Stroke Nasional (P3SN) RSUP Bukittinggi selama 2002, diketahui jumlah penderita dalam usia produktif (20-50 tahun) mencapai 24,34%.

Dari sekitar 501 pasien yang terdata, penderita stroke selama 2002 adalah usia 20-30 tahun (3,59%), usia 30-50 tahun (20,76%), usia 51-70 tahun (52,69%), dan usia 71-90 tahun (22,95%).

Tentang daerah asal penderita stroke, menurut data Januari 2003 sampai Agustus, yang terbanyak berasal dari Kabupaten Agam (69 orang), Tanah Datar/Padang Panjang (60 orang), Payakumbuh/50 Kota (49 orang), Bukittinggi (36 orang), Pasaman (24 orang), Sawahlunto/Sijunjung (11 orang), Solok (9 orang), Padang dan Pariaman (9 orang), selebihnya 17 orang berasal dari Jambi, Riau, dan Sumatra Utara.

Perubahan usia penderita ini menunjukkan gejala yang sangat mengkhawatirkan, karena ternyata orang muda berusia 20 tahun kini juga banyak terkena stroke. "Padahal, dulunya penyakit stroke hanya diidentikkan dengan orang lanjut usia (lansia), tetapi sekarang orang dalam usia produktif, yang tidak menjaga pola makan dan jarang berolahraga juga rentan kena storke," ujar Hadril.

Menurut dokter ahli penyakit saraf ini, karena suka memakan makanan berlemak yang berasal dari santan kelapa dan jeroan, plasma darah orang Minang atau orang Sumatra Barat, umumnya lebih kental dan banyak mengandung lemak jenuh, dibandingkan dengan plasma darah orang Sunda atau Suku Jawa.

Temuan itu, kata Hadril, didasarkan pada hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM) Jakarta dan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas (FKUA) dan RS M Jamil Padang.

Sementara itu, menurut jurnal kesehatan 2003 yang dikeluarkan WHO, penyakit stroke telah menjadi pembunuh paling mematikan nomor dua di dunia, dengan jumlah penderita meninggal dunia lebih kurang 5.000.000 juta setiap tahunnya.

Kini setiap tahun ditemukan sekitar 15 juta orang penduduk dunia yang menderita penyakit nonfatal stroke. Sepertiga dari jumlah itu diketahui menderita kecacatan, seperti lumpuh sebelah, tidak bisa bicara, dan sebagainya. "Bagi orang yang pernah menderita stroke, kemungkinan untuk mengalami stroke lanjutan lebih besar, jika tidak berhati-hati menjaga pola makannya," ungkap Hadril



Z Chaniago - Palai Rinuak -http://photos.yahoo.com/bada_masiak/

======================================================================
Alam Takambang Jadi Guru
======================================================================

_________________________________________________________________
Get MSN 8 and enjoy automatic e-mail virus protection. http://join.msn.com/?page=features/virus



RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php -----------------------------------------------

Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php
===============================================

Kirim email ke