----- Original Message -----
Biasanya kalau bertemu
sesama perantau Minang, saya ditanya apakah saya orang Minang,
saya jawab YA.
Biasanya pertanyaan selanjutnya adalah: "dimaa
rumahnyo, dimaa kampuangnyo"? saya jawab :Kotogadang, Bukittinggi.
== ini tentunya
bisa saja dijawab oleh setiap orang yang mengaku orang tuanya berasal dari
Sumbar.
Betul. Tapi
kalau si orangtua yang berasal dari Sumbar ini tidak peduli...!!! (tentang
daerah asal usulnya) tentu pertanyaan ini juga tidak bisa
terjawab.
Selanjutnya: "dari suku mana" ? Saya akan bilang
suku saya: Caniago.
Lalu pertanyaan selanjutnya adalah: "siaa Datuak
nyo"? Saya akan jawab datuk saya Datuk Perpatih.
== ini adalah
pertanyaan sensitif. sangat sensitif.
ingat, belum
tentu setiap orang minang bisa menjawabnya.
bagaimana jika
mereka adalah :
Tidak. Pertanyaan ini
tidak sensitif
1. perantau
dari daerah lain yang sudah turun temurun berada di ranah minang. sehingga
seringkali mereka lebih minang ketimbang orang minang
sendiri.
Perantau dari daerah lain yang telah turun temurun
berada di Minang, tidak otomatis mereka menjadi orang Minang, walau disegi
pergaulan, bahasa dll mereka telah beradaptasi dengan lingkungannya yang
Minang. Untuk menentukan mereka adalah urang Minang, kita akan urutkan
keturunan mereka, tali darah, suku, sawah ladang, pandam pakuburan dll
(karena setiap suku mempunyai tanah suku dan pandam pekuburan
sendiri). Kalaupun mereka yang pendatang tsb sudah punya tanah dan
berkembang biak, juga tidak bisa dikatakan mereka telah Minang. Karena pada
hakekatnya tanah, sawah ladang, hutan ulayat, tidak ada yang
diperjualbelikan. Artinya para pendatang yang sudah berkembang biak
dan punya tanah di ranah Minang tidak dapat meng klaim diri sudah menjadi
orang Minang. Kalau orang Sumbar tentu bisa.
2. urang nan
malakok.
ini memang
sensitif banget. apalagi jika mereka sudah "disahkan" diberi suku dan
datuk.
tapi mau
ditaruh di garis ranji yang sebelah mana kan tetep
sulit.
Urang malakok adalah perorangan atau keluarga yang karena sesuatu dan
lain hal malakok (melekat) ke satu suku. Malakok adalah mereka dari satu
suku ke suku yang sama tapi berlain nagari (atau suku dengan rumpun
yang sama, -- suku Guci dapat malakok ke suku Koto, karena
serumpun). Pengertian malakok adalah karena mereka tidak punya mamak
ditempat mereka yang baru, sehingga dirasa perlu mencari mamak. Malakok
hanya berlaku sesama urang Minang tetapi berasal dari nagari yang lain
(tetap dalam lingkup ranah Minang). Sedangkan orang non
Minang disebut "diangkek" jadi anak kamanakan. Artinya Mas Sapto,
yang Jawa dan ingin bergabung dengan warga Minang, dengan persetujuan
niniak mamak pamangku adat di suku tsb, mengangkat si Mas manjadi anak
kamanakannya. Pengangkatan ini dilakukan dengan memenuhi ketentuan-ketentuan
adat yang berlaku.
Pengangkatan Datuk pada mereka yang malakok, adalah dengan
pertimbangan kalau keluarga tsb telah berkembang dan memerlukan pemimpin
sendiri. Contoh: keluarga yang dulunya malakok, dan sekarang telah
berkembang dapat diberi kedudukan dan penghulu sepanjang di setujui oleh
kerapatan adat. Kalau suku tempat mereka malakok punya datuk dengan gelar
Datuak Sati, penghulu yang diangkat untuk mereka yang malakok adalah dengan
diberi imbuhan, sepert Dt Nan Sati. Kata Nan menyatakan kalau kedudukan
Datuak Nan Sati adalah dibawah Dt Sati. Semua aturan adat akan mengacu pada
kepemimpinan Dt Sati.
Ranji.... bisa kita ibaratkan kalau kita melakukan penempelan
(okulasi) pada tanaman. Dimana bibit yang ditempel sekarang sudah tumbuh dan
berkembang menjadi cabang dahan dan ranting pada pohon induknya. Secara adat
mereka yang malakok tidak persis melebur dengan suku tempat mereka malakok.
Tetap ada batasannya.
Mengenai tanah pusako, dengan persetujuan Niniak Mamak pemangku adat
pada suku tersebut beserta bundo kanduang, mereka yang malakok dapat diberi
tanah pusako yang dapat mereka garap dan dapat diturunkan ke kemanakan
mereka. Biasanya tanah pusako yang diberikan adalah tanah ulayat suku yang
belum digarap dan masih berupa hutan.
poin 1 dan 2 tentunya nggak
bisa memenuhi syarat untuk menjadi pemimpin kaum. baik wali nagari atau pun
datuk.
Menjadi
pemimpin kaum, ada syarat-syaratnya.
Untuk poin 1,
jelas tidak ada peluang, karena mereka bukanlah orang Minang. Lihat lagi
keterangan diatas.
Untuk poin 2,
bisa. Untuk menjadi pemimpin kaum lihat lagi keterangan
diatas.
Sedangkan
untuk menjadi wali nagari ini adalah berdasarkan musyawarah dan mufakat di
lingkup nagari. Kesepakatan niniak mamak pemangku adat yang tergabung di
Kerapatan Adat Nagari dapat saja mengangkat Wali Nagari dari mereka yang
malakok (tentu mereka sudah punya Datuk yang diangkat -- Dt nan
sati).
Nah anda-anda yang dirantau, terutama yang muda-muda,
sudahkah anda dapat menjawab ke-empat pertanyaan itu? Kalau YA, Syukur
Alhamdulillah. Kalau belum, tanyalah ka Mande, ka Apak, atau ka Mamak
masing-masing.
sulit2 susah
kan mengungkap realita.
Tidak juga
... yang penting kita mau belajar man punya kemaunan untuk mengungkapkan hal
tsb.
"C"
wass
nandez St
Barbanso - 38th