Server mailing list RantauNet berjalan atas sumbangan para anggota, simpatisan dan 
semua pihak yang bersedia membantu. Ingin menyumbang silahkan klik: 
http://www.rantaunet.com/sumbangan.php
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Assalamu'alaikum wr.wb
Dalam edisi khusus ini disebutkan juga bahwa perjalanan dakwah ulama dari
ranah minang di bumi nusantara ternyata cukup jauh juga yaitu hingga ke
pulau sulawesi di masa Sultan Alaidin, diantaranya adalah Khatib Tunggal,
Datuk ri Bandang, Datuk Patimang dan Datuk ri Tiro.

Pada edisi ini juga diceritakan bagaimana besarnya peran ulama dan rakyat
aceh dalam mengantarkan negeri ini menuju kemerdekaan, rasanya wajr saja
jika rakyat aceh saat ini begitu antipati dengan pemerintahan pusat (jawa).

Kayaknya majalah sabili edisi khusus ini layak untuk dimiliki karena
didalamnya banyak mengupas tentang sejarah dari mulai masuknya islam di
negeri ini hingga perkembangannya saat ini yg bertolak belakang dengan
keadaan sebelumnya...


wassalam,
harman st.idris (31)

http://swaramuslim.net/comments.php?id=1009_0_1_0_C

Sirah Islam Indonesia 

Melacak sejarah masuknya Islam ke Indonesia bukanlah urusan mudah. Tak
banyak
jejak yang bisa dilacak. Ada beberapa pertanyaan awal yang bisa diajukan
untuk
menelusuri kedatangan Islam di Indonesia. Beberapa pertanyaan itu adalah,
darimana Islam datang? Siapa yang membawanya dan kapan kedatangannya?

Ada beberapa teori yang hingga kini masih sering dibahas, baik oleh
sarjana-sarjana Barat maupun kalangan intelektual Islam sendiri. Setidaknya
ada
tiga teori yang menjelaskan kedatangan Islam ke Timur Jauh termasuk ke
Nusantara. Teori pertama diusung oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan Islam
masuk ke Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat
seperti Gujarat, Bengali dan Malabar disebut sebagai asal masuknya Islam di
Nusantara.

Dalam L'arabie et les Indes Neerlandaises, Snouck mengatakan teori tersebut
didasarkan pada pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang
ada
dalam Islam pada masa-masa awal, yakni pada abad ke-12 atau 13. Snouck juga
mengatakan, teorinya didukung dengan hubungan yang sudah terjalin lama
antara
wilayah Nusantara dengan daratan India.

Sebetulnya, teori ini dimunculkan pertama kali oleh Pijnappel, seorang
sarjana
dari Universitas Leiden. Namun, nama Snouck Hurgronje yang paling besar
memasarkan teori Gujarat ini. Salah satu alasannya adalah, karena Snouck
dipandang sebagai sosok yang mendalami Islam. Teori ini diikuti dan
dikembangkan
oleh banyak sarjana Barat lainnya. 

Teori kedua, adalah Teori Persia. Tanah Persia disebut-sebut sebagai tempat
awal
Islam datang di Nusantara. Teori ini berdasarkan kesamaan budaya yang
dimiliki
oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Misalnya
saja
tentang peringatan 10 Muharam yang dijadikan sebagai hari peringatan
wafatnya
Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Selain itu, di beberapa tempat di
Sumatera
Barat ada pula tradisi Tabut, yang berarti keranda, juga untuk memperingati
Hasan dan Husein. Ada pula pendukung lain dari teori ini yakni beberapa
serapan
bahasa yang diyakini datang dari Iran. Misalnya jabar dari zabar, jer dari
ze-er
dan beberapa yang lainnya.

Teori ini menyakini Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13. Dan
wilayah pertama yang dijamah adalah Samudera Pasai.

Kedua teori di atas mendatang kritikan yang cukup signifikan dari teori
ketiga,
yakni Teori Arabia. Dalam teori ini disebutkan, bahwa Islam yang masuk ke
Indonesia datang langsung dari Makkah atau Madinah. Waktu kedatangannya pun
bukan pada abad ke-12 atau 13, melainkan pada awal abad ke-7. Artinya,
menurut
teori ini, Islam masuk ke Indonesia pada awal abad hijriah, bahkan pada masa
khulafaur rasyidin memerintah. Islam sudah mulai ekspidesinya ke Nusantara
ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib memegang kendali sebagai amirul mukminin.

Bahkan sumber-sumber literatur Cina menyebutkan, menjelang seperempat abad
ke-7,
sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di
perkampungan-perkampungan ini diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan
menikah
dengan penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas Muslim.

Dalam kitab sejarah Cina yang berjudul Chiu T'hang Shu disebutkan pernah
mendapat kunjungan diplomatik dari orang-o-rang Ta Shih, sebutan untuk orang
Arab, pada tahun tahun 651 Masehi atau 31 Hijirah. Empat tahun kemudian,
dinasti
yang sama kedatangan duta yang dikirim oleh Tan mi mo ni'. Tan mi mo ni'
adalah
sebutan untuk Amirul Mukminin.

Dalam catatan tersebut, duta Tan mi mo ni' menyebutkan bahwa mereka telah
mendirikan Daulah Islamiyah dan sudah tiga kali berganti kepemimpinan.
Artinya,
duta Muslim tersebut datang pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan.
Biasanya, para pengembara Arab ini tak hanya berlayar sampai di Cina saja,
tapi
juga terus menjelajah sampai di Timur Jauh, termasuk Indonesia. Jauh sebelum
penjelajah dari Eropa punya kemampuan mengarungi dunia, terlebih dulu
pelayar-pelayar dari Arab dan Timur Tengah sudah mampu melayari rute dunia
dengan intensitas yang cukup padat. Ini adalah rute pelayaran paling panjang
yang pernah ada sebelum abad 16.

Hal ini juga bisa dilacak dari catatan para peziarah Budha Cina yang kerap
kali
menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad
ke-7
untuk pergi ke India. Bahkan pada era yang lebih belakangan, pengembara Arab
yang masyhur, Ibnu Bathutah mencatat perjalanannya ke beberapa wilayah
Nusantara. Tapi sayangnya, tak dijelaskan dalam catatan Ibnu Bathutah
daerah-daerah mana saja yang pernah ia kunjungi. 

Kian tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke
wilayah
Nusantara. Pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang
datang ke
Cina. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada
pertengahan abad ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu
atau
Kanton.

Tentu saja, tak hanya ke negeri Cina perjalanan dilakukan. Beberapa catatan
menyebutkan duta-duta Muslim juga mengunjungi Zabaj atau Sribuza atau yang
lebih
kita kenal dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sangat bisa diterima karena
zaman
itu adalah masa-masa keemasan Kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu ekspedisi
yang
akan menuju ke Cina tanpa melawat terlebih dulu ke Sriwijaya.

Sebuah literatur kuno Arab yang berjudul Aja'ib al Hind yang ditulis oleh
Buzurg
bin Shahriyar al Ramhurmuzi pada tahun 1000 memberikan gambaran bahwa ada
perkampungan-perkampungan Muslim yang terbangun di wilayah Kerajaan
Sriwijaya.
Hubungan Sriwijaya dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah terus berlanjut
hingga di masa khalifah Umar bin Abdul Azis. Ibn Abd Al Rabbih dalam
karyanya Al
Iqd al Farid yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama
Timur
Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII menyebutkan ada proses
korespondensi yang berlangsung antara raja Sriwijaya kala itu Sri
Indravarman
dengan khalifah yang terkenal adil tersebut. 

"Dari Raja di Raja [Malik al Amlak] yang adalah keturunan seribu raja; yang
istrinya juga cucu seribu raja; yang di dalam kandang binatangnya terdapat
seribu gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon
gaharu,
bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga
menjangkau jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan
tuhan-tuhan
lain dengan Tuhan. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang
sebenarnya
merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekadar tanda persahabatan.
Saya
ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam
kepada
saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya," demikian antara
lain
bunyi surat Raja Sriwijaya Sri Indravarman kepada Khalifah Umar bin Abdul
Azis.
Diperkirakan hubungan diplomatik antara kedua pemimpin wilayah ini
berlangsung
pada tahun 100 hijriah atau 718 masehi.

Tak dapat diketahui apakah selanjutnya Sri Indravarman memeluk Islam atau
tidak.
Tapi hubungan antara Sriwijaya Dan pemerintahan Islam di Arab menjadi
penanda
babak baru Islam di Indonesia. Jika awalnya Islam masuk memainkan peranan
hubungan ekonomi dan dagang, maka kini telah berkembang menjadi hubungan
politik
keagamaan. Dan pada kurun waktu ini pula Islam mengawali kiprahnya memasuki
kehidupan raja-raja dan kekuasaan di wilayah-wilayah Nusantara. 

Pada awal abad ke-12, Sriwijaya mengalami masalah serius yang berakibat pada
kemunduran kerajaan. Kemunduran Sriwijaya ini pula yang berpengaruh pada
perkembangan Islam di Nusantara. Kemerosotan ekonomi ini pula yang membuat
Sriwijaya menaikkan upeti kepada kapal-kapal asing yang memasuki wilayahnya.
Dan
hal ini mengubah arus perdagangan yang telah berperan dalam penyebaran
Islam. 

Selain Sabaj atau Sribuza atau juga Sriwijaya disebut-sebut telah dijamah
oleh
dakwah Islam, daerah-daerah lain di Pulau Sumatera seperti Aceh dan
Minangkabau
menjadi lahan dakwah. Bahkan di Minangkabau ada tambo yang mengisahkan
tentang
alam Minangkabau yang tercipta dari Nur Muhammad. Ini adalah salah satu
jejak
Islam yang berakar sejak mula masuk ke Nusantara.

Di saat-saat itulah, Islam telah memainkan peran penting di ujung Pulau
Sumatera. Kerajaan Samudera Pasai menjadi kerajaan Islam pertama yang
dikenal
dalam sejarah. Namun ada pendapat lain dari Prof. Ali Hasjmy dalam
makalahnya
pada Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh yang digelar pada
tahun 1978. Menurut Ali Hasjmy, kerajaan Islam pertama adalah Kerajaan
Perlak.

Masih banyak perdebatan memang, tentang hal ini. Tapi apapun, pada periode
inilah Islam telah memegang peranan yang signifikan dalam sebuah kekuasaan.
Pada
periode ini pula hubungan antara Aceh dan kilafah Islam di Arab kian erat.

Selain pada pedagang, sebetulnya Islam juga didakwahkan oleh para ulama yang
memang berniat datang dan mengajarkan ajaran tauhid. Tidak saja para ulama
dan
pedagang yang datang ke Indonesia, tapi orang-orang Indonesia sendiri banyak
pula yang hendak mendalami Islam dan datang langsung ke sumbernya, di Makkah
atau Madinah. Kapal-kapal dan ekspedisi dari Aceh, terus berlayar menuju
Timur
Tengah pada awal abad ke-16. Bahkan pada tahun 974 hijriah atau 1566 masehi
dilaporkan, ada lima kapal dari Kerajaan Asyi (Aceh) yang berlabuh di bandar
pelabuhan Jeddah.

Ukhuwah yang erat antara Aceh dan kekhalifahan Islam itu pula yang membuat
Aceh
mendapat sebutan Serambi Makkah. Puncak hubungan baik antara Aceh dan
pemerintahan Islam terjadi pada masa Khalifah Utsmaniyah. Tidak saja dalam
hubungan dagang dan keagamaan, tapi juga hubungan politik dan militer telah
dibangun pada masa ini. Hubungan ini pula yang membuat angkatan perang
Utsmani
membantu mengusir Portugis dari pantai Pasai yang dikuasai sejak tahun 1521.
Bahkan, pada tahun-tahun sebelumnya Portugis juga sempat digemparkan dengan
kabar pemerintahan Utsmani yang akan mengirim angkatan perangnya untuk
membebaskan Kerajaan Islam Malaka dari cengkeraman penjajah. Pemerintahan
Utsmani juga pernah membantu mengusir Parangi (Portugis) dari perairan yang
akan
dilalui Muslim Aceh yang hendak menunaikan ibadah haji di tanah suci.

Selain di Pulau Sumatera, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu yang
bersamaan
di Pulau Jawa. Prof. Hamka dalam Sejarah Umat Islam mengungkapkan, pada
tahun
674 sampai 675 masehi duta dari orang-orang Ta Shih (Arab) untuk Cina yang
tak
lain adalah sahabat Rasulullah sendiri Muawiyah bin Abu Sofyan, diam-diam
meneruskan perjalanan hingga ke Pulau Jawa. Muawiyah yang juga pendiri
Daulat
Umayyah ini menyamar sebagai pedagang dan menyelidiki kondisi tanah Jawa
kala
itu. Ekspedisi ini mendatangi Kerajaan Kalingga dan melakukan pengamatan.
Maka,
bisa dibilang Islam merambah tanah Jawa pada abad awal perhitungan hijriah.

Jika demikian, maka tak heran pula jika tanah Jawa menjadi kekuatan Islam
yang
cukup besar dengan Kerajaan Giri, Demak, Pajang, Mataram, bahkan hingga
Banten
dan Cirebon. Proses dakwah yang panjang, yang salah satunya dilakukan oleh
Wali
Songo atau Sembilan Wali adalah rangkaian kerja sejak kegiatan observasi
yang
pernah dilakukan oleh sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan. 

Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa
sangatlah
tidak bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan
pondasi-pondasi yang kuat dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang
berbentuk
kerajaan. Kerajaan Islam di tanah Jawa yang paling terkenal memang adalah
Kerajaan Demak. Namun, keberadaan Giri tak bisa dilepaskan dari sejarah
kekuasaan Islam tanah Jawa.

Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau yang nama
aslinya Maulana Ainul Yaqin, telah membangun wilayah tersendiri di daerah
Giri,
Gresik, Jawa Timur. Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kerajaan agama dan
juga
pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini pula dihasilkan
pendakwah-pendakwah yang kelah dikirim ke Nusatenggara dan wilayah Timur
Indonesia lainnya.

Giri berkembang dan menjadi pusat keagamaan di wilayah Jawa Timur. Bahkan,
Buya
Hamka menyebutkan, saking besarnya pengaruh kekuatan agama yang dihasilkan
Giri,
Majapahit yang kala itu menguasai Jawa tak punya kuasa untuk menghapus
kekuatan
Giri. Dalam perjalanannya, setelah melemahnya Majapahit, berdirilah Kerajaan
Demak. Lalu bersambung dengan Pajang, kemudian jatuh ke Mataram.

Meski kerajaan dan kekuatan baru Islam tumbuh, Giri tetap memainkan
peranannya
tersendiri. Sampai ketika Mataram dianggap sudah tak lagi menjalankan
ajaran-ajaran Islam pada pemerintahan Sultan Agung, Giri pun mengambil sikap
dan
keputusan. Giri mendukung kekuatan Bupati Surabaya untuk melakukan
pemberontakan
pada Mataram.

Meski akhirnya kekuatan Islam melemah saat kedatangan dan mengguritanya
kekuasaan penjajah Belanda, kerajaan dan tokoh-tokoh Islam tanah Jawa
memberikan
sumbangsih yang besar pada perjuangan. Ajaran Islam yang salah satunya
mengupas
makna dan semangat jihad telah menorehkan tinta emas dalam perjuangan
Indonesia
melawan penjajah. Tak hanya di Jawa dan Sumatera, tapi di seluruh wilayah
Nusantara.

Muslim Indonesia mengantongi sejarah yang panjang dan besar. Sejarah itu
pula
yang mengantar kita saat ini menjadi sebuah negeri Muslim terbesar di dunia.
Sebuah sejarah gemilang yang pernah diukir para pendahulu, tak selayaknya
tenggelam begitu saja. Kembalikan izzah Muslim Indonesia sebagai Muslim
pejuang.
Tegakkan kembali kebanggaan Muslim Indonesia sebagai Muslim bijak, dalam dan
sabar.

Kita adalah rangkaian mata rantai dari generasi-generasi tangguh dan tahan
uji.
Maka sekali lagi, tekanan dari luar, pengkhianatan dari dalam, dan kesepian
dalam berjuang tak seharusnya membuat kita lemah. Karena kita adalah
orang-orang
dengan sejarah besar. Karena kita mempunyai tugas mengembalikan sejarah yang
besar. Wallahu a'lam.n  
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Ingin memasarkan produk anda di web RantauNet http://www.rantaunet.com 
Hubungi [EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php
----------------------------------------------------
Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: 
http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php
========================================

Kirim email ke