MS: Inilah yang menjadi ketakutan kita bersama Pak Jabok. Sebuah proses yang dimulai dari ignorance sementara, lalu perlahan mulai melepaskan diri, dan akhirnya memandang masalah adat vs agama menjadi sebuah permasalahan hitam putih. Akhirnya kita balik kanan. Sebuah pertanyaan muncul, apakah untuk menjalankan agama kita harus melepaskan dulu keminangkabauan kita? Pertanyaan ini bisa akan terus punya rentetan. Ketika dihadapkan pada permasalahan lahan/tanah ulayat sebagai sebuah resources ekonomi, apakah kita meninggalkan keminangkabauan kita? st.jabok: tak perlu, dulu mungkin di zaman para wahabi perlu area hitam atau putih, tapi kini semakin berkembangnya budaya, mulai dikenalnya asimilasi budaya, kenapa tidak. yang menjadi alternatif kemudian, kita perlu membangun center of excellence, tempat pembelajaran bagi semua yang bersimbiosis mutlak dengan perkembangan masyarakat... kita perlu buya2 dan syekh2 baru disini... mungkin bpk. mantari sutan bisa mencoba... mengenai permaslahan lahan dan tanah ulayat, sekali lagi saya sampaikan, bila kita mau memandang sistem adat yang modern [entah modern atau tidak, tapi tengoklah suku yang besar dan berkembang di daerah perkotaan, kotamadya sekarang, dsb..], maka sistem adat itu sudah mulai beradaptasi buakn sekedar urusan sanak sa paruik, tapi ado juo karena sebab2 nan lain ia bersuku, seperti meminta jadi suku A atau karena dianggap berperan besar mengembangkan kampung di daulat masuk suku B. sehingga lahan/tanah ulayat sama statusnya sebagai harta waqaf yang diperuntukkan untuk kepentingan umat/masyarakat. MS: Untuk beberapa hal saya setuju dengan anda Pak Jabok, terutama berkaitan dengan pendidikan. Kembali kepada sistem waris dan sistem keturunan-bagian yang paling dikritisi Pak Saaf-, bagaimana buya Hamka menerapkan di keluarga bisa kita jadikan contoh di tingkat individu rumah tangga telah terjadi perubahan sistem tata waris dan keturunan. st. jabok: tak dipungkiri lagi, buya hamka berperan besar memasyarakatkan itu semua, tapi seperti yang diceritakan buya hamka sendiri, kebanyakan apa yang beliau inspirasikan berasal dari dokumentasi beliau terhadap perjalanan ayahnya dan kawan2nya, djamil djambek, ibrahim musa parabek, abbas abdullah, mustafa abdullah, dsb... mereka itu yang berijtihad dan mengokokohkan perubahan atas adat ABS-SBK, setalah generasi pertama dari orang2 tua mereka, harimau nan salapan... artinya masihkan kita naif bahwa apa yg kita bicarakan tentang sistem waris adat itu sudah tidak berlaku lagi di tataran real budaya minang yang sekarang... masalah sistem keturunan, sejak jaman bergulirnya ABS-SBK itu orang minang malu klo' tidak beragama islam, jadi sudah pasti dia tau bapak dari kakeknya, dan itu kemajuan besar dari ABS-SBK yang masih kita bilang dewasa ini tidak relevan... besok ketika orang minang telah tangga islamnya, anak2 mereka akan panggil bapaknya, "hey, you, sir"... jadi jangan terkecoh dengan pemikiran kita sendiri yang ternyata lebih usang dari realita yang ada sekarang... saya suka anjuran mantari sutan dengan pembebasan pikiran...
MS: DI Sumatera Barat ada banyak nagari Pak Jabok. Untuk nagari-nagari yang anda sebutkan, perlu juga dikaji lebih jauh bagaimana persepsi penduduknya terhadap adat dan agama. Jangan-jangan (mudah-mudahan salah), untuk permasalahan tertentu mereka melepaskan dulu keminangkabauan mereka. Bukan sebuah generalisasi Pak Jabok. Kita hanya mencoba menyelaraskan bagian-bagian kebiasaan kita di ranah selama ini, yang dirasakan belum selaras dengan Agama. Kalau memang kita hendak menjadikan agama sebagai acuan paling atas dalam sistem nilai komunal kita. Syarak mangato adat mamakai. Kembali saya bertanya kepada Bapak Jabok, apakah sistem waris st.jabok: jangan salah bpk.mantari, pergolakan kembali atas keabsahan adat (padahal karena menguntungkan mereka) sekarang sudah tergerogoti, putusnya regenerasi dari jaman sumatera thawalib ini, telah menyebabkan minangkabau tidak munculnya pembaharu2 baru dari dan untuk minangkabau... saya ada usul bagaimana pak mantari mencari novel yang dikarang novia syahidah, novelis dari payakumbuh, tentang kehidupan para syekh dan adat minangkabau sendiri... tampaknya tidak... sampai sekarang yang membimbing saya adalah keluarga bako saya, dan bagaimana mak tuo berkata mamak den (syekh abbas) nan mambuek rumah gadang ko untuk kami (anak kamanakan)... jadi yang anda khawatirkan tidak terjadi dalam kasus saya... dan sayamasih yakin dengan perkembangan di tempat yang lain.... MS: Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Anda Pak Jabok. Anda dan keluarga besar berbeda dengan minangkabau kebanyakan. Sedikit banyak saya tahu keluarga anda yang memang dari dulu dikenal sebagai keluarga ulama. Keluarga besar anda saya rasa memiliki point of view yang berlainan dengan kami minang kebanyakan ini. CMIIW Pak Jabok.. st.jabok; anda terlalu berlebihan pak mantari... dan terlalu berlebihan juga tentang keluarga saya... mereka sudah hampir punah... dan akhirnya tanggung jawab ini saya anggap sebagai tanggung jawab darah [syariat] bukan adat, yang jatuh ke kamanakan... dulu mungkin berbeda, tapi sekarang kita mulai dari starting point yang sama... saya membangun dari apa yang pernah ada, sedangkan anda mungkin membangun yang baru... bukankah begitu cara tuhan mengajarkan kita untuk saling belajar... --------------------------------- Don't get soaked. Take a quick peek at the forecast with theYahoo! Search weather shortcut. --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ Kami mengundang sanak untuk hadir dalam acara: "Wartawan mengajak Berdoa Bersama untuk Keselamatan Negeri" pada tanggal 8 April 2007 jam 08:00 di Masjid Istiglal. Acara ini terpicu oleh musibah terbakarnya Ustano Pagaruyuang dan Gempa di Sumbar. Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Konfigurasi dan Webmail Mailing List: http://groups.google.com/group/RantauNet Daftar dulu di: https://www.google.com/accounts/NewAccount -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---