Riri - Mairizal Chaidir [EMAIL PROTECTED] wrote: Kalau begitu, siapa sebenarnya yang "tidak namuah dan tidak siap dengan perubahan?"
Sebetulnya kalau kita mau sedikit ber-analisa2, mungkin ada sebagian dari Pegawai Pemda tu yang tidak namuah atau tidak siap dengan perubahan,tetapi suka atau tidak suka yang namanya perubahan itu pasti akan terjadi karena Perubahan itu sebetulnya adalah Sunatullahnya Allah,siap atau tidak siap,suka atau tidak suka, yang namanya perubahan itu pasti akan terjadi, seperti halnya perubahan yang terjadi pada kita manusia inilah,indak mungkin awak ketek taruih atau awak mudo taruih do...kan baitu?. Sayangnya, begitu masuk ke level implementasi, ternyata produk yang mereka beli tidak semudah dan semurah "katanya" dulu. Nah ini jelas2 disebabkan karena ketidak pahaman mereka akan IT itu sendiri,ketidak pahaman akan kebutuhan Software seperti apa yang mereka butuhkan.Kalau dikecekan Sekwilda sampai ke Pelaksana "Paham",mungkin paham nan manangguang2 barangkali,tetapi tidak menguasainya secara baik.Bukti nyatanyo sajo,Masih banyak juo dari mereka nan indak bisa ber-email atau tidak mau ber-email...,ba a pulo awak ka mangicekan mereka paham betul akan IT tu, kalau ber-email saja masih alun bisa atau alun namuah. Kesimpulan Jadi sebaiknyo kito perkenalkan bana lah kepada mereka,apa dan bagaimana kemajuan dunia IT saat kiniko dan bagaimana kemajuan suatu komunitas akan dapat dipercepat dengan kemajuan IT nya.Sebaiknya disiapkan sebuah presentasi yang komprehensive baik masalah teknisnya,manfaat serta management IT itu sendiri. Disinilah sebetulnya kesempatan dan tantangan kita untuk mengoptimalkan PERAN PERANTAU MINANG ko menuruik ambo,kalau memang kito2 ko ingin berpartisipasi dalam memajukan dunia IT dan komunikasi di Sumatera Barat.Karena posisi ini masih kosong sejauh pengetahuan Ambo sampai saat kini,belum ado IT specialist lai di Pemprov Sumbar,baik di Kantor Gubernur,maupun di tingkat Kotamadya maupun Kabupaten barangkali (Mungkin paralu di cek secara detail per Kota/Kab barangkali). Kalau ado proyek2 pengadaan dan usulan mengenai IT tu,tentunya mereka akan memberikannya kepada pihak ketiga (Konsultan IT) serta IT providernyo.Nah Kalau peran pihak ke tiga ini, baik Konsultan IT maupun IT Provider tu bisa digantikan oleh PERAN Awak2 Perantau Minang yang mengerti masalah IT tu,tentunya ini akan jauh lebih baik lagi,paling tidak akan bisa mengurangi beban biaya APBD buat konsultan IT tu sahinggo kito2 perantau Minang ko tidak hanya sekedar,mengkritik, bateori dan berkonsep sajo.Tetapi juga bisa berbuat nyata di lapangan.Untuk itu sebaiknyo diawali dulu dengan presentasi IT ko kepada PEMDA Sumbar dulu (Pemprov/ Kota/Kab).Yakinlah,nanti tabukak bana tu mah,apo ado kesulitan yang sedang mereka hadapi sekatang dan solusi IT seperti apo yang mereka butuhkan sabananyo. Wassalam, Kurnia Chalik -----Original Message----- From: RantauNet@googlegroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] Behalf Of Riri - Mairizal Chaidir Sent: Wednesday, April 18, 2007 8:47 PM To: RantauNet@googlegroups.com Subject: [EMAIL PROTECTED] Re: Pendidikan dan Telekomunikasi Sumbar. Kurnia Chalik <[EMAIL PROTECTED]> wrote: >>> Pegawai Negeri di Pemda Sumbar bukannya tidak namuah dan juga bukan tidak >>> siap dengan perubahan,tetapi banyak dari Mereka yang belum paham sabananyo >>> mengenai kemajuan dan kecanggihan serta manfaat IT tu. Untuk bidang pengelolaan keuangan daerah pendapat ini tidak berlaku. Istilah "resistance to change" yang biasanya mengawali buku teks sistem informasi tidak ditemukan di lingkungan ini. Mereka - mulai dari level atas spt sekwilda dan asisten, kepala biro/bagian/badan keuangan, sampai ke pelaksana sangat memahami dan membutuhkan, serta berusaha memanfaatkan IT secara maksimal. Sayangnya, begitu masuk ke level implementasi, ternyata produk yang mereka beli tidak semudah dan semurah "katanya" dulu. Contoh paling mutakhir, ketika peraturan mengenai pengelolaan keuangan daerah berubah (kalau dibandingkan, sih garis besarnya ga berubah), banyak daerah yang terpaksa "membangun" aplikasi baru. Kenapa? Jangankan untuk mengadaptasi peraturan yang totally baru, untuk merubah kode rekening saja harus minta "asistensi" developer. Kalau begitu, siapa sebenarnya yang "tidak namuah dan tidak siap dengan perubahan?" Catatan: Bisa saja kesimpulan saya salah, tapi harusnya tidak terlalu salah. Tahun 2005-2006 saya bbrp teman melakukan studi ttg ini, sebagai bagian dari program pengembangan local goverment finance and governance reform. Mudah2 studi ini tidak bias karena kami bekerja untuk pemerintah, dan dibayar oleh lembaga donor. Bukan berarti teman2 saya ahli, tetapi kebetulan kami berasal dari berbagai latar belakang, akuntan pemerintah dengan pemahaman IT, orang IT dengan pemahaman akuntansi, ada yang orang kampung seperti saya, tapi juga bbrp urang gaek dari lua nagari nan pernah terlibat pengembangan sistem keuangan pemerintah di negara maju dan negara mundur. Dan tidak ada satupun dari kami yang akan "beruntung" kalau daerah pakai IT, atau "merugi" kalau mereka tidak pakai, karena tidak satupun yang berbisnis IT. Studi memang tidak mencakup seluruh 400an daerah, "hanya" 21 propinsi, di mana 4 propinsi diantaranya (termasuk Sumatera Barat) menjadi partisipan. Bapak2 dan Ibu2 itu diminta masukan melalui kuesioner, wawancara, dan diskusi - baik dengan kami, maupun "sesama mereka". Mereka ini dari unit keuangan, perencanaan, "pencari uang", dan "pengguna uang". Pengertian "sesama mereka" itu bisa satu profesi-beda daerah, dan satu daerah-beda profesi. Untuk 4 Propinsi, tim datang liat2 orang kerja, ngobrol dll ke level propinsi, kabupaten, dan kota (di Sumbar: Sumbarnya sendiri, Padang, dan Padang Pariaman). Riri (45) --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Konfigurasi dan Webmail Mailing List: http://groups.google.com/group/RantauNet Daftar dulu di: https://www.google.com/accounts/NewAccount -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---