mak riri dan pak mantari yang saya hormati...
  ---
   
  yah memang seh saya memaklumi, akan tetapi dengan ada nya peremajaan pegawai 
seharusnya, dan setingkat propinsi dibawah langsung departemen, ada hal2 yang 
tak perlu ada bias...
   
  sama seperti kasus anak dhuafa yang pak riri sebutkan, dengan aalsan 
terorisme sedang gencar di indonesia, menjadikan pembuatan ini di perketat, dan 
kemudian dengan alasan itu pula menajdikan saya mengalami kesulitan meminta hak 
saya sebagai warga negara. cuma itu... dan kalau melihat silogisme yg mak riri 
sebutkan, kayaknya gak boleh... atas kesalah satu-dua orang, banyak orang 
dirugikan oleh negara... apa karena saya jabok/ba-jambek... ntah lah... 
   
  input pegawai depdagri/imigrasi setau saya dari sekolah2 seperti IPDN, dll... 
bener gak seh?? 
  ----
  pak riri, sebenarnya kan bukan karena permasalahan sepele itu saya 
menggugat... saya manusia zaman kini, walaupun agak miskin dan gak beradat... 
;p 
   
  melihat pola2 yang speperti itu yang seharusnya ada effisiensi yang tinggi, 
terlebih dah disinergikan dengan IT [online]... apalagi yang kita tunggu?? 
sumabr bisa maju lebih cepat, jangan sampai kesalahan kecil ini malah 
menghalangi potensi besar sumbar untuk berkembang... [teori broken window... 
memperbaiki yang kecil untuk memperbaikin yang besar]
   
  coba kita bayangkan di berita disebutkan para TKI asal indonesia 
dipulangkan... lalu bagaimana yg dari sumbar?? saya belum pernah melihat 
pengusiran gelombang eksodus itu... ini menjadi penting, segala potensial 
termasuk birokrasi dan hukum memberikan hak bagi kita sebagai warga negara yang 
merdeka. karena sejatinya ada dua proses didalam kenegaraan dari apa yg saya 
pahami dari karya aristoteles [politics].
   
  ini juga yang bisa kita panen dari sektor pariwisata, kalau ada akses 
administrasi yg lebih mudah dari malaysia dan singapura, bukan gak mungkin 
mereka akan berplesiran ke sumbar... ini aset yang besar, dengan hanya 
memperbaiki permasalahan kecil tadi, [karena serumpun], banyak yang bisa di 
inovasikan oleh sumbar... [correct me if im wrong..]
   
  pertama, pengakuan kebertundukan pada hukum yang disepakati bersama.. yakni 
hukum negara...
  kedua, pemberiaan hak kepada warga negara oleh warga negara yang lain negara, 
teruatama yang diserahi mandat warga negara yang lain [pemerintah].
   
  bila salah satu butir explisit, [belum pernah ada kontrak sebagai warga 
negara kan] dilanggar salah satu pihak, maka sebenarnya gugur pula keterikatan 
sebagai warga negara... 
   
  dalam politics juga disebutkan, pola konservatif pengakuan warga negaraan 
diatur berdasarkan wilayah, teritorial dan suku-suku... sedangkan pola yang 
modern adalah atas dasar pengakuan atas kedaulatan.
   
  indonesia mau sperti apa? nggak bisa donk di jakarta kita anut yg modern, 
sedangkan di daerah kita anut yg konservatif...
   
  ketidakpastian ini, walaupun ada ketegasan dalam perundangan yang membuat 
kita sebagai warga negara sebenarnya didzalami oleh negara... sedangkan negara 
tidak tahu klo para aparaturnya seperti itu... 
   
  bukan karena faktor saya pak riri... tapi kebetulan saya yang menggugat... 
seperti tentang indonesia, kebetulan hatta menyebutkan pembelaannya di sidang 
di belanda... 
   
  kalau ayah saya ngajarin saya, sperti ini pak riri "karena saya orang minang, 
pantang dek awak di parmainkan", apalagi kalau saya paham... ;p iya gak pak 
mantari?? ^_^
   
   
  jabok
  masih menggugat.. n im not broken d rule...
  mari berinovasi...


Mantari Sutan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
    Kasus imigrasi seperti ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Sumbar.  Ini 
terjadi di seluruh negara ini.  Satu-satunya kesalahan imigrasi Sumbar (baik 
padang ataupun Bukittinggi) hanyalah menjadi bagian dari sistem imigrasi 
Indonesia.
   
  Saya dulu juga pernah punya passport Bukittinggi, expired September tahun 
ini.  Niatnya bikin passport di kampung agar, kalo ke Singapur tidak perlu 
membayar fiskal.  Niatan ini tidak pernah berlangsung.  Untuk perjalanan yang 
seperti itu, saya selalu dibayarkan kantor.  Isi saku belum cukup untuk 
melakukan, perjalanan sendiri.
   
  Yang jelas pelayanan imigrasi kita tidak pernah berubah.  Februari lalu saya 
mengurus passport baru di kantor imigrasi Jakarta Selatan.  Tarif 200 ribu 
untuk passport 48 halaman hanyalah sekadar tempelan belaka.  Uang yang saya 
keluarkan sekitar 350 ribuan waktu itu.  Macam-macamlah alasannya, yang maksud 
sebenarnya hanyalah meminta kerelaan saya meninggalkan uang disana.
   
  Wassalam
   
  UBGB
   
   
  
Riri - Mairizal Chaidir <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
    Ha ha, batua. Sabananyo sejak awal 2006 alah dimulai di beberapa kanim, 
tapi sejak september, seluruh kanim sudah bisa melakukannya.
   
  Tadi ambo menulis "aturan lamo" cuma karano nio tau, seberapa tahu dunsanak 
awak nan protes tu jo peraturan nan lah diumumkan, jadi bia kalau ka protes - 
apolagi batanyo ka "datuak SBY" dan "menggugat republik" jaleh dulu, a nan ka 
protes
   
  Haha
   
  RIri 


    
---------------------------------
  Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
Check out new cars at Yahoo! Autos.




       
---------------------------------
Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
 Check outnew cars at Yahoo! Autos.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

Konfigurasi dan Webmail Mailing List: http://groups.google.com/group/RantauNet
Daftar dulu di: https://www.google.com/accounts/NewAccount
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke