Kebebasan Berpendapat
 Jakarta, NU.Online

Pada awal kemerdekaan persoalan pilihan ideology negara menjadi sangat
serius.  Karena  itu  sering  menimbulkan  perdebatan  berkepanjangan.
Bahkan  salah  satu  acara  yang  termasuk  berat  dan  memakan  waktu
berminggu-minggu dibahas dalam DPA ialah masalah Sosialisme Indonesia.

Acara ini bertalian erat dengan pasal 33 UUD 1945. Bahwa: Perekonomian
disusun  sebagai  usaha  bersama  berdasarkan  atas asas kekeluargaan.
Bahwa  cabang-cabang  produksi  yang  penting  bagi  negara  dan  yang
menguasai  hajat  hidup  orang banyak dikuasai oleh negara. Bahwa bumi
dan  air  dan  kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.

Hampir  semua  anggota  mengambil  bagian  dalam  diskusi  besar  itu.
Masing-masing  berpangkal  tolak  dari  ideologi  serta aliran politik
mereka.  Bermacam-macam gaya yang digunakan dalam mengemukakan pikiran
mereka.   Ada   gaya  ulama,  politisi,  orator,  agitator,  prajurit,
sastrawan, dan sebagainya. Bung Karno mengumumkan bahwa para pembicara
diberi  kebebasan  untuk  mengemukakan buah pikirannya, tanpa dibatasi
waktu, tetapi supaya jangan ngelantur atau bertele-tele

Prof.  Mr.  Jokosutono  mendapa  giliran  berbicara.  Sebagai  seorang
sarjana,  guru  besar dan wakil kaum cendekiawan, tentu saja uraiannya
sangat  ilmiah.  Dikupas segala macam sosialisme mulai dari sosialisme
utopis,  sosialisme  demokrasi, komunisme, anarkisme, sindialisme, dan
macam-macam  lagi. Diungkapkan segala macam teori mulai dari Zeno dari
aliran  Stoa  hingga  Diderot,  Godwin,  Proudhon,  Max Stirner maupun
Bakunin.  Tentu  saja  teori-teori  menurut  Robert Owen dan Karl Marx
tidak luput dari ungkapannya.

Buat  orang  yang  ingin  menambah  ilmu pengetahuan, uraian Prof. Mr.
Jokosutono  memang  bisa menarik. Uraiannya gamblang dan terus terang.
Mana-mana  yang  bisa  diterima  dan  mana-mana  yang harus ditentang,
diuraikan dengan penuh kesungguhan.

Mungkin   sebagai  seorang  gurubesar  yang  biasa  memberikan  kuliah
diberbagai  fakultas  dan  akademi,  maka  sebagian  besar anggota DPA
merasa   diperlakukan   sebagai   mahasiswa.  Manun  bagi  tokoh-tokoh
intelektual-politikus   yang   tergolong   senior,  uraian  Prof.  Mr.
Jokosutono dianggap  nglantur  dan bukan tempatnya.

Sejak  tadi  kelihatan  Bung Karno memegang-megang palunya. Dia hendak
menghentikan  pembicara, menunggu giliran dari pidatonya yang dianggap
titik   akhir.   Namun  Prof.  Mr.  Jokosutono  belum  mau  mengakhiri
pidatonya.  Meluncur saja uraiannya dari balik perbendaharaan ilmunya,
hingga tidak diketahui kapan akan berakhir.

Tok,  tok, tok, kedengaran suara palu dipukulkan diatas meja.  Bisakah
diringkas dan disimpulkan?  bertanya Bung Karno.

 Sedikit  lagi  saudara  Ketua,  jawab Prof. Mr. Jokosutono. Uraiannya
diteruskan, masih panjang juga.

 Saudara  harus membatasi waktu!  Bung Karno menyela sambil memukulkan
palunya.

 Wee  lhaa, kalau tidak dijelaskan nanti kan tidak jelas,  jawab Prof.
Mr. Jokosutono.

 Ya, tetapi saudara ngelantur!  Bung Karno kelihatan menahan marah.
 Bukan  ngelantur  saudara  Ketua!  Ini ilmiah, harus diuraikan dengan
jelas,  jawab sang profesor.

 Tetapi saudara bersikap textbook-thinking,  Bung Karno mulai merah mukanya.

 Lho,  saya  kan  mahaguru, sarjana. Kalau tidak textbook-thinking kan
ngawur  namanya.  Bagaimana  mahasiswa saya kalau mahagurunya ngawur? 
kata Prof. Mr. Jokosutono menatap wajah Bung Karno.

 Iya,  tetapi  teori  yang saudara kemukakan dan pendapat sarjana yang
saudara sitir itu banyak yang sudah out of date, ketinggalan zaman dan
salah,  seru Bung Karno dengan menahan geram.

 Out  of  date  menurut  siapa?  Salah  menurut siapa?  kata Prof. Mr.
Jokosutono dengan sikap menantang.

 Menurut saya!  jawab Bung Karno mulai marah.
 Soalnya  saudara  Ketua  ini  Presiden  yang  sedang  berkuasa,  bisa
mengatakan  orang  lain salah. Kalau saya ini Presiden, saya juga bisa
katakana bahwa saudara salah!  ucap Prof Mr. Jokosutono dengan gagah.

 Itu  bisa  kita mengadu argumentasi bung!  Bung Karno meradang sambil
memukul-mukul palu di mejanya.

 Saya  protes  saudara  Ketua!  teriak Rangkayo Rasuna Said yang duduk
satu  deretan  dengan  Prof.  Mr.  Jokosutono.   Saudara  tidak  boleh
memimpin rapat dengan marah! 

 Saya  tidak  marah  ,  jawab  Bung  Karno  setengah  berteriak dengan
wajahnya yang sudah memerah.

 Yaaa, tetapi muka saudara tampak marah, cemberut  , seru Rasuna Said.
 Sabar, sabar, sabar  , serentak suara beberapa orang.
 Laa ilaaha illallaaaah !  seru Prof. Iwa Kusuma Sumantri.
 Ingat, ingat, ingat !  serunya.
GGGGrrrrrr .!, semua tertawa.
 Masyaaaaaa  Allaaaaaaahh ..,  seru Bung Karno sambil ikut tertawa juga.
Urat-urat mulai pada kendor. Sebagian berteriak:  Minum , minum ! 
 Saudara Jokosutono masih akan meneruskan kuliahnya?  Bung Karno bertanya.
 Bukan kuliah Paduka 

 http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_list&category_id=5




--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

Konfigurasi dan Webmail Mailing List: http://groups.google.com/group/RantauNet
Tapi harus mendaftar dulu di: https://www.google.com/accounts/NewAccount dengan 
email yang terdaftar di mailing list ini.
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke