Walaikumussalam WW

 

Mak Lembang Alam dan sanak sapalanta.

 

Manuruik nan dijalani dalam kehidupan sehari benar seperti yang diuraikan
oleh mamak ini. Dan dilain pihak menurut teori, adat adalah kebiasaan yang
dianut dan dipatuhi oleh masyarakatnya.

 

Sekarang timbul dua kubu mengenai adapt ini diranah Minangkabau.

 

Pertama, orang yang menganggap hukum adat adalah seperti adat yang dulu
semasa beberapa generasi lalu dalam cerita mak Lembang dibawah. Dan malah
mengklaim " indak lapuak dek hujan, indak lakang dek paneh" alias tidak
boleh dirubah.

 

Kedua, adalah orang yang menjalani kehidupan dengan tatatan (adat) yang
mereka pakai dan patuhi saat ini. Yaitu yang menganggap bapak adalah kepala
keluarga dan bertanggungjawab terhadap keluarganya. Ini yang betul menurut
teori adat.

 

Jika ditarik ilmu lurus, mana yang tidak beradat kini jadinya, apa yang
pertama atau yang kedua? Kalau dalam rapat2 keminangkabauan maka petinggi
adat masih kokoh memakai yang pertama, seolah tidak melihat kepada kenyataan
hidup yang terpakai kini. Apa memang yang begini yang dibilang beradat?

 

Kalau boleh berpendapat, sebaiknya yang disebut adat Minangkabau, ini sesuai
juga dengan "dima bumi dipijak disinan langik dijunjuang", "Sakali aia
gadang sakali tapian barubah", adalah yang kedua, paling tidak ya pintar2
menggabungkan yang pertama dan kedua. Kalau tidak maka yang adat itu akan
selalu hanya hidup di-awang2 saja jadinya.

 

Wassalam WW

St. Parapatiah 54 Jkt.

 

 Catatan: autu correct msword sering menukar adat jadi adapt, mohon
dimengerti. 

 

  _____  

From: RantauNet@googlegroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On
Behalf Of Muhammad Dafiq Saib
Sent: Wednesday, June 13, 2007 9:05 PM
To: RantauNet@googlegroups.com
Subject: [EMAIL PROTECTED] Patrilineal dan matrilineal Re: [EMAIL PROTECTED] Re:
Islamkan Adat Minang: Perempuan juga dibeli?

 

Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu

 

Menurut cerita dan data yang kita terima, beberapa generasi yang lalu, mamak
laki-lakilah yang bertanggung jawab terhadap pengurusan ekonomi rumah
gadang. Mamak yang mengurus sawah sampai padi terbawa pulang untuk dimakan
oleh kemenakan. Sesampai padi di rumah, mamak tidak lagi berkuasa,
pengurusan dan penguasaan padi hasil sawah di pegang oleh nek tuo. Mamak
mendapat uang untuk pembeli rokok dari nek tuo. Ketika dia pergi ke rumah
istrinya, disana dia tidak punya tanggung jawab apa-apa yang menyangkut
urusan ekonomi. Karena di tempat istrinya, ada pula mamak rumah yang
mengurus segala-galanya itu. Kelemahan dari tata cara seperti ini secara
Islam adalah minim atau tidak adanya tanggung jawab materil ayah kepada
anak-anak. Seorang laki-laki yang adalah mamak itu pada dasarnya tidak
mempunyai harta, selama dia bekerja mengurus sawah ladang saja. Kerbaupun
termasuk harta inventaris dari sistim adat berpusaka tinggi. Maka ketika dia
meninggal, dia tidak meninggalkan harta waris apapun untuk anak-anaknya yang
seharusnya diturunkannya secara syarak. Maka semua harta turunlah secara
melereng, melaui aturan turunnya harta pusaka tinggi.

 

Hanya saja ketika anak gadis akan dikawinkan, karena menurut aturan Islam
wali nikah adalah ayah kandung, orang Minang mematuhinya. Ayahlah yang jadi
wali nikah, bukan mamak yang menikahkan kemenakan. Sesudah berlangsung
pernikahan, orang sumando, yang juga mamak di rumah dunsanak perempuannya,
melanjutkan kesibukan di rumah dunsanaknya itu.

 

Lalu sedikit demi sedikit berubah kesibukan laki-laki Minang. Mulai mereka
menggalas. Mulai mereka jadi pegawai. Mulai mereka melihat ke kiri dan ke
kanan dimana orang lain hidup berkeluarga dengan istri dan anak-anaknya.
bertanggung jawab mengurus rumah tangganya itu, bukan lagi mengurus sawah di
rumah dunsanak perempuannya. Ketika mereka mula-mula pergi merantau sendiri,
pergi babelok, pulang sekali setahun, menurut cerita pula, masih belum
seratus persen mereka mengurus anak dan istri. Masih banyak yang terlibat
dalam mengurus urusan adik perempuan. Menebuskan sawah pusako. memperbaiki
rumah gadang yang ketirisan,  tapi tanggung jawab kepada istri mulai pula
timbul pelan-pelan. Balik pula ke rantau, terlihat lagi orang lain hidup
berkeluarga dengan anak dan istri, akhirnya timbul pula keinginan untuk
membawa istri ke rantau, boleh 'sama pula kita dengan orang lain'. Kalau
demikian halnya, tanggung jawab kepada istri tentu tidak bisa main-main
lagi. Mulai dibangun rumah tangga. Mula-mula mungkin menyewa rumah dulu.
Lama-lama timbul pula keinginan untuk memiliki rumah sendiri.

 

Pengaturan harta pusaka menjadi pusaka tinggi dan pusaka rendah semakin
jelas jadinya. Pusaka rendah adalah harta pencarian (bukan harta dari hasil
sawah) apakah itu harta yang didapat dari hasil berdagang ataupun dari gaji
sebagai pegawai. Tanggung jawab lebih terarah kepada anak kandung. Anak
sekarang dipangku digedangkan. Diuruskan urusannya dari a sampai z. Tanggung
jawab tidak lagi sekedar menjadi wali nikah ketika mengawinkan anak
perempuan, tapi termasuk membiayai 'alek' anak gadis tersebut. 

 

Namun kemenakan tentulah di ingat juga. Kemenakan dibimbing, ditunjuk -
diajari. Diuruskan dimana perlu. Betul bahwa orang sumando, atau ipar kita
juga sudah mengambil alih tanggung jawab pula mengurusi kemenakan. Namun
hubungan kekeluargaan dengan adik dan kemenakan tentu harus tetap
terpelihara. Tetap santun menyantuni.

 

Karena laki-laki sekarang berharta, sebab dia berhasil dengan
perdagangannya, atau berhasil dengan pekerjaannya, maka ada yang akan
diwariskan. Pewarisan ini dilakukan dengan cara 'pusako randah', sesuai
dengan syarak. Harta itu diturunkan kepada anak, bukan kepada kemenakan.
Begitu sekarang. Jadi sudah berubah dari cara-cara lama, ketika laki-laki
tidak berharta, ke cara sekarang dimana laki-laki berpunya. Orang laki-laki
seperti ini sekarang tidak mengusik-usik lagi harta tua di rumah dunsanak
perempuannya.

 

Tapi ada lagi kendala baru, yang sedang agak marak saat ini di kampung, yang
perlu pula dipikirkan penanganannya agar jelas. Pertama, seperti dibawah
thread lain, mulai populernya sekarang orang perempuan mensertifikatkan
harta tua pusako tinggi yaitu sawah, tanah perumahan berikut parak. Ketika
disertifikatkannya tanah ini, sepertinya makin kuat cengkeraman
'pribadi-pribadi', makin longgar cengkeraman 'adat'. Setelah itu nanti
bagaimana dia akan diwariskan?

 

Bertanbah rancu sedikit lagi, ketika orang sumando membuatkan rumah di tanah
pusako anak-anaknya (yang adalah kemenakan-kemenakan awak). Tegaknya di
tanah pusako, rumahnya biaya rang sumando. Bagaimana kepemilikannya nanti,
ketika rumah itu akan diwariskan oleh urang sumando? Tentu tidak akan
mungkin sebagai harta pusaka rendah, karena tegaknya di tanah adat, pusako
tinggi.

 

Dari uraian di atas, mudah-mudah-an terlihat bahwa dulu sistim matrilineal
itu sangat kental, ketika tanggung jawab ekonomi di pikul sepenuhnya oleh
mamak. Dia hanya tidak cukup pekat sehingga masih menyisakan ruang bagi ayah
untuk menjadi wali nikah anak gadisnya. Namun dengan perkembangan zaman
sekarang ini, rasanya hampir mustahil menemukan mamak yang masih memegang
pola lama dalam mengurus harta sawah ladang dunsanak perempuan seperti dulu
itu. Sekarang ayahlah yang bertanggung jawab penuh dalam hal kepentingan
urusan keluarga. Artinya sistim matrilineal itu sudah bergeser ke arah
sistim patrilineal, khusus dalam urusan mengurus keluarga.

 

Dalam sistim kekerabatan, dimana ayah mempunyai suku dalam tatanan
keminangkabauannya, yang tidak sama dengan anak dan istrinya tetap bertahan.
Seorang mamak tetap masih diangkat dan diperlukan untuk jadi kapalo warih
atau penghulu adat, sebagai seorang yang adalah 'pergi tempat bertanya -
pulang tempat berberita' bagi kemenakan. Dia harus menjalankan kehidupannya
sebagai seorang laki-laki yang memangku anak dan membimbing kemenakan.

 

Wallahu a'lam

 

Wassalamu'alaikum




--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di:
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id&cd=US&service=groups2.
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke