Assalamualaikum w.w. para sanak sa palanta. Kelihatannya kesiapan menghadapi bencana tidak dapat dilakukan secara insidentil lagi. Para pakar telah memberikan cukup informasi bahwa Indonesia -- tentunya termasuk Sumatera Barat -- berada di kawasan yang sarat bencana. Oleh karena itu, sambil melanjutkan upaya meringankan beban para sanak yang ditimpa musibah, perlu ada upaya bersamaan untuk meningkatkan kesiagaan menghadapi bencana terseut. Pemerintah telah mempunyai lembaga-lembaga yang cukup untuk menangani tugas itu. Namun adalah jelas bahwa upaya Pemerintah ini perlu didampingi oleh kiprah masyarakat sendiri, yang secara langsung berkepentingan. Mungkin besar manfaatnya jika para perantau Minang mengambil prakarsa mendorong urang kampung kita masing-masing untuk melakukan hal itu dan mengambil langkah pencegahan seperlunya untuk mengurangi korban. Kegiatan tersebut tentu perlu bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat. Di bawah ini saya 'posting' berita Harian 'Kompas' tanggal 15 September pagi ini, sekedar untuk menggugah. Mudah-mudahan ada manfaatnya. Ko Kompas, Sabtu, 15 September 2007 Antisipasi Gempa Kesiapsiagaan Semua Lini Perlu Ditingkatkan Gempa bumi. Bencana yang satu ini tidak pernah memberikan peringatan lebih dulu. Gempa bumi diketahui saat terjadi. Setiap kali terjadi gempa, pertanyaan utama adalah "berapa jumlah korban?" Besarnya dampak gempa dipengaruhi kepadatan penduduk, tata guna lahan--untuk industri atau pertanian--serta jenis bangunan, yaitu konstruksinya tahan gempa atau tidak. Gempa bumi yang memakan korban jiwa terbanyak yang tercatat sejarah adalah gempa Shaanxi di China tahun 1556. Ketika itu 850.000 orang tewas. Di Indonesia, gempa dengan magnitudo 8,9 skala Richter dan tsunami pada tahun 2004 di Aceh menelan korban jiwa terbanyak, lebih dari 250.000. "Yang paling utama adalah memberikan informasi kepada masyarakat tentang adanya ancaman itu. Tidak bisa lagi menghindar, tinggal waktunya kapan," ujar Direktur Mitigasi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Sugeng Triutomo, Jumat (14/9). Faktanya, lanjut Sugeng, korban lebih banyak adalah mereka yang tinggal di rumah. "Biasanya pembangunan rumah tidak ketat pengawasan syarat bangunannya, tidak seperti pembangunan kantor, apalagi yang pakai tender," katanya. Sebenarnya rumah kayu atau bambu lebih aman. "Namun, orang dipandang naik kelas sosialnya kalau rumahnya pakai bata. Padahal sering kali tidak pakai semen atau beton," ujar Sugeng. Perlu strategi Deputi Bidang Sistem Data dan Informasi Badan Meteorologi dan Geofisika Prih Haryadi mengatakan, perlu strategi dalam peningkatan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat. Pascagempa dan tsunami Aceh 26 Desember 2004--gempa terbesar abad ke-21--direspons cepat oleh warga pesisir. Saat ada gempa, mereka berbondong-bondong meninggalkan rumah atau mencari sanak keluarganya. Akibatnya, jalanan macet. Untuk mengurangi kepanikan, perlu pelatihan bagi warga dan pendidikan di sekolah. "Dengan demikian, sekolah bertanggung jawab terhadap keselamatan anak didiknya. Kalau perlu, para orangtua siswa diundang saat sekolah melaksanakan tsunami drill," urai Prih. Hal ini penting, katanya, agar anak dapat mandiri menyelamatkan diri sehingga orangtua tidak harus menjemput anaknya saat evakuasi. Jadi kemacetan teratasi sehingga korban jiwa bisa ditekan. Irina Rafliana, Koordinator Pendidikan Publik Program Kesiapsiagaan Masyarakat LIPI, mengatakan, upaya meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat telah dirintis LIPI di Padang pada 2005. "Ternyata masyarakat telah melakukannya secara swadaya didukung perguruan tinggi dan LSM setempat," ujarnya. Evaluasi oleh LIPI tahun lalu menunjukkan kesiapsiagaan warga Padang jauh lebih baik dibandingkan dengan warga Aceh dan Bengkulu. Contohnya, kepanikan warga cepat reda saat gempa di Padang, Kamis, 13 September. Namun, respons pemerintah daerah perlu dibenahi. Sugeng menyatakan, belum semua institusi pemerintah untuk penanganan bencana tertata. Penataan dilakukan dengan Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana--dengan integrasi antarsektor. Tahun ini LIPI melaksanakan program kesiapsiagaan menghadapi bencana gempa dan tsunami yang full menu--mencakup aspek sosial, ekonomi, geofisika, dan geoteknik. Hasil kajian dipakai sebagai acuan menyusun modul atau materi pelatihan, disesuaikan dengan kondisi lokal. "Kesiapsiagaan aparat akan diuji dalam mengakomodasi inisiatif masyarakat dalam mengatasi bencana," urai Irina. Program ini dimulai Mei lalu di empat kabupaten, yaitu Maumere, Cilacap, Banten, dan Bengkulu. Di tiap kabupaten dipilih 15-20 sekolah--SD hingga SMA. Nah, jika kesiapan itu bisa diwujudkan, mungkin jumlah korban jiwa bisa ditekan. Bayangkan, jika Cilegon di barat Jawa terhantam tsunami atau gempa akibat Palung Sunda terpicu gempa di Mentawai. Cilegon adalah kawasan industri yang rawan ledakan dan kebakaran. Perlu segera dipikirkan upaya mengurangi risiko bencana gempa di sana. Mari coba sisihkan rasa takut dan panik.... (Yuni Ikawati/ Brigitta Isworo)
--------------------------------- Pinpoint customers who are looking for what you sell. --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== Website: http://www.rantaunet.org =============================================================== UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui jalur pribadi. =============================================================== Berhenti (unsubscribe), kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---