Saya pernah membaca Buku Tuanku Rao tahun 1965. 
  Ketika itu saya kagum dengan prestasi urang awak yang berhasil mencapai 
pangkat kolonel di dalam kesatuan tentara Turki (penguasa Mesir) yang bertempur 
melawan tentara Napoleon di pyramid.....ingat patung sphink yang hidungnya 
patah karena menjadi sasaran tembak meriam tentara Napoleon.
  Tapi kemudian kekaguman itu berubah karena beberapa waktu kemudian terbit 
buku karangan Hamka yang berjudul Antara fakta dan khayal
  Ketika kedua penulis buku tersebut masih hidup, materi yang diperdebatkan 
pernah diseminarkan. Saat itu M.O. Parlidungan tak berkutik melawan fakta yang 
ditampilkan. Kok sekarang buku itu dimunculkan kembali. Kepada lembaga yang 
pernah menyelenggarakan seminar sebaiknya kini membuka kembali arsip-arsipnya, 
karena ada agenda tersembunyi untuk mencabut gelar pahlawan Nasional dari 
Tuanku Imam Bonjol.
  Ahirnya saya menyimpulkan buku Tuanku Rao karangan Mangaraja Onggang 
Parlindungan tersebut tidak lebih dari buku roman bernuansa pornografi yang 
dibumbui khayalan sejarah.
   
  Wassalam
   
   
  Adrial Sjahfrin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
    Assalamu'alaikum Wr. Wb. Dunsanak kasadonyo nan hadia di tangah2 Palanta 
Rantau net nangko. 
   
  Ambo mandapek info terlampir dari surang kawan di salah satu milis.  Ambo 
bukan ahli sejarah dan ambo pun indak banyak mangarati tantang sejarah 
Minagkabau dalam kaitannyo jo urang2 Mandailiang zaman dahulu.  Manuruik ambo, 
iko paralu sagiro diluruihkan, baalah beko anak cucu awak mambaco sagalo 
posting jo blog nan ado soal versi2 Parang Paderi sarato status Tuanku Imam 
Bonjol sebagai Pahlawan Nasional. 

Walaupun kaba tantang seminar2 nan ambo dapek agak talambek, barangkali 
dunsanak2 di rantaunet tarutamo nan ahli2 bisa sato di rapek nan direncanakan 
Arsip Nasional bulan muko (Januari), apo koh itu pak Saaf, pak Suheimi, pak 
Amir MS atau sia se nan ka bisa sato maluruihkan tuntutan urang2 tu soal Tuanku 
Imam Bonjol,  ba'a tu garangan. 
   
  Wassalam, Adrial Sj. Dt. Perpatih   
   
  ----- Original Message ----- 
       
Batara Hutagalung <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

     
  Rangkaian diskusi buku Tuanku Rao di Sumatera Utara dan di Jakarta
   
  Buku yang ditulis oleh Mangaradja Onggang Parlindungan Siregar berjudul 
“Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao, Terror Agama Islam Mazhab 
Hambali di Tanah  Batak”, diterbitkan oleh Penerbit Tanjung Pengharapan, 
Jakarta tahun 1964, telah memicu reaksi keras dari beberapa kalangan, termasuk 
dari HAMKA. Buku Tuanku Rao mengisahkan a.l. agresi tentara Padri ke Tanah 
Batak, terutama ke Tapanuli Selatan dan mengislamkan seluruh Tapanuli Selatan 
dengan kekerasan. 
   
  Buku yang ditulis Prof. Slamet Mulyana mengenai runtuhnya Kerajaan Hindu dan 
Munculnya Kerajaan Islam, yang banyak mengutip buku Tuanku Rao, oleh pemerintah 
Orde Baru dilarang untuk diedarkan.
   
  Setelah 43 tahun, para ahli waris MO Parlindungan memberikan izin kepada 
Penerbit LkiS untuk menerbitkan kembali buku tersebut –sesuai dengan aslinya- 
tanpa merubah apapun, temasuk penulisan yang masih menggunakan ejaan lama.
   
  Sama seperti pada penerbitan pertama, cetakan ulang yang diluncurkan bulan 
Juli 2007 juga memicu berbagai reaksi. Dari pihak Batak, ada yang mengusulkan 
agar gelar ‘Pahlawan Nasional’ yang diberikan kepada Tuanku Imam Bonjol dicabut 
kembali, karena ternyata dia tidak hanya berperang melawan Belanda, melainkan 
juga melakukan agresi ke Tanah Batak. Di lain pihak, berbagai sanggahan 
terhadap buku Tuanku Rao pun muncul. 
   
  Di alam yang demokratis seperti sekarang, orang bebas mengemukakan pandangan, 
 pendapat atau sanggahan.
   
  Misalnya mengenai Perang Bubat yang terjadi tahun 1357, yang menjadi akar 
permasalahan antara etnis Sunda dengan etnis Jawa. Dalam perang Bubat, Raja 
Pasundan tewas di tangan Gajah Mada, Mahapatih Kerajaan Majapahit. Kemudian 
putri Raja Pasundan, Diah Pitaloka Citrasemi bunuh diri. Banyak kalangan Jawa 
menyatakan bahwa Perang Bubat itu tidak pernah ada. Namun kenyataannya, di 
kota-kota di Jawa Barat seperti Bandung, Bogor atau Sukabumi, tidak ada nama 
jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk atau Majapahit.
   
  Demikian juga dengan beberapa peristiwa lain, seperti ‘Serangan Umum 1 Maret 
1949’ dan ‘Tragedi Nasional 1965’, terdapat beberapa versi yang sangat berbeda.
   
  Baik buku Tuanku Rao, demikian juga buku-buku yang ditulis untuk membantah 
buku Tuanku Rao, semuanya tidak memiliki dokumen autentik yang dapat digunakan 
sebagai referensi akademis, dan hanya berdasarkan kisah yang disampaikan secara 
lisan, sebagai oral history.
   
  Dengan demikian, tidak ada pihak yang berhak mengklaim, bahwa versinyalah 
yang paling benar.
   
  Semua itu hanya dapat menjadi masukan, sebagai bahan pertimbangan, dan 
kesimpulannya diserahkan kepada pembaca atau publikum, untuk menilai sendiri 
berdasarkan nalarnya, versi masa yang paling mendekati kebenaran.
   
  Sehubungan dengan ini, sebagai kelanjutan dari beberapa diskusi pada bulan 
Juli di Aula Depdiknas, Senayan, Jakarta dan Agustus di Media Center, Jl. Kebon 
Sirih, Jakarta, di Sumatera akan diselenggarakan rangkaian diskusi mengenai 
‘Hikayat Tuanku Rao dan Kilas Balik Perang Padri.’
   
  NARA SUMBER:
   
  Dr Robert S Sibarani - Universitas Dharma Agung - Medan
  Dr Ichwan Azhari, PUSSIS (Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial),     
Universitas Negeri Medan
  Indera Nababan – Centre Information for Migran Workers - Jakarta
  Batara Hutagalung – Jakarta
  Ahmad Fikri - LKiS - Jogjakarta     
  Amir Husin Daulay – SA ROHA Foundation Jakarta
  Muh Saleh Isre – LkiS – Jakarta
   
  MEDAN
  Sabtu 24 Nopember 2007
  mulai 09.00 wib
  di Aula Kampus Universitas Darmaga Agung
  Jalan TD Pardede no 21
  Contact Person:
  Indera Nababan 
  08111486753
   
  SIANTAR
  Senin 26 Nopember 2007
  mulai 14.00wib
  di PLOt (Pusat Latihan Opera)
  Jalan Lingga no 1
  Pematang Siantar
  Contact Person:
  Dame Ambarita
  0811603570
   
  SIDIMPUAN
  Rabu 28 Nopember 2007
  Mulai 14.00wib
  di Kafe REHAN
  Padang Sidimpuan
  Contact Person:
  Ludfan Nasution
  081361061419
   
  PANYABUNGAN
  Kamis 29 Nopember 2007
  Mulai 14.00wib
  Di Kafe FIRDAUS
  Panyabungan
  Contact Person:
  Ludfan Nasution
  081361061419
   
  Pada bulan Januari juga akan diselenggarakan diskusi mengenai ‘Sejarah Perang 
Paderi, 1803 – 1837: Perspektif Sosial Budaya, Sosial Psikologis dan Agama’, 
yang akan dilaksanakan di Arsip Nasional RI, Jl. Ampera Raya, Cilandak, Jakarta 
Selatan. (Tanggal akan ditentukan kemudian).
   
  Tujuan diskusi ini a.l. untuk merespons tuntutan kalangan yang menghendaki 
pencabutan gelar ‘Pahlawan nasional’ yang diberikan kepada Imam Bonjol. Selain 
itu juga untuk memenuhi keinginan dalam masyarakat dewasa ini untuk mengetahui 
ajaran Islam yang sebenarnya mengenai cara-cara kekerasan yang dilakukan oleh 
sebagian umat Islam.
   
   
  Batara R. Hutagalung
  =============================================
   
  Ringkasan:
   
  Tuanku Rao. Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah  Batak
   
  Perang Paderi (Ada yang berpendapat kata itu berasal dari Pidari, dan ada 
yang  berpendapat kata Paderi berasal dari kata Padre, bahasa Portugis, yang 
artinya pendeta, dalam hal ini adalah  ulama) di Sumatera Barat berawal dari 
pertentangan antara kaum adat dengan kaum ulama. Sebagaimana seluruh wilayah di 
Asia Tenggara lainnya, sebelum masuknya agama Islam, agama yang dianut 
masyarakat di Sumatera Barat juga agama Buddha dan Hindu. Sisa-sisa budaya 
Hindu yang masih ada misalnya sistem matrilineal (garis ibu), yang mirip dengan 
yang terdapat di India hingga sekarang. Masuknya agama Islam ke Sumatera Utara 
dan Timur, juga awalnya dibawa oleh pedagang-pedagang dari Gujarat dan Cina. 
   
  Setelah kembalinya beberapa tokoh Islam dari Mazhab Hambali yang ingin 
menerapkan alirannya di Sumatera Barat, timbul pertentangan antara kaum adat 
dan kaum ulama, yang bereskalasi kepada konflik bersenjata. Karena tidak kuat 
melawan kaum ulama (Paderi), kaum adat  meminta bantuan Belanda, yang tentu 
disambut dengan gembira. Maka pecahlah Perang Paderi yang berlangsung dari 
tahun 1816 sampai 1833.
   
  Selama berlangsungnya Perang Paderi, pasukan kaum Paderi bukan hanya 
berperang melawan kaum adat dan Belanda, melainkan juga menyerang Tanah Batak 
Selatan, Mandailing, tahun 1816 - 1820 dan kemudian mengIslamkan Tanah Batak 
selatan dengan kekerasan senjata, bahkan di beberapa tempat dengan tindakan 
yang sangat kejam …
   
  Selanjutnya baca di: http://batarahutagalung.blogspot.com
   
  Judul Buku: 
   
  Pongkinangolngolan Sinambela gelar Tuanku Rao. Teror Agama Islam 
  Mazhab Hambali Di Tanah Batak.
  Penulis: Mangaradja Onggang Parlindungan
  Editor: Ahmad Fikri A.F.
  Penerbit: LKiS, Jogjakarta
  Cetakan I, Juni 2007
  Isi buku: iv + 691 halaman-Hardcover
  Harga: Rp 135.000

    
---------------------------------
  Never miss a thing. Make Yahoo your homepage. 




       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.
       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke