Sanak Suryadi, Memang counter informasi secara tepat dibutuhkan saat ini untuk menjawab banyaknya gugatan dan misleading dari berbagai pihak. Kalau kita lihat saat ini informasi itu dihembuskan oleh saudara2 kita dari utara, dengan beberapa kelebihan yang dimiliki. Dari beberapa pergaulan selama ini, sedikit saya analisis sbb : 1. Masyarakat Batak memang dikenal kuat memegang sejarah, khususnya tarombo yang mengurai riwayat kesukuan masing-masing, seperti kita lihat dari buku Parlindungan. Karena itu debat sejarah akan selalu mereka minta karena telah menjadi kultur, apalagi dengan keunggulan budaya aksentuasi dan improvisasi, serta ketajaman berpikir logika tradisional. Sebaliknya kita melihat sejarah dari ranji, sedikit dari tambo, sebenarnya kondisi ini cenderung mengarahkan perkembangan kemasyarakatan secara dinamis. Kurangnya, relasi masa lalu menjadi kian kabur dan bukan tanggungjawab kemasyarakatan. Kita selama ini mengandalkan sejarah dari tokoh, seperti Taufiq Abdullah, Rusli Amran, dst, setidaknya orang-orang berpendidikan sejarah. Dengan kejadian ini sudah saatnya dipikirkan bila tanggung jawab sejarah adalah tanggung jawab bersama seluruh masyarakat Minang, di ranah maupun perantauan. Tidak cukup ahli-ahli sejarah saja yang bertanggung jawab, termasuk tokoh-tokoh agama, adat, dan kemasyarakatan lainnya. Sebagai contoh, aktivitas militer Paderi seharusnya bisa dianalisis oleh orang-orang berpendidikan militer; bukan sebaliknya orang militer menganalisis masalah agama. 2. Posisi menggugat bila mereka berada dalam kondisi yang mulai lebih baik, dan saat ini harus kita akui bila orang bersuku Batak mulai banyak berperan. Posisi dominasi kemasyarakatan/pemerintahan di kota Medan sampai tahun 1970an masih terbagi berimbang antara Melayu, Aceh, Minang, Mandailing (Batak Selatan), dan Batak Toba. Saat ini Batak Toba sudah lebih mendominasi, disusul Mandailing. Sentimen TIB sebenarnya mengukuhkan ikatan keBatakan, sehingga mudah mendapat simpati. Dalam konteks keagamaan, sebenarnya Parlindungan, Basyral dkk bersikap tidak strategis. Saya memiliki buku sejarah Sisingamangaraja I-XII yang ditulis oleh Panggabean tahun 1965, terlihat bila orang Batak sejatinya menjaga hubungan lintas budaya. Dalam buku tersebut juga dilihat posisi Pongki Nangolngolan adalah menantu dari Tuanku Rao, bukan Tuanku Rao sendiri sebagaimana digembargemborkan selama ini. Satu hal yang saya rasakan bila Basyral tidak menempatkan hidayah iman di Tapanuli Selatan sebagai rahmat. Sementara demikian sanak. Wassalam, -datuk endang
Lies Suryadi <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Kanda Datuk Endang, Iyo lah ambo baco. Tadi malam dikirim sendiri dek Pak Basyral Hamidy Harahap ka ambo. Ambo sadang manulih tanggapan ateh polemik antaro Pak Basyral dan H. Kozky Zakaria tu. Mudah2an lai kadimuek pulo dek Waspada. Di bawah ambo postingkan tulisan terkait yg muncul di Riau Pos. Maaf kalau alah ado urang di lapau nan mambaconyo. Salam arek, Suryadi --------------------------------- Never miss a thing. Make Yahoo your homepage. --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== Website: http://www.rantaunet.org =============================================================== UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui jalur pribadi. =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di https://www.google.com/accounts/NewAccount =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---