Mungkin pertanyaannyo bisa dilanjutkan "Kemajuan untuk Siapa ?"

Salam

andiko

On Mar 1, 12:48 am, "Darwin Bahar" <dba...@indo.net.id> wrote:
> Ya, ini adalah contoh "kemajuan" Jawa yang menurut Pak Meneg BUMN akan
> dilewati Sumatra, jika pembangunan jalan tol Bandar Lampung - Banda Aceh
> (+Padang-Pekanbaru) sudah selesai  kelak.
>
> Tapi berapa PDRB per kapita provinsi Banten yang dipenuhi dengan industri
> petrodollar dan berbagai megaproyek petrokimia, baja, dan manufaktur + jalan
> tol Jakarta-Merak itu ?
>
> Menurut data 2008, Banten  hanya Rp12.757.000 atau USD1.662 pada kurs
> Rp9.000 per USD1,0, lebih rendah daripada Sumatra Barat di tahun yang sama
> sebesar  Rp14.955.000 atau USD1.662. So what?
>
> Jalan tol "just a tool", atau meminjam Angku Epy Buchari, bukan "tongkat
> ajaib" atawa "panacea" obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
>
> Karena itu Pak Gubernur Irwan Prayitno perlu meneruskan program beliau
> "pertumbuhan berkeadilan" yang bertumpu pada pertanian dan UKM, sehingga
> dengan atau tanpa MP3EI, dengan atau tanpa Jalan Tol Padang - Pekanbaru,
> perekonomian Sumatra Barat ke depan Insya Allah bisa lebih baik daripada
> hari ini.
>
> Tapi siapa pula lah awak ini
>
> Wassalam, HDB St Bandaro Kayo (L, 68+), asal Padangpanjang, tinggal di Depok
> Alam Takambang Jadi Guru
>
> ======
>
> Masuk Sungai, ke Sekolah Nyaris Roboh
>
> Senin 20, Februari 2012
>
> (foto)
>
> http://stat.k.kidsklik.com/data/photo/2012/02/20/4628883p.jpg
>
> KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
>
> Murid-murid dari Kampung Dukuh Handap, Desa Batuhideung, Kecamatan Cimanggu,
> Kabupaten Pandeglang, Banten, harus mengarungi Sungai Cipatujah dengan
> ketinggian hingga sepinggang untuk menuju ke sekolah mereka, Jumat (17/2).
>
> C Anto Saptowalyono
>
> Setiap hari mereka harus menyeberangi Sungai Cipatujah selebar 32 meter,
> meniti jalan setapak di tengah rimbun belukar sejauh hampir 4 kilometer,
> sebelum tiba di sekolah yang nyaris roboh.
>
> Itulah rutinitas harian anak-anak Kampung Dukuh Handap, Desa Batuhideung,
> Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten.
>
> Belasan anak usia SD dan SMP berkerumun di tepian Sungai Cipatujah, Jumat
> (17/2). Para siswa itu mencari-cari bagian sungai yang tidak terlalu dalam
> untuk diseberangi menuju sekolah mereka di Kampung Cicadas, Batuhideung.
>
> Anak-anak perempuan kemudian melepaskan rok seragam pramuka yang mereka
> kenakan dan lekas-lekas membelitkan kain sebagai penggantinya. Mereka lalu
> memanggul rok seragam berikut tas sekolah dan sepatu di atas bahu agar tidak
> basah oleh air sungai.
>
> Perlahan mereka berjalan beriringan sambil menjejakkan kaki mencari pijakan
> batu di dasar sungai. Mereka harus perlahan meniti karena dasar sungai tidak
> terlihat. Meski sudah memilih jalur, tetap saja air sungai membasahi
> sebagian tubuh para murid itu. Ada yang basah sampai sepinggang, ada juga
> yang hingga dada bagi siswa-siswi berpostur mungil.
>
> "Kalau air sungai sedang naik, kami terpaksa libur. Takut menyeberanginya,"
> kata Een, seorang siswi yang ditemui sesampainya di seberang sungai.
>
> Sejenak para siswi berhenti di bawah pohon tangkil (melinjo) untuk
> menyampirkan kain di ranting dan mengenakan lagi rok seragam mereka. Kain
> itu mereka tinggalkan tersampir di ranting untuk mereka pakai lagi siang
> nanti saat menyeberangi sungai sepulang sekolah menuju rumah.
>
> Sejurus kemudian mereka kembali berjalan beriringan menyusuri jalan setapak
> selebar 1 meter dan mendaki tebing yang ditumbuhi pepohonan dan semak
> belukar. Kerap kali mereka sampai di bagian terjal. Ditambah kondisi licin
> karena lumpur yang menempel di batu padas sehabis hujan semalam, makin
> lengkaplah kesusahan mereka.
>
> Jaka, seorang siswa SMP, terlihat membantu Kaci, teman perempuannya, menaiki
> tebing. Belum ada setengah perjalanan menuju sekolah, para siswa itu sudah
> bercucuran keringat dengan napas tersengal-sengal.
>
> Setelah melewati sekian tanjakan licin, menyusuri jalan tanah dengan kondisi
> berkubang di sana-sini yang menembus Kampung Pematang Kalong dan Kampung
> Cicadas di seberang Sungai Cipatujah, sampailah mereka ke sekolah.
>
> Bagi anak-anak SDN Batuhideung 04, perjalanan pagi mereka itu pun berakhir
> di sebuah gedung sekolah tua yang empat ruangannya reyot. Atap ruang kelas
> I-IV di sekolah itu tersusun dari berbagai bahan, mulai dari asbes usang,
> seng berkarat, hingga anyaman dedaunan yang sudah menghitam warnanya.
>
> Tidak ada eternit di ruang-ruang kelas tempat mereka belajar. Jendela yang
> berjajar di tembok pun tidak semuanya berlapis kaca. Bahkan banyak yang
> tinggal ambang belaka, tanpa daun jendela. Beberapa di antaranya ditutup
> bilah-bilah bambu dan keping kayu lapuk, mirip jeruji kandang ayam.
>
> Sejak dibangun tahun 1982, empat ruang kelas yang dihuni 116 siswa itu sama
> sekali belum tersentuh perbaikan. Sekitar setahun lalu atap ruang kelas
> disangga batang kayu mahoni agar tidak runtuh. "Tiap ada angin kencang, saya
> suruh anak-anak keluar. Takut atapnya roboh," kata Abili, guru kelas I.
>
> Wanto, Wakil Kepala Sekolah SDN Batuhideung 04, mengatakan, sejak tahun
> 2010, pihaknya sudah mengajukan perbaikan ruangan kelas, tetapi hingga kini
> mereka belum mendapatkan kabar kapan rehabilitasi ruang kelas itu akan
> berjalan.
>
> Kepedulian publik
>
> Beruntung di tengah kondisi mengenaskan yang dihadapi warga pelosok
> Batuhideung, muncul berbagai gerakan yang digagas para donatur dan relawan
> untuk membangun jembatan di atas Sungai Cipatujah. "Sampai saat ini sudah
> terkumpul Rp 29,15 juta, dari total perkiraan Rp 60-an juta," kata Arif
> Kirdiat, seorang relawan.
>
> Arif menuturkan, dukungan untuk membangun jembatan itu berasal dari berbagai
> sumbangan, seperti dari seorang ibu asal Yogyakarta, serta sokongan dana
> dari jaringan teman-teman dan relasi, termasuk yang berada di sejumlah
> negara, antara lain Qatar, Singapura, Malaysia, dan Jepang.
>
> Saat ini warga mulai bergotong royong menggali lubang fondasi jembatan di
> kedua sisi sungai, sembari berharap terus ada sumbangan dari donatur untuk
> menutup kekurangan. Besar harapan warga agar jembatan Cipatujah segera
> terbangun. Ketiadaan jembatan dan buruknya akses jalan di pelosok juga
> mengakibatkan rendahnya harga jual hasil bumi warga.
>
> "Di sini satu tandan pisang isi 6-7 sisir hanya dihargai Rp 4.000 oleh
> pengumpul, padahal kalau di pasar harganya bisa sampai empat kali lipat,"
> kata Kasan, Ketua RT 01 Kadu Handap.
>
> Sebutir kelapa dihargai Rp 400, sesampainya di Pasar Cibaliung menjadi Rp
> 800 per butir. Jatuhnya harga ini disebabkan mereka harus membayar ongkos
> pikul dan biaya angkut kelapa dari kampung-kampung hingga pasar sebesar Rp
> 400 per butir.
>
> Akibat tidak tersedianya usaha menjanjikan di desa, tak ayal banyak anak
> Batuhideung yang selepas SMP bekerja sebagai pembantu dan pekerja serabutan
> di kota. Mirisnya, buah itu mereka nikmati justru setelah bertahun-tahun
> menimba pengetahuan melalui perjuangan yang tidak ringan.
>
> Ironisnya lagi, Banten adalah provinsi yang dipenuhi dengan industri
> petrodollar. Miris rasanya jika provinsi dengan berbagai megaproyek
> petrokimia, baja, dan manufaktur ini ternyata masih menyisakan cerita soal
> kegetiran bagi warganya.
>
> http://cetak.kompas.com/read/2012/02/20/0353077/masuk.sungai.ke.sekol...
> is.roboh....

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Reply via email to