Dari milist tetangga sebelah. Di milist [EMAIL PROTECTED] belum sampai ?

---------- Forwarded message ----------
From: Batara Hutagalung <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Jan 24, 2008 9:45 PM
Subject: [ppiindia] Re: Kesimpulan Diskusi PERANG PADERI, 1803 - 1838
To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED],
[EMAIL PROTECTED]


Pada hari Selasa, 22 Januari 2008, bertempat di Gedung Arsip Nasional RI
telah diselenggarakan Diskusi Panel mengenai PERANG PADERI, 1803-1838, ASPEK
SOSIAL BUDAYA, SOSIAL PSIKOLOGI, AGAMA, DAN MANAJEMEN KONFLIK.
Diskusi ini dapat dikatakan suatu peristiwa yang bersejarah, karena untuk
pertama kalinya konflik kekerasan yang terjadi di masa lalu yang melibatkan
tiga etnis/ suku, yaitu Minangkabau, Batak dan Melayu Riau, dibahas bersama
dalam suasana keakraban dan persaudaraan dengan semangat menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mungkin ini dapat menjadi "model penyelesaian" konflik yang terjadi antar
etnis/suku lain di Indonesia.

Pembukaan oleh Kepala Arsip Nasional, Djoko Utomo
Pembicara:
1) Prof Dr Taufik Abdullah, tentang dinamika konflik dan konsensus antara
Adat dan Islam di Minangkabau.
2) Prof Dr Franz Magnis Suseno, tentang pengalaman Perang 30 Tahun antara
penganut Protestan dan Katolik di Eropa Barat, 1618-1648, serta
penyelesaiannya dalam Perjanjian Westphalia.
3) Prof Dr `Azyumardi Azra, M.A tentang aneka makna "Adat Basandi Syarak,
Syarak Basandi Kitabullah".
4) Dari MUI, tentang Mazhab Hanbali dan Kaum Wahabi.
Paparan makalah dari masyarakat Minangkabau, baik dari Ranah di Sumatera
Barat,maupun yang di Rantau, masyarakat Mandailing/Batak di Provinsi
Sumatera Utara, dan masyarakat Melayu Riau di Provinsi Riau.
Makalah dari masyarakat Provinsi Sumatera Barat, disampaikan oleh:
1) Prof Dr. Asmaniar Idris,M.A.
2) Bachtiar Abna, SH, MH, Dt Rajo Penghulu.
3) Drs. H.Sjafnir Aboe Nain.
Makalah dari masyarakat Mandailing/Batak disampaikan oleh:
1) Prof. H. Bismar Siregar, SH.
2) Batara R. Hutagalung.
Makalah yang mewakili Provinsi Riau, disampaikan oleh Prof. Dr. Suwardi M.S.

Acara ditutup oleh Mayjen TNI (Purn.) Asril Tanjung, Ketua Gebu Minang

Di bawah ini adalah Kesimpulan sementara dari diskusi panel tersebut.
Arsip Nasional RI akan membukukan semua makalah.

Ringkasan buku Mangaraja Onggang Parlindungan: 'Tuanku Rao. Teror Agama
Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak. 1816 – 1833' dan makalah yang
disampaikan oleh Batara R. Hutagalung dalam diskusi panel tersebut, dapat
dibaca di weblog http://batarahutagalung.blogspot.com.

Batara R. Hutagalung
================================================

TIM PERUMUS
DISKUSI PANEL PERANG PADERI, 1803-1838
ASPEK SOSIAL BUDAYA, SOSIAL PSIKOLOGI, AGAMA,
DAN MANAJEMEN KONFLIK
JAKARTA, 22 JANUARI 2008.


KESIMPULAN SEMENTARA

(Draft awal Kesimpulan Sementara ini disusun oleh Dr. Saafroedin Bahar, dan
disunting pertama kali oleh Prof. Dr. Taufik Abdullah. Naskah yang sudah
disunting ini dibahas lebih lanjut oleh Tim Perumus yang nama-nama dan
tandatangannya tercantum di bagian akhir naskah ini. Kesimpulan ini kemudian
dibacakan di depan Sidang Paripurna oleh Bp. H.Azaly Djohan S.H dari
Sekretariat Nasional Masyarakat Hukum Adat, didamping oleh Batara R.
Hutagalung dan Dr. Saafroedin Bahar.)

Suatu benang merah yang terlihat dengan jelas dalam demikian banyak cerita
rakyat Indonesia di berbagai daerah adalah dambaan akan adanya suatu
masyarakat yang damai, makmur, dan sejahtera dan dipimpin oleh pemimpin
visioner yang memerintah dengan adil dan bijaksana.

Gerakan Paderi berlangsung selama 35 tahun, 1803-1838, di daerah-daerah yang
sekarang merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Sumatera
Utara, dan Provinsi Riau. Pada dasarnya Gerakan Paderi ini dapat dipandang
sebagai bagian dari proses panjang penyesuaian antara adat dan budaya
Minangkabau yang bersifat lokal dengan ajaran agama Islam yang bersifat
universal.

Gerakan Paderi ini mencakup tiga babak, yaitu babak Gerakan Paderi 1803-1821
sebagai gerakan intelektual pemurnian agama Islam dari berbagai kebiasaan
masyarakat yang dilarang agama; Perang Paderi 1821-1833 merupakan taraf awal
dari peperangan melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda; dan Perang
Minangkabau, 1833-1838 sewaktu seluruh masyarakat Minangkabau bersatu untuk
melakukan perlawanan bersenjata melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Dalam babak ketiga melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda ini sangat
terkenal peranan Tuanku Imam Bonjol di daerah Minangkabau dan Tuanku
Tambusai di daerah Riau, sehingga dalam rangka pembangunan semangat
kebangsaan pasca kemerdekaan, kedua beliau tersebut dianugerahi oleh
Pemerintah dengan gelar "Pahlawan Nasional" dan sudah barang tentu merupakan
kebanggaan dari penduduk di daerah asalnya masing-masing, dan tidak perlu
dipermasalahkan karena sudah berkekuatan hukum.

Diskusi panel ini adalah upaya pertama kalinya untuk menjernihkan masalah
kekerasan yang terjadi dalam sejarah masa lampau yang meliputi masyarakat
beberapa daerah. Walaupun pada mulanya ada kekhawatiran akan terjadinya
reaksi yang bersifat emosional terhadap beberapa hal yang dirasakan cukup
peka, namun dari beberapa kali pertemuan pendahuluan yang dilaksanakan di
beberapa daerah terbukti bahwa bukan saja masyarakat daerah sudah dapat
bersikap dewasa, tetapi juga telah memberikan penafsiran yang lebih rasional
– bahkan bantahan -- terhadap pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam
beberapa buku dan artikel mengenai Perang Paderi ini.

Kajian yang dilakukan oleh beberapa pemakalah menunjukkan bahwa pada awalnya
Gerakan Paderi bukanlah merupakan suatu gerakan bersenjata, tetapi merupakan
cerminan dari revolusi intelektual yang keras untuk memurnikan pengamalan
ajaran agama dalam masyarakat yang sudah menganut agama Islam selama lebih
dari dua abad. Kekerasan yang terjadi kemudian adalah merupakan ekses dari
fanatisme, yang baru disadari setelah amat terlambat. Dalam hubungan ini
adalah juga amat menarik untuk diketahui, bahwa sambil melanjutkan
perjuangan bersenjata melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda, Tuanku
Imam Bonjol dalam buku hariannya ternyata bukan saja mengadakan renungan
ulang terhadap terjadinya kekerasan sesama penganut agama Islam, tetapi juga
menyesalinya. Lebih dari itu beliau menyatakan bahwa perampasan, pembakaran,
dan pembunuhan yang terjadi merupakan suatu hal yang tak diingini dan
dilarang agama Islam terhadap sesama muslim. (Lihat makalah Drs. H. Sjafnir
Aboe Nain Dt Kando
Marajo, " Posisi Sumpah Sakti Bukit Marapalam sebagai Kesepakatan Paska
Padri", makalah pada Diskusi Panel Perang Paderi, 22 Januari 2008, h. 7.)

Adapun mengenai kesepakatan yang terdapat dalam Piagam Bukit Marapalam atau
Sumpah Satie Bukik Marapalam, yang berisikan ajaran 'Adat Basandi Syarak
Syarak Basandi Kitabullah' – yang biasa disingkat sebagai ABS SBK dan
biasanya dianggap disepakati pada tahun-tahun terakhir Perang Paderi sekitar
tahun 1837 – walaupun ada informasi bahwa ajaran tersebut] sudah ada sejak
tahun 1686, atau 151 tahun sebelumnya. Di Bukit Marapalam ini juga
berlangsung beberapa kali pertemuan dengan tema serupa. (Dengan demikian,
kelihatannya posisi Bukit Marapalam pada saat itu bagaikan posisi Jenewa di
zaman sekarang, yaitu sebagai lokasi terjadinya beberapa peristiwa besar.
Drs. H. Sjafnir Aboe Nain Dt Kando Marajo, op.cit. h. 2, h.8. Amat menarik
untuk diperhatikan bahwa masalah yang menjadi pusat perhatian ABS SBK ini
adalah masalah harta pusaka dan harta pencaharian, yang ternyata masih
menjadi masalah sampai saat ini.)

Kajian kesejarahan terhadap Perang Paderi ini bukan hanya bermanfaat untuk
sekedar mengetahui kebenaran fakta-fakta sejarah masa lampau, tetapi juga
untuk memantapkan identitas masyarakat dari masyarakat yang terkait.

Bagi masyarakat Batak, kajian kesejarahan terhadap Perang Paderi akan
memberikan pencerahan bukan hanya tentang mengapa masyarakat Batak bagian
utara beragama Kristen dan masyarakat Batak bagian selatan beragama Islam,
tetapi juga untuk mengambil hikmah dari sejarah ketika kekerasan dilakukan
atas nama sesuatu yang tidak bisa diperdebatkan.

Bagi masyarakat Minangkabau, kajian terhadap sejarah Gerakan Paderi ini
bukan hanya menjelaskan tentang adanya tiga babak Gerakan Paderi tersebut,
tetapi juga kenyataan bahwa adanya kesadaran pimpinan Paderi bahwa Islam
adalah agama yang membawa kedamaian dan keadilan. Kajian ini memberi bahan
bagi kaum terpelajar Sumatera Barat untuk membantu menyelesaikan draft
pertama Kompilasi Hukum ABS SBK yang sudah dikumandangkan sebagai jati diri
Minangkabau.

Pada masyarakat Melayu pada umumnya, kajian terhadap Perang Paderi ini lebih
mengukuhkan kebanggaan terhadap Tuanku Tambusai, Panglima Perang Paderi
terakhir, yang telah melanjutkan Perang Paderi dan tidak dapat ditundukkan
oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Diskusi panel ini bukanlah akhir dari wacana mengenai Perang Paderi yang
terjadi lebih dari 200 tahun yang lalu. Diskusi panel ini merupakan awal
dari rangkaian kajian pendalaman demi membangun masa depan yang damai,
makmur, dan sejahtera, sebagai bagian menyeluruh dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang kita bangun dan kembangkan bersama.

Kepada seluruh kalangan yang telah memungkinkan terlaksananya Diskusi Panel
ini, khususnya kepada pimpinan dan jajaran Arsip Nasional, pimpinan Gebu
Minang, Sekretariat Nasional Masyarakat Hukum Adat, para panelis, serta para
donatur, atas nama seluruh peserta Diskusi Panel Tim Perumus mengucapkan
terima kasih sebesar-besarnya.

Semoga Allah subhana wa taala menganugerahkan taufiq, hidayat, dan
inayah-Nya kepada kita semua.

Jakarta, 22 Januari 2008.

TIM PERUMUS,

1. H.M. Azaly Djohan S.H. Sekr.Nasional M.H.A.
2. Batara R.Hutagalung.
3. Prof. Dr.Suwardi M.S.
4. Bachtiar Abna S.H., M.H. LKAAM Sumbar.
5. R.E.Ermansyah Yamin Gebu Minang
6. Drs. H.Sjafnir Aboe Nain Penulis.
7. H.Mas'oed Abidin PPIM
8. Drs. H. Farhan Moein Dt Bagindo.
9. Prof.Dr. Syafrinaldi, S.H. MCL
10. Amrin Imran.
11. Dr. Saafroedin Bahar

Diketik kembali dengan suntingan redaksional seperlunya oleh Dr.SaafroedinBahar
Jakarta, 23 Januari 2008.






---------------------------

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Selalu mematuhi Peraturan Palanta RantauNet lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-palanta-rantaunet
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount

-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke