terima kasih mak mochtar atas tanggapan dan sarannya , mungkin saya kenal betul 
dengan mak mochtar , tapi pasti mamak ga kenal sama saya . sapa sih ini , saya 
sering baca tulisan2 mak mochtar yang sangat bagus2 salut saya .
apa yang mamak katakan itu memang benar, saya tahu itu. kekayaan alam kita 
sebagian besar yang sudah di explorasi khususnya minyak,gas dan tambang di 
kuasain asing, telekomunikasi , IT , perkebunan , perdagangan , hutan , dll 
masih banyak lagi , miris saya melihatnya. saya ga bisa membayangkan apa yang 
terjadi sama anak2 cucu2 saya hidup kelak di masa depan, terus terang saya udah 
punya anak,ga sanggup membayangkan itu nanti. GA RELA SAYA . sebagai rakyat 
kita harus OPTIMIS , kita bisa masih punya power , kita bisa bangkit dan kita 
rebut kembali , kalau kita bercerai berai akan kerdil kita di bawah tekanan 
arus globalisasi yang sangat kuat , jangan lagi lah ada kata2 GAGAL, apa2an 
itu. negara2 luar sana udah sangat maju. saya orang IT dan saya suka baca . 
tahu saya perkembangan teknologi di luar sana begitu sangat jauh tertinggal 
kita . mohon ma'af  kalau ada lebih kurangnya.


Salam,
Dody



________________________________
 From: Mochtar Naim <mochtarn...@yahoo.com>
To: "rantaunet@googlegroups.com" <rantaunet@googlegroups.com> 
Cc: MOCHTAR NAIM <mochtarn...@yahoo.com> 
Sent: Thursday, June 21, 2012 4:28 PM
Subject: Re: SAMBUTAN MOCHTAR NAIM THDP PENDAPAT DODY.  [R@ntau-Net] Kita Tak 
Ingin Negara Gagal
 

Dody,
 
Agaknya Anda memang salah dalam memahami situasi Indonesia 
sekarang ini, di mana  bahagian terbesar dari kekayaan alam 
tanah air, baik darat, laut dan udara dikuasai oleh para kapitalis asing 
MNC dan konglomerat Cina. Di negara yang alamnya kaya raya tetapi
rakyatnya miskin, dan termiskin di Asia Tenggara. Sementara korupsi
dan penyalah-gunaan kekuasaan meraja lela. Bahagian terbesar dari 
tanah ulayat rakyat yang jutaan hektar luasnya telah menjadi tanah
negara dan diserahkan HGUnya oleh negara kepada para pengusaha 
perkebunan nonpri khususnya Cina. Rakyat kita kembali jadi rakyat
kuli di atas tanahnya sendiri seperti di masa kolonial dahulu.
 
Anda perlu melihat kenyataan yang sesungguhnya, tidak hanya 
mendengar cerita dari orang2 yang tidak mengerti dengan situasi 
sesungguhnya tetapi Anda mempelajarinya dengan baik.
 
Salam,
MN120621
From: Dody Osmon dodytanjun...@gmail.com air
To: rantaunet@googlegroups.agiancoagianm 
Sent: Thursday, June 21, 2012 3:57 PM
Subject: Re: [R@ntau-Net] Kita Tak Ingin Negara Gagal


tidak ada tanda-tanda kalau indonesia akan menjadi negara gagal, justru 
sebaliknya negeri ini akan menjadi negara besar dan kuat. semua permasalahan 
yang di hadapin bangsa akhir2 ini, itu adalah kerikil2 yang dilewatin untuk 
menuju kedewasaan. orang asing yang pergi ke indonesia pasti akan kagum dengan 
kekayaan dan keanekaragaman negeri ini , pelajar asing aja contohnya dari 
ukraina berlomba2 untuk bisa jadi salah satu pertukaran pelajar ke indonesia , 
banyak minat untuk belajar bahasa indonesia, orang jepang aja berani bilang 
kalau indonesia udah negara maju apa karena penjualan produknya ibarat kacang 
goreng laris manis, saya ga tau pasti. memang semua itu butuh waktu dan perlu 
improvement sistem politik, karena inti masalah disini . karena orang2 politik 
akan nurut sama tuan tanah bukan sama negara . mudah2an saya salah mohon untuk 
koreksi , pertimbangkan contoh seperti konsep politik jerman dan perancis.


Salam,
Dody

2012/6/21 Darwin Bahar <dba...@indo.net.id>

Perlu Kebersamaan untuk Perbaiki Kekurangan
>http://cetak.kompas.com/read/2012/06/21/02005832/kita.tak.ingin.negara.gagal
>Jakarta, Kompas - Semua elemen bangsa tidak menginginkan negara Indonesia 
>dinilai atau menjadi negara yang gagal. Karena itu, semua elemen bangsa harus 
>bersama-sama berupaya untuk memperbaiki hal-hal yang dinilai masih kurang.
>Hal tersebut ditegaskan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko 
>Suyanto dalam perjalanan dari Makassar ke Jakarta, Rabu (20/6). Djoko dimintai 
>tanggapan terkait publikasi Indeks Negara Gagal (Failed States Index) 2012 di 
>Washington DC, Amerika Serikat, Senin. Indonesia berada di peringkat ke-63 
>dari 178 negara. Indonesia masuk kategori negara dalam bahaya (in danger).
>Dalam indeks tersebut, semakin tinggi peringkatnya, semakin buruk kondisi 
>sebuah negara sehingga mendekati status negara gagal. Tahun lalu Indonesia 
>menempati peringkat ke-64 dari 177 negara. ”Semua elemen bangsa tidak mau 
>negara ini gagal. Kalau ada yang masih kurang, mari kita perbaiki bersama,” 
>katanya.
>Juru Bicara Wakil Presiden Yopie Hidayat juga memandang positif hasil survei 
>yang dikeluarkan organisasi internasional The Fund for Peace itu. Hasil survei 
>tersebut dinilai berguna untuk memacu kinerja aparat dan pejabat pemerintahan.
>”Kita hidup di era terbuka sehingga kita harus terus melihat ke tetangga kita. 
>Kalau mereka lebih baik, kita tentu saja harus lebih baik lagi. Kami 
>melihatnya sebagai upaya untuk memacu kinerja kita. Saya setuju, kita harus 
>lebih baik. Kita merasa sudah maksimal, ya, tetap saja harus dipacu lebih 
>keras lagi,” tutur Yopie, di Kantor Wapres.
>Namun, Djoko mempertanyakan apa yang dimaksud dengan ”gagal”. ”Kalau gagal, 
>kita tidak bisa apa-apa. Apakah negara Indonesia gagal membangun, tidak 
>demokratis, tidak aman, atau tidak memiliki cadangan devisa yang cukup,” kata 
>Djoko.
>Kalau soal kemiskinan, Djoko mengakui, pasti ada orang miskin. ”Di Amerika 
>Serikat pun ada orang miskin,” tuturnya.
>Djoko mencontohkan kehidupan demokrasi. Keterbukaan dan kebebasan pers di 
>Indonesia sangat maju. ”Jadi, saya tidak mau membantah. Lihat saja itu semua,” 
>katanya. Karena itu, Djoko berpendapat Indonesia bukan negara gagal. ”Negara 
>kita sedang membangun,” katanya.
>Terkait aksi-aksi kekerasan, menurut Djoko, hal itu tidak terjadi di seluruh 
>Indonesia. ”Hampir di semua negara juga ada kekerasan,” katanya. Kekerasan di 
>suatu daerah jangan digeneralisasi seakan-akan kekerasan terjadi di seluruh 
>Indonesia.
>Tidak tiba-tiba
>Menurut Daron Acemoglu, profesor ekonomi Massachusetts Institute of Technology 
>(MIT), dan James Robinson, profesor politik dan ekonomi Universitas Harvard, 
>dalam sebuah artikel di laman majalah Foreign Policy, Senin (18/6), kegagalan 
>suatu negara tidak terjadi tiba-tiba dalam waktu semalam. Bibit-bibit 
>kegagalan itu sebenarnya sudah tertanam jauh di dalam berbagai institusi 
>politik kenegaraan, terkait bagaimana sebuah negara dijalankan.
>Penulis buku Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty 
>itu membahas mengapa ada beberapa negara di dunia yang sangat sukses secara 
>ekonomi, tetapi ada juga yang tetap miskin dan terpuruk.
>Ada beberapa negara yang mengalami kegagalan tiba-tiba dan spektakuler, 
>seperti Afganistan setelah pasukan Uni Soviet mundur akhir 1980-an. Namun, 
>sebagian besar negara gagal tidak secara mendadak. Negara-negara itu tidak 
>gagal karena perang, tetapi lebih karena gagal memberdayakan potensi 
>pertumbuhan rakyatnya yang besar.
>Menurut Acemoglu dan Robinson, yang paling tragis dari kegagalan di sebagian 
>negara tersebut adalah karena disengaja. Negara-negara tersebut runtuh setelah 
>dikuasai institusi-institusi ekonomi ”ekstraktif”, yang merusak daya dorong 
>ekonomi, melemahkan setiap usaha inovasi, melemahkan bakat dan potensi warga 
>negaranya dengan menciptakan medan permainan yang tidak adil, dan 
>menghilangkan kesempatan warga untuk maju.
>Dalam indeks negara gagal itu, situasi Indonesia dinilai memburuk, terutama di 
>tiga indikator dari total 12 indikator yang digunakan dalam penyusunan indeks 
>tersebut. Ketiga indikator itu adalah tekanan demografis, protes kelompok 
>minoritas, dan hak asasi manusia. Bagaimanapun, Indonesia diakui berhasil 
>mendorong pertumbuhan ekonomi dan melakukan reformasi politik beberapa tahun 
>terakhir.
>Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Hariyadi B Sukamdani 
>mengatakan, kalangan pengusaha merasakan bagaimana kualitas penegakan hukum 
>dan jaminan keamanan menurun beberapa tahun terakhir. Kondisi itu cukup 
>mengkhawatirkan. Hariyadi mencontohkan, cetak biru pembangunan nasional cukup 
>jelas dalam Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi 
>Indonesia, tetapi menghadapi masalah koordinasi.
>”Kalau negara itu rapi, jumlah sengketa pasti turun. Masalah serius lain 
>adalah manajemen pemerintahan berkait koordinasi dan kebijakan pemerintah 
>daerah yang tumpang tindih dengan pusat sehingga merugikan investor,” ujar 
>Hariyadi.
>Namun, Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franky 
>Sibarani mengatakan, kalau disebut sebagai negara gagal, sesungguhnya masih 
>terlalu jauh. ”Kita masih ada yang bisa diharapkan asalkan ada kemauan dari 
>semua pihak, terutama pemerintah, dalam menyusun kebijakan.”
>Franky menilai, kebijakan yang tidak konsisten lambat laun bakal menggiring 
>Indonesia sebagai negara gagal. Masalah infrastruktur dan penegakan hukum 
>memang membutuhkan proses yang cukup lama.
>Infrastruktur di Indonesia juga mendapat perhatian. Menurut Yopie, untuk 
>memastikan proyek-proyek infrastruktur berjalan mulus, Wapres Boediono 
>memutuskan untuk memantau hingga ke pelaksanaan proyek. ”Orang menilai, kok, 
>sampai segitunya. Wapres seharusnya tidak perlu mengawasi detail teknis. 
>Namun, itu dilakukan untuk memastikan fungsi-fungsi itu berjalan baik,” 
>tuturnya.
>Selain infrastruktur, menurut Yopie, Wapres memberikan perhatian serius pada 
>pelaksanaan reformasi birokrasi. Alasannya, birokrasi adalah eksekutor 
>kebijakan sehingga birokrasi yang baik akan membuat kinerja pemerintah ikut 
>jadi lebih baik.
>Bagaimanapun peringkat Indonesia dalam kategori bahaya itu merupakan kritik 
>serius terhadap kinerja pemerintah. Menurut Ketua Badan Pengurus Setara 
>Institute Hendardi, dan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, M Ridha 
>Saleh, pemerintah jangan terus berkelit, melainkan harus bekerja lebih keras 
>lagi untuk menjauhkan negara ini dari keterpurukan.
>”Dalam banyak kasus kekerasan terhadap minoritas, pemerintah cenderung 
>membiarkan, tidak tegas menindak, apalagi memproses hukum para pelakunya,” 
>kata Hendardi.
>Ridha menilai, pemerintah belakangan ini memang lemah dalam melindungi hak-hak 
>sipil politik warga negara Indonesia dari kekerasan, konflik sosial, dan 
>gangguan keamanan. ”Pemerintah hendaknya memperbaiki regulasi, sistem, dan 
>kepemimpinan untuk melindungi HAM,” katanya.
>Bagi pakar hukum tata negara Universitas Andalas Saldi Isra, pemerintah harus 
>membuktikan mampu melaksanakan fungsi pemerintahan secara baik. ”Semua 
>kelemahan hanya mungkin diatasi dengan keberanian dan langkah besar,” 
>katanya.   
>
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke