TEMPO,14 Juli 2008

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2008/07/14/LK/mbm.20080714.LK127
674.id.html

SUDAH empat tahun lebih Mohammad Natsir menghuni Wisma Keagungan, rumah
tahanan di daerah Kota, Jakarta Pusat. Rezim Orde Lama mengerangkengnya
karena dianggap "melawan arus" dengan mendirikan Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia pada 1958. Sebelumnya ia dua tahun menjadi tahanan di
Batu, Jawa Timur.

Soekarno memberaikan rekan pergerakan Natsir: Sjafroeddin Prawiranegara
dibuang ke Kedu dan Burhanuddin Harahap ke Pati. Sumitro Djojohadikusumo
lebih dulu lari ke luar negeri. Di Wisma Keagungan, Natsir bergabung dengan
Sutan Sjahrir dari Partai Sosialis, yang juga dipenjarakan Orde Lama.

Natsir masih dalam jeruji penjara ketika kekuasaan Soekarno tenggelam. Pada
masa transisi, Pejabat Presiden Soeharto mengirim utusan: Sofjar, seorang
perwira Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), yang kelak
pensiun sebagai brigadir jenderal. Soeharto ketika itu masih menjabat
Panglima Komando Cadangan. "Orang suruhan itu ipar dari keponakan saya, yang
bekerja di Departemen Penerangan," kata Natsir, dalam sebuah wawancara
dengan Agus Basri, mantan wartawan Tempo.

Utusan Soeharto itu bicara tentang usaha pemerintah memulihkan hubungan
dengan Malaysia. Ketika itu komunikasi Jakarta dan Kuala Lumpur hancur
akibat Soekarno melancarkan operasi "Ganyang Malaysia". Pada awal
kekuasaannya itu, Soeharto berniat merajut kembali hubungan.

Soeharto mengirim dua orang kepercayaannya ke Kuala Lumpur, yaitu Ali
Moertopo dan Leonardus "Benny" Moerdani. Pemerintah Malaysia tidak
menyatakan keberatan dengan utusan itu. Tapi, seolah menghindar, Perdana
Menteri Tengku Abdul Rahman meninggalkan Kuala Lumpur sehari sebelum
delegasi dari Jakarta datang.

Misi Ali dan Benny gagal. Natsir pun menjadi harapan. Ia dikenal dekat
dengan Abdul Rahman. Mereka beberapa kali bertemu, ketika bangsawan asal
Kedah itu berkunjung ke Indonesia. Sofjar bertanya cara memulihkan hubungan
kedua negara. Natsir menjawabnya dalam surat pendek: "Ini ada niat baik dari
pemerintah Indonesia untuk memperbaiki hubungan antara Indonesia dan
Malaysia. Mudah-mudahan Tengku bisa menerima."

Sofjar membawa tulisan tangan Natsir itu ke Kuala Lumpur. Dengan bantuan Tan
Sri Ghazali Shafii, yang lama duduk dalam kabinet, surat sampai ke tangan
Abdul Rahman. Segera setelah membaca surat Natsir, ia berkata, "Datanglah
mereka besok di tempat saya." Delegasi Indonesia diterima esok harinya.
Hubungan kedua negara berangsur cair.

Menurut Deliar Noer, peraih gelar doktor pertama dalam bidang ilmu politik
di Indonesia, Natsir menyambut kelahiran rezim baru dengan penuh harapan.
"Ia berharap penyelewengan pemerintahan Soekarno bisa diluruskan," Deliar
menulis dalam Membincangkan Tokoh-Tokoh Bangsa.

Natsir mengeluarkan pernyataan pers yang mendukung Orde Baru, atas
permintaan Soedjono Hoemardani, asisten pribadi Soeharto. Permintaan itu
disampaikan mantan Duta Besar Republik Indonesia di Roma, Mohammad Rasjid.
Sebagai imbalannya, Soedjono berjanji memberikan keleluasaan kepada Natsir
dalam melakukan gerakan politik. Ternyata itu janji kosong belaka.

Dibebaskan dari tahanan pada awal 1966, Natsir berniat menghidupkan kembali
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), partai yang berdiri pada
November 1945 dan dibubarkan oleh Soekarno 15 tahun kemudian.

Pada 15 Agustus 1966, apel akbar umat Islam digelar di Masjid Al-Azhar,
Jakarta. Sekitar 50 ribu orang hadir, termasuk Sjafroeddin dan tokoh
pergerakan seperti Prawoto Mangkusasmito, Asaat, Mohammad Roem, dan Kasman
Singodime-djo. Mereka menuntut pemerintah mengizinkan pendirian kembali
Masyumi.

Soeharto menolak. Tumbuhnya kembali partai-partai lama dianggap akan memicu
persoalan. Soeharto juga melarang tokoh Masyumi memimpin partai yang baru
didirikan, yaitu Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Para tokoh pergerakan
Islam awalnya berharap Natsir memimpin partai itu. Melihat situasi yang tak
mungkin, Mohammad Roem dijadikan alternatif. Ternyata ini pun tak berhasil.

Walau terpilih menjadi ketua umum dalam Kongres I Parmusi di Malang, 4-7
November 1968, Roem dilarang tampil. Penguasa belakangan merestui H.M.S.
Mintaredja yang akomodatif dengan pemerintah. Dialah yang kemudian mengubah
Parmusi menjadi Muslimin Indonesia, lalu berfusi dengan PSII, Perti, dan
Nahdlatul Ulama ke dalam Partai Persatuan Pembangunan pada 1973.

Menurut Yusril Ihza -Mahendra, yang pernah bekerja seruang dengan Natsir di
Lembaga Pusat Pengembangan Masyarakat, Cikini, Jakarta, sang tokoh tak
kecewa dengan kegagalan menghidupkan kembali Masyumi. Belasan tahun
kemudian, Natsir berkata kepada Yusril: "Partai itu kan tergantung kita.
Kalau merasa tidak perlu ada partai, nggak usah bikin partai." Natsir pun
keluar dari jalur politik: mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.

Toh, ia tetap banyak membantu rezim Soeharto. Pada 1971, misi Soeharto ke
Jepang untuk memperoleh kredit gagal. Tak lama setelah itu, Natsir
berkunjung ke Jepang. Ia bertemu dengan tokoh-tokoh Kaidanren, organisasi
pengusaha negeri itu. Ia meyakinkan kelompok pengusaha itu agar tak
mengabaikan Indonesia.

Para pengusaha itu menjelaskan bahwa Soeharto datang pada waktu yang salah.
Mereka berharap kunjungan dilakukan setelah Undang-Undang Kredit selesai
dibuat. Mereka juga telah menyampaikan hal itu sebelumnya kepada Departemen
Luar Negeri Indonesia. Tapi Soeharto tetap pergi.

Takeo Fukuada, yang ketika itu menjadi Menteri Keuangan Jepang, mengatakan
pada 1993, "Beliaulah yang meyakinkan kami tentang perjuangan masa depan
pemerintah Orde Baru di Indonesia." Walhasil, Jepang mengucurkan pelbagai
bantuan dan pinjaman guna menopang ekonomi Indonesia yang runtuh pada akhir
rezim Orde Lama.

Pengaruh Natsir di negara-negara Timur Tengah juga banyak membantu rezim
Orde Baru. Suatu hari pada 1970, Ekki Sya-chroeddin menemuinya. Aktivis
Himpunan Mahasiswa Islam itu menyampaikan pesan Ali Moertopo, staf khusus
Soeharto, agar Natsir menjajaki kredit dari negara-negara Arab. "Saya
katakan kepada Ekki, baik saya bersedia. Tak perlu dibiayai, sebab saya
memang akan ke sana untuk -kongres," Natsir bercerita kepada Tempo pada
1971.

Natsir meminta syarat kepada Ekki: sebelum berangkat dipertemukan dengan
Soeharto. "Tidak usah lama, tiga menit saja," katanya. "Agar kalau berbicara
di sana ada harganya. Sebab, saya orang partikelir." Hingga mantan perdana
menteri itu berangkat, pertemuan tak dilakukan. Tapi Natsir tetap memenuhi
permintaan Ali Moertopo.

Ia mengirim surat kepada pemerintah Kuwait: "Saya beberkan bahwa selama ini
mereka menanam uang mereka ke Eropa, yang justru menguntungkan Yahudi.
Mengapa mereka tidak juga mengirimkan uang mereka ke Indonesia?" Surat yang
profokatif itu tak direspons.

Suatu malam Ali Moertopo datang ke rumah Natsir. Merasa gagal memenuhi
keinginan pemerintah, Natsir minta maaf kepada tamunya. Tapi Moertopo
berkata: "Sudah berhasil. Pemerintah Kuwait setuju menanam modalnya di
bidang perikanan laut."

Tentu Natsir gerah dengan berbagai penyimpangan re-zim Soeharto. Pada 1980,
ia menandatangani Petisi 50 bersama tokoh seperti Sjafroeddin, Kasman,
Boerhanoeddin, Abdul Harris Nasution, Anwar Harjono, juga Ali Sadikin.
Mereka mempersoalkan pidato Soeharto di Pekanbaru dan Cijantung. Hasilnya,
mereka semua dilarang pergi ke luar negeri.

Larangan itu terus dikenakan kepada Natsir pada 1990, ketika Universiti
Kebangsaan Malaysia dan Universiti Sains Pulau Minang mengundangnya untuk
menerima gelar doktor kehormatan. Ia juga tetap dicekal di ujung usianya,
ketika beberapa negara menawarinya berobat. Ia tutup usia di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada Sabtu tengah hari, 6 Februari 1993.

Anwar Ibrahim, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia, mengenang perjumpaan
terakhirnya dengan Natsir di rumah sakit. "Saya sedih melihat keadaan rumah
sakit yang tidak layak untuk seorang pemikir besar Islam. Beliah layak
mendapatkan layanan yang lebih baik," kata Anwar.

Rezim Orde Baru yang banyak dibantu Natsir melupakan sang tokoh di akhir
hayatnya.

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/



Kirim email ke