Selasa, 12 Februari 2008 http://www.padangekspres.co.id 

 

Munculnya berbagai kritikan terhadap eksistensi tanah ulayat sebagai
pengahambat pembangunan sering bermunculan dan dilancarkan berbagai
kalangan. Bila dicermati, pemikiran yang demikian tidak salah apabila
dipahami secara dangkal. Akan tetapi, jika dipahami secara seksama dan
mendalarn, keberadaan tanah ulayat justru sebaliknya. 

 

Dipahami atau tidak, yang jelas dilaksanakannya sebuah pembangunan adalah
dalam rangka mewujudkan tujuan nasional yaitu menciptakan masyarakat yang
adil dan makmur serta berkeadilan dalam segala bidang. Prof. H. Hilman
Hadikusuma, SH dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perekonomian Adat
Indonesia”, mengemukakan bahwa, “Hak ulayat hanya digunakan terhadap tanah. 

 

Hak Ulayat artinya hak wilayah, hak persekutuan hukum atau masyarakat hukum
adat (nagari, marga, desa, suku, keturunan dan lainnya) atas lingkungan
tanah (hutan) yang belum dibuka atau tidak dikerjakan.” Lebih lanjut B ter
Haar Bzn sebagaimana dikutip oleh Soerjono Soekanto dalam bukunya yang
berjudul “Hukum Adat Indonesia” mengemukakan bahwa, “Masyarakat tersebut
mempunyai hak atas tanah itu dan menerapkannya baik ke luar maupun ke dalam.
Atas dasar kekuatan berlakunya ke luar, maka masyarakat sebagai suatu
kesatuan mempunyai hak untuk menikmati tanah tersebut, serta menolak pihak
luar untuk melakukan hal yang sama dan sebagai suatu kesatuan bertanggung
jawab terhadap perilaku menyeleweng yang dilakukan oleh orang asing di tanah
tersebut. 

 

Atas dasar kekuatan berlakunya ke dalam, masyarakat mengatur bagaimana
masing-masing anggota, masyarakat melaksanakan haknya, sesuai dengan
bagiannya dengan cara membatasi peruntukan bagi tuntutan dari hak
menikmatinya secara pribadi, untuk kepentingan masyarakat secara langsung.”
Bila dicermati dua pendapat yang dikemukakan di atas, dapat dijelaskan
bahwa, tanah ulayat merupakan tanah yang tidak dimiliki oleh seseorang
secara pribadi akan tetapi ia merupakan tanah yang dikuasai secara
bersama-sama oleh masyarakat adat, apakah ia berbentuk nagari, marga, desa,
suku, keturunan dan lainnya. 

Di mana masyarakat adat tersebut mempunyai hak; Pertama, hak ke dalam,
masyarakat mempunyai hak mengatur bagaimana masing-masing anggota masyarakat
melaksanakan haknya sesuai dengan bagiannya dengan cara membatasi peruntukan
bagi tuntutan dari hak menikmatinya secara pribadi, untuk kepentingan
masyarakat secara langsung. Kedua, hak ke luar, dimana masyarakat sebagai
suatu kesatuan mempunyai hak untuk menikmati tanah ulayat, menolak pihak
luar untuk melakukan hak untuk menikmati tanah ulayat dan sebagai suatu
kesatuan bertanggung jawab terhadap perilaku menyeleweng yang dilakukan oleh
orang asing di tanah. 

 

Mengingat prinsip-prinsip di atas, pada hakikatnya tidak ada alasan bagi
pihak lain yang berasal dari luar masyarakat adat yang menguasai tanah
ulayat untuk dapat menikmati tanah ulayat yang haknya dimiliki masyarakat
adat penguasa tanah ulayat. Ketika sebuah pembangunan dilaksanakan,
pelaksanaan pembangunan tersebut terganjal bahkan sering terjungkal karena
berhadapan dengan konsep tanah ulayat. Siapa yang salah dan apa yang
disalahkan dalam hal ini? Di satu sisi, sebagai negara berkembang, sudah
pasti ia ingin menjadi negara maju dan sederajat dengan negara-negara
lainnya serta tidak ingin disebut sebagai negara yang tertinggal. Di sisi
lain, tatanan masyarakat di mana pembangunan itu mau dilaksanakan tidak
menyediakan pilar-pilar untuk dilaksanakannya pembangunan tersebut. 

 

Sehingga tidak jarang sebuah pembangunan dipaksakan pelaksanaannya yang pada
gilirannya melahirkan konflik di kemudian hari. Seringnya terjadi
demonstrasi generasi-generasi yang menguasai tanah ulayat karena kesadaran
terhadap hak mereka terhadap tanah ulayat telah beralih kepada pihak luar
dari masyarakat mereka sendiri merupakan suatu bukti bahwa konflik tersebut
ada. Konflik ini dijadikan acuan dan pedoman dalam melaksanakan pembangunan
berikutnya. Parahnya lagi, enggannya investor dalam maupun luar negeri
menginvestasikan modal mereka demi sebuah pembangunan juga sebagai feel back
mengacu dan berpedoman pada keadaan demikian. Pembangunan yang direncanakan
menjadi tidak dapat dilaksanakan. 

 

Jadi, menurut hemat penulis, keberadaan tanah ulayat justru mendukung
pelaksanaan pembangunan jika pembangunan itu benar-benar diarahkan untuk
mewujudkan dan menciptakan masyarakat yang adil dan makmur serta berkeadilan
dalarn segala bidang. Tanah ulayat merupakan aset potensial pendukung
pembangunan. Masyarakat Adat dan Tanah Ulayat merupakan dua aset yang
tinggal diberdayakan. ***


No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition. 
Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.20.2/1272 - Release Date: 11/02/2008
17:28
 

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca dan dipahami! Lihat 
di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet.
- Tuliskan Nama, Umur dan Lokasi anda pada setiap posting.
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Email attachment, DILARANG!!! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
- Anggota yg posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg 
bersangkutan minta maaf & menyampaikan komitmen akan mengikuti peratiran yang 
berlaku.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahul
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke