aaa) Dahulu kala manuruik carito urang gaek bahaso ka bapak2 itu alah diagiah 
tahukan, jaan membueik ulah ditanah sendiri nanti awak juo nan akan marasai dek 
urang sabarangtu. Kasus Amerika mambuek ulah dinagari Irak nah itu baru batua. 
Kampung Amerik tetap aman rahayat sentosa.
  bbb) Baliak ka carito PRRI/PERMESTA, namonyo sajo alah mambarontak walaupun 
diliek dari sisi kepentingan nagari elok bana, tapi paretongan dan strateginyo 
salah. Sia nan batanggung jawab kiniko nagari Minangkabau dijajah oleh urang 
subarang sampai jo anak gadiah dibawo lari dan diagiahkan untuk dikawinkan dan 
malah dibawo pulo kanagari subarang tun.
  ccc) jadi cubolah runsanak nan memang maraso berjasa jo kampuang masalah 
pahlawan dsb. untuk prri/permesta itu mungkin alun dapeik kiniko. Cubo diwaktu 
nan datang jo strategi nan matang supayao nagari Ranah Minang dapaek sejahtera 
indak untuk pemimpin nyo sajo.
  Lillahi taala ambo ingeikkan dunsanak untuk berpikir logik dan maliheit 
kedepan. Apo nan dapaeik dikarajokan untuk anak nagari.Back to Nagari tidak 
mudah sementara datuak/walinagari kurang pendidikan dan indak dapaeik manarimo 
nan baik untuk KESEJAHTERAAN NAGARI.
  Wass.
  Aspermato di Deep Hook.  

kabaMinang OnLine <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
        st1\:*{behavior:url(#default#ieooui) }                Oleh Wisran Hadi  
 Mustahil itu bisa terjadi! Bagaimana mungkin bisa diberikan gelar pahlawan 
nasional kepada tokoh-tokoh PRRI, ketika semua pikiran rakyat Sumatra Barat 
sampai hari ini masih menganggap bahwa pergolakan daerah yang disebut PRRI itu 
sebagai sebuah pemberon&shy;takan. 
  Dari sisi pemerintah pusat di Jakarta, memang pergolakan daerah seperti itu 
dianggap pemberontakan. Tapi dari sisi Sumatra Barat sendiri, apakah PRRI juga 
dianggap pemberontakan? 
  Bukankah kehadiran PRRI merupakan representasi keinginan rakyat Sumatra Barat 
terhadap sistem sentralistik Jakarta, dan keinginan untuk membagi kue 
pembangunan dan kekuasaan, antara daerah dan pusat berada dalam sebuah 
keseimbang yang adil? 
  Bukankah pergolakan tersebut merupakan cetusan kehendak dari keinginan untuk 
mendapatkan otonomi daerah, agar masing-masing daerah dapat membenahi dirinya 
menurut kemampuan yang ada di daerah tersebut? 
  Mungkin saat ini kita perlu kembali untuk mengkaji ulang tentang keberadaan 
PRRI. 
  Dua rezim terdahulu; Soekarno dan Soeharto telah meluluh lantak&shy;kan 
keberadaan PRRI, baik secara fisik maupun politik, karena dianggap sebagai 
tandingan dari pemerintah pusat yang sah. 
  Kedua rezim terikat dengan pengertian kata PRRI, tetapi tidak memasuki esensi 
persoalan dengan lebih objektif. 
  Ketika seorang wartawan sekaligus sastrawan Soewardi Idris menu&shy;lis 
berpuluh cerita pendeknya tentang keterlibatannya dengan PRRI, dan berpuluh 
eseinya tentang pergolakan daerah tersebut, mungkin kita tersentak membacanya. 
  Sampai akhirnya kita dapat menemukan berbagai hal yang penting untuk 
keberadaan kita hari ini. Bahwa, pergolakan daerah yang merebak dan meletus 
begitu cepat dan padam begitu cepat pula, perlu mendapat apresiasi yang wajar. 
  Mungkin saja para tokoh PRRI masih terbelenggu dengan tudingan bahwa mereka 
adalah "pemberontak", tetapi dari hari ke hari bahwa apa yang diperjuangkan 
para tokoh itu untuk mendapatkan otonomi daerah, untuk mendapatkan perlakuan 
yang pantas dan seimbang bagi setiap daerah di wilayah NKRI kian terasa dan 
nyata. 
  Apakah kita begitu teganya menghapus apa yang diperjuangkan para tokoh itu 
beserta rakyat Sumatra Barat dipinggirkan begitu saja, dihapus, tidak diapa 
siapakan lagi? 
  Sebagai sebuah mata rantai dari sejarah kebangsaan, peristiwa pergolakan 
daerah yang dimotori oleh PRRI tidak perlu disembun&shy;yikan. Jika pengkhiatan 
PKI terhadap republik ini makin hari makin dimaafkan, lalu kalau kita boleh 
membanding, seberapa benarlah "dosa" PRRI terhadap negeri ini dibanding dengan 
pengk&shy;hiatan partai komunis itu? 
  Sampai saat ini, baik pemerintah daerah mapun tokoh-tokoh politik 
  selalu menghindar bila bicara hal-hal yang telah lalu. 
  Masalah PDRI dan masalah PRRI sama-sama dianggap sebagai "masa lalu" yang 
tidak perlu diungkit lagi, karena dianggap dapat menggelisahkan kedudukan 
beberapa tokoh-tokoh. 
  Begitupun tokoh-tokoh PRRI, yang tentunya mereka sudah banyak 
  yang meninggal, tua renta, juga tidak dapat menjelaskan secara lebih gamblang 
kepada generasi berikutnya, kenapa mereka terlibat dalam "dosa" yang tidak 
dapat diampuni itu? 
  Dalam konteks ini, posisi Soewardi Idris sebagai "pembawa berita" dan 
"penyampai khabar" terhadap bagaimana kemelut itu dirasakan, dialami oleh 
rakyat Sumatra Barat sangatlah penting. Dua bukunya yang diluncurkan oleh TVRI 
Sumbar 15 Februari 2008; 
  Kumpulan cerpen "Pergolakan Daerah" dan setumpuk esei tentang pergolakan 
daerah itu "Perjalanan dalam Kelam" adalah sesuatu yang dapat disebut sebagai 
"catatan kebudayaan" dari perjalanan sejarah bangsa ini. 
  Tapi benar juga, sedangkan pergolakan daerah yang telah begitu banyak memakan 
korban, nyawa dan harta benda tidak mendapat perhatian yang layak dari generasi 
hari ini, apalagi Soewardi Idris-nya. 
  Begitulah sifat kita yang kurang terpuji. Kekalahan PRRI dianggap 
pemberontakan. Bagaimana sekiranya PRRI menang? Mungkin jika PRRI itu menang, 
akan berbondong-bondong pula rakyat Sumatra Barat ini mengusung tokoh-tokohnya 
untuk diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. 
  Memang, tidak ada tokoh yang kalah dibuatkan sejarahnya. Artinya sejarah 
kekalahan termasuk "aib" dari sebuah masyarakat yang sombong. Tapi bagaimana 
pula dengan Imam Bonjol yang ditangkap Belanda, yang dituduh pula oleh Belanda 
sebagai pengacau dan 
  pemberontak? 
  Imam Bonjol kalah dari Belanda, namun dia dipandang terbalik oleh bangsa 
Indonesia; dia pahlawan. 
  PRRI kalah oleh pemerintah pusat, lalu apakah rakyat Sumatra Barat berani 
memandangnya terbalik sebagaimana mereka memandang Imam Bonjol; bahwa PRRI 
telah berjuang untuk mencegah munculnya pemerintahan yang otoriter; bahwa PRRI 
telah berusaha untuk mendapatkan otonomi daerah dan setelah berjarak 50 tahun 
barulah 
  otonomi itu dapat dilaksanakan sedikit-sedikit. 
  Walau sudah 50 tahun peristiwa PRRI itu berlalu, namun kita tetap kehilangan 
nyali untuk memberikan apresiasi. 
  Akankah kita, masyarakat Sumatra Barat ini, terus menjadi orang-orang yang 
tidak mampu lagi untuk berterima kasih? o **
   
  http://www.hariansinggalang.co.id/komentar.html



  No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.20.6/1282 - Release Date: 15/02/2008 
19:08




       
---------------------------------
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
Website: http://www.rantaunet.org 
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca dan dipahami! Lihat 
di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet.
- Tuliskan Nama, Umur dan Lokasi anda pada setiap posting.
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. 
- Email attachment, DILARANG!!! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
- Anggota yg posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg 
bersangkutan minta maaf & menyampaikan komitmen akan mengikuti peratiran yang 
berlaku.
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: 
[EMAIL PROTECTED] 

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe 
Dengan terlebih dahul
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke