Assalamu'alaikum wr.wb.

Sepanjang minggu ke-3 dan ke-4 bulan Januari 1957, saya, juga Pak Gatot,
menjadi tamu Panglima TT-IV/Diponegoro Letkol Soeharto di Tawangmangu.
Daerah pegunungan, sebelah timur kota Solo, kami menempati sebuah bungalow.
Hawa disini sejuk, apalagi musim hujan. Pak Gatot sangat menikmati liburan
nya disini.

Kami berunding dan membahas masalah-msalah nasional selama 2 minggu. Kalau
kami sedang ngobrol bebas, Pak Gatot banyak memberi nasehat buat kami. Pak
Gatot memang sesepuh Diponegoro. Kalau Pak Gatot ngobrol dengan Soeharto,
saya lebih banyak diam, karena saking asyiknya mereka ngobrol dalam bahasa
Jawa. Sebaliknya, kalau sedang ngobrol santai begini dengan Soeharto,
apalagi kalau ngobrol kenang-kenangan kami masa gerilya, Pak Gatot lah yang
menjadi pendengar.

Bertiga kami merundingkan kesatuan pandangan kami mengenai masalah-masalah
TNI-AD dan politik negara. Dalam hal pergantian pimpinan AD, Pak Gatot
mengatakan siap menjadi KSAD, yang penting melalui prosedur yang benar.
Jadi, Panglima TT Jawa Tengah, Soeharto bukan saja pendukung perjuangan
kami menentang rezim Soekarno-PKI-Nasution, melainkan ia adalah eksponen
perjuangan ini juga.

Itulah mengapa dalam Munas bulan September 1957, Soeharto-lah yang justru
mendorong saya dan kawan-kawan perwira daerah untuk menuntut secara lebih
keras.

“Kita paksakan saja!” kata Soeharto kepada saya dan DJ.Somba berkali-kali.

Sikap posisi Soeharto tesebut, sudah kesepakatan kami di Tawangmangu, bukan
hanya ia perlihatkan kepada kami. Ia bahkan sudah menanamkan garis
perjuangan kami itu pada jajaran TT-IV Jawa Tengah. Sehingga banyak
kalangan di negeri ini sudah tahu posisi Soeharto, termasuk Bung Hatta.

Itulah mengapa ketika pecah PRRI, awal 1958, tak kurang dari Bung Hatta
yang, dalam usahanya mencegah operasi militer pusat terhadap kami di
Sumatera dan Sulawesi, mengatakan bahwa pasukan-pasukan di Jawa Tengah tak
akan mendukung operasi militer pusat untuk memerangi kami. Ketika KSAD
memerintahkan Panglima TT-IV untuk menggempur kami, Soeharto beralasan
minta waktu untuk mempersiapkan pasukan. Nanti, setelah didekati langsung
oleh Presiden Soekarno, baru akhirnya dikirim juga. Karena yang meminta
adalah Kepala Negara, dan diingatkan bahwa itu untuk tugas negara, maka
para panglima di Jawa itu akhirnya ‘terpaksa wajib’ mengirim pasukan.

Dikemudian hari, Dokter Engelen cerita ke saya kalau bertemu Gatot Subroto
di Puncak. Pak Gatot bilang, “Soeharto sudah nunggu-nunggu, ndak dihubungi”.

Ya, memang kordinasi kami payah.

 *Upaya Nasution Memecah-Belah Kekuatan Indonesi Timur*

 Bagi Nasution yang orientasinya hanya kekuasaan dan kekuasaan, politik dan
politik saja, tidak dapat mengapresiasi upaya pembangunan ekonomi
masyarakat yang padahal tidak boleh ditunda-tunda. Proklamasi Permesta
segera terlihat sebagai tantangan dan ancaman. Maka, ia berusaha keras
dengan segala cara untuk memotong perjuangan kami. Ia memecah belah
kekuatan kami di Indonesia Timur. Dan ia berhasil, karena menemukan
celahnya, yaitu Mayor M. Jusuf.

Sejak sebelum saya Panglima TT-VII Indonesia Timur, upaya tersebut sudah
dilakukan, yaitu dengan mengadakan KoDPSST. Komando Daerah Pengamanan
Sulawesi Selatan & Tenggara ini jelas-jelas merupakan pemecah belah komando
Indonesia Timur, memotong dan memperkecil komando TT-VII. Ini terlihat dari
21 Batalyon Tempur yang ada di Sulawesi Selatan dan Tenggara, hanya 1 yang
dibawah TT-VII. Pembagian itupun hanya berdasarkan suku. Satu batalyon
kami, yaitu Yon 702 pimpinan John Ottay yang kebanyakannya orang Minahasa.
Sedangkan 20 batalyon lainnya terdiri dari orang-orang dari Jawa dan
Sulawesi Selatan. Begitu juga dalam staf KoDPSST, sebagai diangkat para
perwira asal Sulawesi Selatan. Letkol M.Saleh Lahade menjadi Kepala Staf,
Letkol Andi Mattalatta sebagai Wakil Panglima.

Sejak semuala saya tidak mempersoalkan kehadiran KoDPSST. Kalau alasan
Nasution bahwa ini demi efektifitas operasi penumpasan DI/TII Kahar
Muzakkar, mungkin karena ia berpikir kami dengan Kahar Muzakkar teman lama,
sejak dari KRIS dan revolusi fisik di Jawa, bagi saya terserah saja. Walau
pikiran saya itu adalah mengada-ada karena sesungguhnya Nasution sangat
mengenal sifat saya yang obyektif dalam bekerja.

Kalau dibilang TT-VII didominasi perwira-perwira asal Minahasa itu
prasangka orang yang tidak mengerti persoalan. Semua penempatan berdasarkan
keputusan Reuni Brigade XVI, juga sudah sesuai dengan tingkat senioritas
dan syarat-syarat lainnya, seperti lulus SSKAD. Reuni dimotori oleh Saleh
Lahade dan Andi Mattalatta, jadi semua berjalan fair dan didukung oleh
semua pihak berdasarkan semangat persatuan nasional. Mayor M. Jusuf yang
baru pulang mengikuti pendidikan di AS, tidak disukai oleh tokoh-tokoh
militer di Sulawesi Selatan sendiri, seperti Latkol M. Saleh Lahade dan
Letkol Andi Mattalatta. Ia pernah ikut SSKAD, tapi tidak melalui prosedur
dan ujian yang layak, Cuma karena membujuk Pak Gatot, karena ia bukan
peserta reguler SSKAD, dan hanya berstatus sebagai pendengar saja. Bahkan,
banyak rumor yang mengatakan bahwa M.Jusuf membujuk Pak Gatot dengan
menyogok sesuatu yang saya rasakan tidak etis untuk diungkap di memoar ini.
Begitu juga untuk masuk ke Fort Benning, pendidikan setingkat dibawah Fort
Leavenworth, tidak melalui prosedur dari daerah, tidak melalui seleksi yang
fair. Menurut Mattalatta, Jusuf langsung mendekati perwira-perwira kunci di
MBAD.

Di AS, Mayor M. Jusuf berteman dekat dengan Ahmad Yani. Yani studi di Fort
Leavenworth. Sepulang ke Indonesia, Jusuf tetap berhubungan baik dengan
Yani yang menjadi Deputi KSAD. Setelah KoDPSST dibentuk, 3 bulan kemudian
Jusuf dikasi memegang komando yang kemudian menjadi Resimen Infanteri
Hasanuddin, dan mulailah semangat pengkotak-kotakan sukuisme oleh Nasution
berjalan.

Begitu Permesta di Proklamirkan, Jusuf langsung melapor ke Ynai dan MBAD,
dan minta intruksi militer. Artinya, memberi diri untuk menghantam kami.
Padahal kenyatannya bersama M. Saleh Lahade, Dr. Engelen, Bing Latumahina,
dia yang paling aktif merancang Permesta, justru sebelum saya ikut serta.
Jusuf juga memprakarsai Dewan Hasanuddin, mengikuti jejak Dewan Banteng,
Dewan Gajah, dan Dewan Garuda di Sumatera. Mungkin tujuan Jusuf cepat-cepat
melapor ke MBAD itu hanya sekadar untuk menyelamatkan diri sendiri bila
ternyata Pusat menindak kami. Tapi itu sudah cukup menjadi celah penting
untuk siasat Nasution bisa masuk, untuk memecah kekuatan inti dari Permesta.

KSAD Mayjen Nasution kemudiannya memanggil panglima-panglima daerah untuk
rapat di Jakarta yang akan dimulai pada 15 Maret. Tapi tanggal 14 Maret
mereka sudah mengumumkan SOB. Artinya, dalam rapat ia akan menekan kami dan
dengan konsekuensi paling kecil yaitu kami akan ditangkap! Ahmad Hussein
sampai tidak datang. Seperti itulah gambaran mengenai suasana tegang pada
waktu itu, tapi saya tetap datang memenuhi panggilan. Dengan posisi saya
yang seperti itu, yaitu sudah mendengar adanya rencana penangkapan,
Nasution menjelaskan niatnya membagi TT-VII Indonesia Timur menjadi 4
wilayah militer yang masing-masingnya akan dipimpin oleh seorang Panglima.
Sama dengan pembagian wulayah yang kami buat dalam struktur Permesta, namun
bedanya kami dalam rangka memperlancar pembangunan disemua daerah,
sedangkan Nasution hanya bertujuan untuk memecah belah kami.

Saya menolak keras. Sambil pura-pura tak mau menyinggung tentang tujuan
Nasution yang sebenarnya berada dibelakang rencana pembubaran TT-VII itu,
saya tetap bicara dalam rangka rasionalitas organisasi militer, efektifitas
komando dan efisiensi administrasi sebuah organisasi teritorium tentara.
Nasution tidak bisa membantah argumen saya soal-soal organisasi. Saya
menyampaikan kesimpulan saya : Membubarkan TT-VII hanya akan memperpanjang
dan mengakibatkan kekacauan. Saya bersuara lantang,

“Tolong jangan diteruskan. Karena tuan-tuan akam menimbulkan perang
saudara!” saya tegaskan. Semua hadirin terdiam.

Sebenarnya ada juga usaha nasution untuk menyelesaikan masalah kami dengan
cara lain. Diluar rapat, saya juga mengadakan pertemuan dengan Nasution
dirumahnya. Waktu saya datang, pagi hari, Nasution bilang,

“Saya belum pernah menyediakan minum dan snack untuk tamu lho, tapi untuk
Ventje saya harus cari dan beli tadi.”

Dalam suasana yang lebih pribadi ini, saya melihat bahwa dia berharap saya
mau minta maaf. Tentu saja saya akan minta maaf kalau memang saya ada salah
sama dia secara pribadi. Tapi Permesta adalah perjuangan rakyat, bukan
urusan saya pribadi. Dan Permesta pasti bukan kesalahan, tidak mungkin saya
akan minta maaf untuk itu! Dalam perbincangan kami itu saya sampaikan
kepada Nasution kemungkinan intervensi AS secara langsung lantaran
keberadaan PKI yang sudah duduk manis dalam pemerintahan. Keberadaan PKI
dalam pemerintahan dimulai berdasar Konsepsi Presiden yang di umumkan pada
Februari 1957. Intervensi AS berdasar doktrin resmi mereka, yang terkenal
dengan Einshower Doctrine.

Dengan jaminan keamanan dari Resimen Hasanuddin Mayor M. Jusuf, Nasution
berkinjung ke Makassar akhir Mei 1957. Nasution berusaha menaklukkan saya,
melakukan psywar. Pernah juga Saleh Lahade memperingatkan Ahmad Yani
tentang apa yang terjadi. Saleh Lahade mengatakan,

“Pangkal persoalan sebenarnya bukan karena hirarki militer, tidak ada
urusan soal itu. Ini soal pembangunan dan sekaligus dengan itu membendung
bahaya merah. Ahmad Yani menangkis,“Ah, itu soal politik saja Pak
Saleh....... Mendengar jawaban Yani yang seperti itu, Saleh jadi putus asa
menjelaskan, maka Saleh hanya berkata berkata,“Kalau begitu, silahkan!
Kalau bapak-bapak mau digantung sama PKI!”(Siapa sangka kemudian ucapan
Saleh Lahade ini ternyata benar-benar terbukti. Yani dibunuh oleh PKI,
Nasution berhasil lolos, namun putrinya menjadi tumbal)Dalam suatu
perdebatan sengit di Makassar itu, saya dan Nasution berdebat berjam-jam.
Saya lantas bilang,“Saya sebetulnya bisa saja menangkap kamu! Tapi saya
pikir, untuk apa coba? Tidak ada gunanya. Itu tidak akan menyelesaikan
masalah!”“Ya, saya pikir juga begitu,” kata Nasution.

Bagaimanapun upaya Nasution berhasil. Ia memainkan terus sentimen perbedaan
Suku. Dukungan terhadap Permesta di Sulawesi Selatan tersu menurun. Maulai
dari Mayor M. Jusuf, Komandan Resimen Hasanuddin, hingga Gubernur Andi
Pangerang Pettarani, semuanya dibakar dengan sentimen kesukuan. Setelah
likuidasi oleh Nasution, saya tetap memimpin Permesta. Mayor DJ. Somba
kemudian meminta agar saya pindah saja ke Utara. Juni 1957, Markas Permesta
saya pindahkan ke Kinilow, Minahasa.

Dikemudian hari, datangkan para menteri-menteri dari Pusat mengunjungi
Sulawesi Utara, lengkap dengan segala janji-janjinya tentang pembangunan
nasional, serta perbaikan taraf hidup masyarakat. Namun, semuanya hannya
retorika belaka. Politik memang dengan gampang saja menjanjikan suatu janji
yang semu, namun tanpa realisasi sama sekali. Dengan itu, tekad Permesta
tetap berjalan terus, bahkan makin merakyat.


Hormat saya

Muhammad Syahreza

Setiap rakyat Indonesia
sekecil apapun kita
semuda apapun kita
dapat membuat Indonesia menjadi lebih baik!

Mulailah dari diri kita sendiri, jika setiap kita menjadi lebih baik, maka
Indonesia pasti menjadi lebih baik!

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Kirim email ke