Memang banyak nan kini indak basuo, carito no: Tanah awak subur kayu sen di buang bisa tumbuah, tapi bareh jo kedele sen dari ba impor juo. Nenek moyang ku pelaut ulung, tapi mambuek kapa sen indak pandai. Awak urang Timur bekebudayaan tinggi, tapi antri sen indak amuah. ????????? Apo iko memang pernah ado atau awak cuma bangga jo maso lalu nan mungkin indak pernah ado.
Tan Ameh (49+) ----- Original Message ----- From: zul amri To: RantauNet@googlegroups.com Sent: Tuesday, February 19, 2008 10:38 AM Subject: [EMAIL PROTECTED] Re: Tabik Manuang di BIM Tulisan tersebut hanya sekedar megingatkan kita semua bahwa pembangunan BIM adalah dari utang yang akan diwariskan kapada anak , cucu dan kamanakan generasi mandatang , maka dari itu supaya dijaga baik -- baik , dipelihara dan dirawat , Tak ada commitmen atau MOU dengan negara pemberi bantuan untuk mamajang tulisan tersebut , barangkali ini hanya suatu inisitaif dari Pemda dan Dephub , hanya sekedar mengingatkan . Bandar Udara Ngurah Rai yang dibangun dari bantuan Jepang melalui Jica/ Oecf tak ditemui tulisan serupa . zul amry piliang . kabaMinang OnLine <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Oleh Nelson Alwi NA Douwes Dekker, dalam buku Tanah Air Kita , mengibaratkan Sumatra bak "raksasa muda, Kalimantan... "bisikan air menepi", Sulawesi... "anggrek katulistiwa", Maluku... "taman laut dan burung cenderawasih", Sunda Kecil... "tapak kuda menggetar bumi dan gambang bernyanyi", Jawa Tengah, Timur dan Madura... "tahta para dewata", sementara Jawa Barat adalah "ratna penyambung rangkaian zamrud". Tanah air kita yang bernama Indonesia ini memang indah dan kaya-raya sekali. Selain sang pujangga banyak komponis menggubah lagu puja-puji untuk dan tentang negeri ini. Di antaranya simaklah larik-larik populer Kolam Susu -nya grup band Koes Plus: " orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman..." Saya pikir, tak seorang juga bakal menyangkal pernyataan tersebut. Tapi apa yang sempat saya baca (berulang-ulang) di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Kataping, Kabupaten Padang-Pariaman, Provinsi Sumatra Barat, dengan serta merta membuka mata kepala saya. Di sana, tepatnya di permukaan sekeping pualam berukuran kurang lebih 40 X 50 cm, yang menempel pada dinding bagian belakang bangunan tempat berwuduk, tertera sebuah kalimat yang sangat menrenyuhkan, mementahkan sinyalemen tentang keagungan serta martabat-kedirian anak bangsa yang kaya raya ini. Dalam tiga bahasa (Inggris, Jepang dan Indonesia) diumumkan bahwa "BIM dibangun dengan uang pinjaman negara kepada pemerintah Jepang melalui Departemen Perhubungan RI". Saya betul-betul tabik manuang . Merasa ditelanjangi. Kesimpulan saya sederhana saja, negeri yang kita cintai ini sudah tidak ada apa-apanya. Benar-benar bangkrut, sehingga untuk membangun sebuah bandara harus berutang. Kekayaan alam maupun asset negeri nan elok ini memang sudah tergadai ke beberapa negara asing, atau terpindahtangankan kepada segelintir orang kaya Indonesia. Namun kenapa tulisan yang tendensius itu mesti dipertontonkan? Apakah konsekuensi dan konkretisasi maklumat di batu pualam itu merupakan salah satu butir aturan MoU ( Memorandum of Understanding ) yang harus disepakati dan dijalankan Pemerintah Republik Indonesia? Apabila benar, alangkah semena-menanya bangsa Jepang mengharu-biru perasaan rakyat negara yang nyaris kolaps ini. Dan alangkah tertekannya para pionir yang berjuang habis-habisan menggolkan pembangunan BIM. Apalagi, beberapa waktu berselang santer berita tentang kerugian yang diderita pengelola bandara yang dibangga-banggakan itu. Langsung tidak langsung, pengumuman menyangkut utang-piutang di BIM mengindikasikan ketakberdayaan dan keadaan kita yang sesungguhnya. Apakah pemasangan prasasti yang terasa menyodok sampai ke ulu hati itu dimaksudkan untuk mengingatkan agar kita tahu diri dan hidup prihatin? Rasanya tidak. Sebab orang-orang, termasuk para pejabat yang boleh jadi sedang mengurus negara demi kesejahteraan rakyat, tampak enjoy - enjoy saja, hilir-mudik dari dan menuju BIM. Mungkinkah orang-orang itu sudah kehilangan raso jo pareso sehingga tidak mudah lagi mengarifi segala sesuatu yang ada dan terjadi di sekelilingnya? Atau mungkin saya yang berlebihan. Sentimental. Terlalu konservatif dalam menyikapi zaman, dan tradisional sekali menanggapi persoalan. Sehingga terlambat memahami bahwa kecenderungan berutang dan membayarnya dengan cara mencicil sudah menjadi mode dan pola hidup orang Indonesia. Ya, siapa di antara kita yang tak punya utang sekarang ini? Konglomerat alias multi-milyarder sekelas Syamsu Nursalim saja berutang dan, bahkan mau (dan leluasa) mamalituakan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).*** http://www.hariansinggalang.co.id/komentar.html ------------------------------------------------------------------------------ Looking for last minute shopping deals? Find them fast with Yahoo! Search. --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet. - Tuliskan Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting. - Hapus footer & bagian yg tidak perlu, jika melakukan reply. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi. - Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku. =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Agar dapat melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---