Makonyo karano indak tapakai BI membagi-bagi pitihtu ka depeer dsbyo
  sabanyak 100 milyar. Kan agak aneh yo. Pitih di kocek BI banyak,
  tapi membangun bandara maminjam dari lua.
   
  Bukankah iko dinda Rahmatullah nan di BI panah sekolah di NY?
   
  Wassalam
  ajoduta/60+/usa

Rahmatullah Sjamsudin <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
    Usah Pak Nelson Alwi tamanuang lamo bana. Itulah kenyataan nagari awak ko.
  Sagalonyo lah tagai dan tajua. Tapi kini nan aneh bana, pitih sabana banyak 
(contohnya nan ditanam di BI dalam bentuk SBI sudah hampia Rp300 triliun) tapi 
ndak bisa dipakai doh.


  2008/2/19 kabaMinang OnLine <[EMAIL PROTECTED]>:
        Oleh Nelson Alwi 
  NA Douwes Dekker, dalam buku Tanah Air Kita , mengibaratkan Sumatra bak 
"raksasa muda, Kalimantan... "bisikan air menepi", Sulawesi... "anggrek 
katulistiwa", Maluku... "taman laut dan burung cenderawasih", Sunda Kecil... 
"tapak kuda menggetar bumi dan gambang bernyanyi", Jawa Tengah, Timur dan 
Madura... "tahta para dewata", sementara Jawa Barat adalah "ratna penyambung 
rangkaian zamrud". 
   
  Tanah air kita yang bernama Indonesia ini memang indah dan kaya-raya sekali. 
Selain sang pujangga banyak komponis menggubah lagu puja-puji untuk dan tentang 
negeri ini. Di antaranya simaklah larik-larik populer Kolam Susu -nya grup band 
Koes Plus: " orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi 
tanaman..." 
   
  Saya pikir, tak seorang juga bakal menyangkal pernyataan tersebut. 
   
  Tapi apa yang sempat saya baca (berulang-ulang) di Bandara Internasional 
Minangkabau (BIM), Kataping, Kabupaten Padang-Pariaman, Provinsi Sumatra Barat, 
dengan serta merta membuka mata kepala saya. Di sana, tepatnya di permukaan 
sekeping pualam berukuran kurang lebih 40 X 50 cm, yang menempel pada dinding 
bagian belakang bangunan tempat berwuduk, tertera sebuah kalimat yang sangat 
menrenyuhkan, mementahkan sinyalemen tentang keagungan serta martabat-kedirian 
anak bangsa yang kaya raya ini. Dalam tiga bahasa (Inggris, Jepang dan 
Indonesia) diumumkan bahwa "BIM dibangun dengan uang pinjaman negara kepada 
pemerintah Jepang melalui Departemen Perhubungan RI". 
   
  Saya betul-betul tabik manuang . Merasa ditelanjangi. Kesimpulan saya 
sederhana saja, negeri yang kita cintai ini sudah tidak ada apa-apanya. 
Benar-benar bangkrut, sehingga untuk membangun sebuah bandara harus berutang. 
   
  Kekayaan alam maupun asset negeri nan elok ini memang sudah tergadai ke 
beberapa negara asing, atau terpindahtangankan kepada segelintir orang kaya 
Indonesia. Namun kenapa tulisan yang tendensius itu mesti dipertontonkan? 
Apakah konsekuensi dan konkretisasi maklumat di batu pualam itu merupakan salah 
satu butir aturan MoU ( Memorandum of Understanding ) yang harus disepakati dan 
dijalankan Pemerintah Republik Indonesia? Apabila benar, alangkah 
semena-menanya bangsa Jepang mengharu-biru perasaan rakyat negara yang nyaris 
kolaps ini. Dan alangkah tertekannya para pionir yang berjuang habis-habisan 
menggolkan pembangunan BIM. Apalagi, beberapa waktu berselang santer berita 
tentang kerugian yang diderita pengelola bandara yang dibangga-banggakan itu. 
   
  Langsung tidak langsung, pengumuman menyangkut utang-piutang di BIM 
mengindikasikan ketakberdayaan dan keadaan kita yang sesungguhnya. 
  Apakah pemasangan prasasti yang terasa menyodok sampai ke ulu hati itu 
dimaksudkan untuk mengingatkan agar kita tahu diri dan hidup prihatin? Rasanya 
tidak. Sebab orang-orang, termasuk para pejabat yang boleh jadi sedang mengurus 
negara demi kesejahteraan rakyat, tampak enjoy - enjoy saja, hilir-mudik dari 
dan menuju BIM. Mungkinkah orang-orang itu sudah kehilangan raso jo pareso 
sehingga tidak mudah lagi mengarifi segala sesuatu yang ada dan terjadi di 
sekelilingnya? 
   
  Atau mungkin saya yang berlebihan. Sentimental. Terlalu konservatif dalam 
menyikapi zaman, dan tradisional sekali menanggapi persoalan. Sehingga 
terlambat memahami bahwa kecenderungan berutang dan membayarnya dengan cara 
mencicil sudah menjadi mode dan pola hidup orang Indonesia. Ya, siapa di antara 
kita yang tak punya utang sekarang ini? Konglomerat alias multi-milyarder 
sekelas Syamsu Nursalim saja berutang dan, bahkan mau (dan leluasa) 
mamalituakan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).***
   
  http://www.hariansinggalang.co.id/komentar.html


  


  No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.20.7/1284 - Release Date: 17/02/2008 
14:39











--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet.
- Tuliskan Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting.
- Hapus footer & bagian yg tidak perlu, jika melakukan reply. 
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur 
pribadi.
- Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta 
maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku.
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 

Daftarkan email anda pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Agar dapat melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke