Sanak Palanta RN nan budiman,
peristiwa ini adalah sungguh-sungguh musibah, cobaan, tragedi bagi umat
Islam Indonesia sendiri. Jika pelecehan dilakukan oleh orang luar (kartunis
Denmark) misalnya, muslim bisa langsung marah. Tapi jika kejadian ini
dilakukan oleh "anak-anak kita" sendiri, "adik-adik kita" sendiri dalam
Islam -- dan kita menganggap diri sebagai satu bangunan yang solid
(bunyanun marsus, QS 61:4) -- apakah marah saja cukup? Tidakkah ini pucuk
gunung es dari gejala yang lebih menggelisahkan: gagalnya pendidikan Islam,
yang sudah sejak lama dimajaskan Navis dengan "robohnya surau kami"?

Betapa tidak memprihatinkan jika kelima siswi adalah muslimah, satu di
antara mereka bahkan berjilbab (yang secara umum bisa ditafsirkan lebih
mengerti syariah dibandingkan empat kawan lainnya). Tapi toh, siswi
berjilbab ini pun terjerumus pada kesalahan yang sama, yang mungkin tidak
terpikirkan oleh siapa pun yang melihat video itu. Namun toh, "hil yang
mustahal" ini terjadi juga (jilbaber mempermainkan shalat). Apakah ini
bukan pertanda ada yang tidak beres dengan cara pendidikan agama kita
selama ini?

Kedua, akibat tindakan ceroboh itu, kelimanya harus menerima hukuman, itu
pasti. Dan itulah yang kini mereka hadapi: jeratan pasal 156 a KUHP dengan
ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara. Berdasarkan bukti rekaman video
itu, saya kira mereka kemungkinan besar akan "masuk". Meringkuk di hotel
prodeo, meski mungkin tidak sampai 5 tahun.

Tetapi yang menjadi concern banyak pihak menyangkut pemecatan dari sekolah
dan larangan ikut UN (karena mereka kelas 3 SMA), saya kira menyangkut
timing dijatuhkannya hukuman dari sekolah sendiri. Keputusan itu diambil
hanya sekitar dua pekan menjelang UN. Padahal, dengan sudah dikenakannya
pasal 156a di atas, usai proses pemberkasan oleh aparat dll, lalu sidang
dimulai awal Mei, umpamanya, toh kelima siswi tak akan bisa berkelit.
Mungkin dengan 1-2 kali sidang, putusan sudah bisa dijatuhkan majelis
hakim. Jadi mereka tak akan lolos dari jerat hukum negara.

Karena itu, keputusan memecat dan melarang mereka ikut UN yang kini, pada
prinsipnya, dipermasalahkan Mensos dan Mendikbud, adalah ibarat "sudah
jatuh, tertimpa tangga" bagi kelima siswi. Dan yang menghantamkan "tangga"
itu ke kepala kelima siswi adalah orang tua mereka sendiri di
sekolah: kepala sekolah.

Jika mendidik diartikan hanya mendidik anak-anak baik, dan tak bermasalah,
semua orang bisa melakukannya, bukan? Tapi bagaimana mendidik anak yang
sedang bermasalah, anak pembuat masalah? Bukankah itu yang menjadi hakekat
pendidikan sehingga para guru (juga kepala sekolah) mendalami ilmu pedagogi
yang tak dimiliki semua orang. Apa gunanya ilmu pedagogi dan psikologi
pendidikan (di sekolah ada guru BP) didalami bertahun-tahun jika cara yang
diterapkan terhadap anak yang bermasalah, atau sedang membuat masalah
seperti kelima siswi itu, hanya jalan pintas yang bersifat cuci tangan
pihak sekolah: pecat!

(Almarhumah ibu saya kepala sekolah. Sekiranya beliau masih hidup saat ini,
saya yakin beliau tidak akan setuju dengan 'kebijakan' main pecat ini.
Argumentasi ibu saya dulu, sekolah adalah lembaga pendidikan. Berbeda
dengan kantor, di mana jika seorang karyawan melakukan sebuah tindakan yang
dianggap bisa membuat buruk nama kantor, karyawan itu bisa dengan mudah
dipecat tersebab kantor bukan lembaga pendidikan. Tetapi sekolah, sebagai
lembaga pendidikan, justru harus mengupayakan bagaimana "trouble maker" di
lingkungan sekolah agar menjadi baik, berguna. Karena itulah esensi
pendidikan).

Ketiga, konsultasi pihak sekolah dengan pihak luar sangat perlu dalam
menentukan tingkat hukuman bagi kelima siswi. Namun pertanyaan saya seperti
pada posting sebelumnya, mengapa sekolah hanya melibatkan pihak Kapolres
dan FPI dalam pengambilan keputusan itu, dan tidak melibatkan pihak yang
lebih otoritatif seperti MUI dan Kanwil Depdikbud?

Terasa sekali nuansa "penjatuhan hukuman" sudah lebih kental dibandingkan
upaya "pembinaan" seperti disebutkan Mensos.

Di sini saya teringat peristiwa "Buya Hamka dan perempuan dengan rok
pendek", yang semalam juga saya sampaikan di depan 100-an anggota Readers'
Club Bank Syariah Mandiri Thamrin: tentang "hukuman" vs "pembinaan".

Kisah ini saya dengar langsung dari H. Irfan Hamka, putra Buya Hamka.
Silakan bagi yang kenal beliau untuk mengecek ulang kisah ini.

Satu ketika di pengajian Al Alzhar Pusat yang selalu ramai, tiba-tiba mulai
muncul rasa ketidakpuasan jamaah terhadap seorang peserta pengajian,
seorang ibu yang selalu datang dengan rok pendek. "Bahkan ibu itu sering
duduk di bagian depan kaum ibu, membuat jengah yang lain," ungkap Irfan.
"Mereka lalu protes ke Buya, agar Buya menegur perempuan itu agar
berpakaian Islami kalau mengaji."

Logika jamaah pengajian tentu benar, meski tidak diungkapkan langsung.
Memakai rok pendek saat pengajian bisa dianggap sebagai "penistaan terhadap
adab pengajian".

Apa reaksi Buya terhadap protes jamaah? "Buya bilang kenapa dipersulit
orang yang sudah mau berbuat baik," kenang Irfan. Sehingga Buya tak menegur
perempuan rok pendek dan membiarkannya tetap datang ke pengajian dengan
seperti itu. Apakah kisah berakhir di sini? Tidak. Rupanya lama kelamaan
sang perempuan ini merasa tidak enak sendiri, sehingga satu hari dia datang
menghadap Buya di rumah, menyatakan keheranan/kekaguman kepada Buya yang
tak pernah menegurnya soal pakaian saat mengaji. Tapi justru karena itu,
dia akan mengubah cara berpakaiannya. "Dan esoknya ketika ibu itu datang
lagi," ungkap Irfan, "cara berpakaiannya sudah sama dengan jamaah perempuan
lain. Buya bilang ke saya, Tuh Fan, wa'ang lihat sendiri, kalau dari awal
ibu itu langsung ditegur karena caranya berpakaian yang tidak Islami,
mungkin sejak lama dia sudah tidak mengaji dan tidak melakukan keputusan
penting seperti yang dilakukannya sekarang ini."

Saya kira karena contoh-contoh kecil seperti inilah Buya Hamka melegenda
(di luar keluasan ilmu agamanya). Spirit pendidikan dan pembinaan lebih
diutamakan dibandingkan memprioritaskan hukuman.

Wassalam,

ANB
Cibubur



Pada Kamis, 25 April 2013, Zulkarnain Kahar menulis:

> Kalau mau bicara hukum silahkan saja jalani process hukun . tersangka
>  dulu dan ada process selanjutnya. Selama belum jatuh hukuman yang mengikat
> tak ada alasan diberhentikan dari sekolah. La itu  pejabat yang tersangka
> tak  dipecat pecat malah ada tersangka  masih jadi calon gubernur.  Anak
> Hatta rajasa nabrak orang dan korbanya M A T I .cuma hukuman percobaan. Ini
>  nobody get hurt.. apa kata dunia . Saya sewot karena tiap tahun saya bayar
> pajak dan sebagian dari pajak yang saya bayar untuk gaji si Kepala sekolah
> itu.
>
> Zulkarnain Kahar
>
>
>   ------------------------------
>  *From:* Endecho km <ba176...@gmail.com <javascript:_e({}, 'cvml',
> 'ba176...@gmail.com');>>
> *To:* rantaunet@googlegroups.com <javascript:_e({}, 'cvml',
> 'rantaunet@googlegroups.com');>
> *Sent:* Wednesday, April 24, 2013 4:37 PM
> *Subject:* Re: Bls: SV: Re: [R@ntau-Net] OOT: Mensos minta 5 siswi yang
> permainkancara salat tetap sekolah
>
> Maaf sabalun nyo kanda dedi
> Kalau di kecekkan pamikiran anak smp zaman kiniko masih anak anak indak
> mungkin...indak masuak diaka...maaf...di jaman kiniko anak smp ma nan indak
> tau jo sex...sadangkn anak sd se la pandai mamperkosa...apokah iko nan
> disabuik pemikiran nan masih anak anak....???ka lau manuruik ambo iko jaleh
> me langgar hukum...harus ado tindak hukum nyo...negarako harus tegas...itu
> inti e...indak pandang bulu...
> Wasalam..
> Eko
> Rang kampai minang
> Koto nan godang
> Payokumbuah
> Rantau bauksit
> Cerek topi bondo
> --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
> - DILARANG:
> 1. E-mail besar dari 200KB;
> 2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
> 3. One Liner.
> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
> http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
> - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
> ---
> Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari
> Grup Google.
> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
> kirim email ke rantaunet+berhenti 
> berlangga...@googlegroups.com<javascript:_e({}, 'cvml', 
> 'berlangga...@googlegroups.com');>.
> Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.
>
>
>
>
>   --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
> - DILARANG:
> 1. E-mail besar dari 200KB;
> 2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
> 3. One Liner.
> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
> http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
> - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
> ---
> Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari
> Grup Google.
> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
> kirim email ke rantaunet+berhenti 
> berlangga...@googlegroups.com<javascript:_e({}, 'cvml', 
> 'berlangga...@googlegroups.com');>.
> Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.
>
>
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Reply via email to