Kanda Syaf Al menulis:

"Saya tidak tahu persis apakah warung-warung yang hadir di pinggir danau
itu memiliki izin dari Pemerintah Kabupaten Tanah Datar atau Kabupaten
Solok? Asumsi saya, karena dipancang dengan tiang beton tentulah
pembangunannya memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), kecuali bila hanya
dengan pancang kayu."

ANB:

Da Syaf Al n.a.h.,
kalau wartawan yang tiap tahun meliput di lapangan seperti Da Syaf
saja mengatakan
"saya tidak tahu persis" padahal punya akses dan kewajiban tugas (No #4
menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel: wartawan harus berpihak pada
kepentingan warga), lantas kepada siapa lagi publik bisa berharap?

Da Syaf dan kawan-kawan jurnalis di Sumbar pasti bisa "tahu persis"
bagaimana tiang-tiang beton itu terpancang mengotori Danau Singkarak,
seperti juga bisa "tahu persis" siapa yang memberikan izin. Lakukan
investigasi. Pasti bisa. Masalahnya cuma satu: mau melakukan investigasi
itu atau tidak?

Warga Minang, di ranah maupun di rantau, perlu tahu siapa saja yang
"mengail di air keruh", bukan membaca "curcol" (curhat colongan) da Al
tentang "belum pernah diajak Pak Sapta ke Swiss, baru ke Prancis tahun
lalu." Ada-ada saja "curcol" Da Syaf ini, ah.

Cemmana pulak marwah wartawan hanya sebatas "diajak jalan-jalan". Apa kata
dunia?

Wassalam,

ANB
Cibubur



Pada Selasa, 04 Juni 2013, menulis:

> TdS dan  Wajah Singkarak
>
>
>
> Oleh Syafruddin AL
>
>
>
> Suatu kali, saat menghadiri helat PWI Sumbar bersama PT KAI di
> Padangpanjang tahun 2009, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dr.
> Sapta Nirwandar, yang ketika itu masih menjadi Dirjen Pemasaran Kementerian
> Kebudayaan dan Pariwisata, mengajak saya memandangi Danau Singkarak dari
> Batipuh. Saat itu kami sedang diatas kereta api menuju Sawahlunto.
>
>
>
> “AL, coba anda pandangi Danau Singkarak dari sini, hijau dan mempesona.
> Kalau dari posisi ini, saya merasa sedang berada di Swiss,” kata beliau.
> Saya cuma manggut-manggut karena belum pernah dibawa oleh Pak Sapta ke
> Swiss, baru ke Perancis tahun lalu.
>
>
>
> Ia lantas bercerita panjang, Danau Singkarak inilah yang akan kita jadikan
> ikon wisata Ranah Minang masa depan. Akan kita gelar balap sepeda
> internasional Tour de Singkarak setiap tahun sebagai perpaduan antara sport
> dan tourism, olahraga untuk kepentingan pariwisata ranah yang indah menawan
> ini.
>
>
>
> Wamen Parekraf ini tertarik dengan Danau Singkarak saat menghadiri
> Festival Singkarak Danau Kembar tahun 2006. Ketika itu, Pemda Kabupaten
> Solok menggelar sejumlah acara, lomba dayung, atraksi kesenian anak nagari,
> lomba memasak ikan bilih terbanyak sehingga memperoleh penghargaan Muri dan
> berbagai perlombaan lainnya yang menarik. Festival ini hampir sama dengan
> Festival Danau Sentani di Papua.
>
>
>
> Digelarnya balap sepeda internasional berlabel Tour de Singkarak, tentu
> tidak terlepas dari pandangan Pak Sapta sendiri tentang Danau Singkarak
> yang potensial untuk dijual sebagai ikon pariwisata baru Ranah Minang,
> dengan kenyataan bahwa festival yang digelar selama ini hanya bersifat
> untuk promosi lokal. Sebagai ikon, Pak Wamen juga berharap suatu saat
> kelak, Danau Singkarak ini ikut mengubah wajah menjadi sebuah obyek wisata
> unggulan di Ranah Minang dengan segala macam fasilitas dan pembenahan
> kawasan ini secara lebih baik dan mengundang selera orang untuk
> mendatanginya.
>
>
>
> Sayang sekali, kalau Danau Singkarak yang telah dibesarkan sebagai ikon
> sport and tourism dan namanya sudah melambung ke berbagai belahan dunia,
> namun akhirnya ditinggalkan orang.
>
>
>
> Senin siang, jelang finish Etape 2 Tour de Singkarak di Dermaga Ujung
> danau ini, saya menjadi tercenung melihat keadaan danau yang semakin
> tertutup oleh warung-warung yang mulai tumbuh menjamur.
>
>
>
> Saat TdS ketiga tahun 2011, lagi-lagi Pak Sapta bilang: “AL, jangan kau
> biarkan pancang-pancang itu menjadi warung permanen. Itu yang akan merusak
> keindahan danau ini,” kata beliau kepada saya. Heran juga, kok pesan ini
> disampaikan kepada saya. Tai, karena saya wartawan, tentu beliau
> menginginkan agar pesan itu disampaikan kepada masyarakat dan kepala daerah
> yang merasa 'memiliki' Danau Singkarak.
>
>
>
> Sejak TdS kedua hingga Tds kelima tahun ini, saya selalu duduk-duduk di
> tepi danau ini untuk menikmati keindahan alamnya sambil menunggu kedatangan
> para pembalap yang tengah berpacu menuju garis finish.
>
>
>
> Pak Sapta ternyata benar, pancang-pancang yang dulu sudah mulai
> ditancapkan ke dalam air  di tepi danau, sudah berubah menjadi warung semi
> permanen dan bahkan permanen.  Ekosistem danau terbesar di Sumatra Barat
> itu mulai rusak. Akibatnya,  Danau Singkarak tak lagi indah dipandang mata.
>
>
>
> Saya tidak tahu persis apakah warung-warung yang hadir di pinggir danau
> itu memiliki izin dari Pemerintah Kabupaten Tanah Datar atau Kabupaten
> Solok? Asumsi saya, karena dipancang dengan tiang beton tentulah
> pembangunannya memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB), kecuali bila hanya
> dengan pancang kayu.
>
>
>
> Saya juga tidak tahu persis, apakah karena keadaan Danau Singkarak makin
> semrawut dengan menjamurnya warung-warung baru itu sehingga penutupan atau
> pembukaan Tour de Singkarak itu sendiri tidak lagi dilakukan di lokasi ini.
> Kalau memang begitu, Danau Singkarak hanya menang nama, tapi hampa dengan
> obyeknya. Artinya, TdS belum jadi hidrolik untuk memenuhi harapan banyak
> orang agar danau yang indah ini menjadi kawasan yang diidam-idamkan oleh
> wisatawan. Selamat tinggal Singkarak!
>
>
> Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung
> Teruuusss...!
>
> --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
> - DILARANG:
>   1. E-mail besar dari 200KB;
>   2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi;
>   3. One Liner.
> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
> http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
> - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/
> ---
> Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari
> Grup Google.
> Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini,
> kirim email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com<javascript:;>.
> Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.
>
>
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://rantaunet.wordpress.com/2011/01/01/tata-tertib-adat-salingka-palanta-rntaunet/
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Kirim email ke