Aww. Ddn. Nofend mohon dapeik handphone/personalkontak Asrinaldi tsb. Ambo 
stuju dengan buah pikiran cerlang dosen yang tahu tentang ABS SBK terlebih 
filosophi Minangkabau. Tks. bantuan tsb .Wassalam, Haasma Depok





Pada Senin, 2 Desember 2013 6:00, Nofendri T. Lare <nof...@gmail.com> menulis:
 
Kehidupan ber­demokrasi bu­kan­lah hal yang baru bagi masyarakat
Sumatera Barat.  Ma­syarakat Sumatera Barat yang mayoritas adalah
etnis Minangkabau dalam se­ja­rahnya adalah masyarakat yang egaliter
dan menguta­makan musyawarah dan mufakat dalam menye­lesaikan setiap
persoalannya.

Kehidupan masya­rakat­nya yang egaliter dan kebiasaan dalam
bermu­syawarah dan bermufakat adalah ciri demokrasi yang menonjol
dalam realita etnis Minangkabau.

Kebiasaan ini sebenarnya juga didukung oleh sistem geneologi yang
dianut oleh etnis Minangkabau yang menempatkan abang atau adik lelaki
ibu yang dikenal dengan mamak sebagai orang yang mengayomi di keluarga
besar suatu suku.

Realita ini dapat dite­mukan dalam praktik ber­nagari di Sumatera
Barat yang menjadi basis penye­lenggaraan fungsi pe­me­rintahan
terendah.

Banyak referensi yang menjelaskan bahwa kultur Minangkabau adalah
kultur yang mengedepankan se­mangat persamaan dan mengedepankan dialog
di antara individu-individu yang ada. Kultur seperti ini adalah nilai
dasar dalam demokrasi yang sekarang dikenal sebagai bagian dari
praktik demokrasi modern.

Sistem garis keturunan yang menjadi basis pemben­tukan kesatuan
masyarakat hukum adat yang mendiami suatu wilayah menyebabkan etnis
Minangkabau memiliki kedekatan emosional satu dengan yang lain.

Realita ini jelas mengun­tungkan, terutama menja­lani kehidupan
sehari-hari.  Dalam konteks yang lebih luas, untuk melaksanakan fungsi
sosial dalam ko­munitas hukum adat ini, maka dibentuklah nagari
sebagai perwujudan pera­daban dari masyarakat hukum adat tersebut.

Dalam realitanya berna­gari tidak hanya mencakup fungsi sosial semata,
tapi juga meliputi fungsi modern sebuah negara.  Karenanya De Jong
(1952), Oki (1977), Kato (1982), Manan (1995) dan Kahin (2005)
mene­gaskan bahwa nagari adalah representasi republik mini yang
terdapat dalam masya­rakat Minangkabau.

Sebagai bentuk republik mini, nagari memiliki sistem pemerintahan yang
diseleng­garakan berdasarkan sistem sosiobudaya.  Nagari jelas otonom
dalam membuat dan melaksanakan aturannya yang ada.  Karenanya dalam
praktik bernagari kebebasan untuk bermusyawarah dan mufakat menjadi
nilai dasar praktik demokrasi yang hidup dalam masyarakat.

Namun, seiring dengan perjalanan waktu, praktik demokrasi ini mulai
bergeser dan meninggalkan prinsip hakikinya.  Musyawarah dan mufakat
tidak lagi menjadi ukuran demokrasi yang menjadi ciri etnis Minang
mengambil keputusan.

Justru yang menjadi dasar pelaksanaan demokrasi yang diterima
masyarakat di Sumatera Barat adalah pengambilan keputusan berdasarkan
suara terba­nyak. Walaupun ini juga bagian dari proses berde­mokrasi
yang melibat­kan partisipasi politik ma­syarakat, namun ini berbeda
dengan nilai-nilai etnis Minangkabau.

Kecenderungan inilah yang berkembang saat ini.  Tanpa disadari
demokrasi prosedural yang menjadi ciri demokrasi liberal
meng­hilangkan demokrasi subs­tansial yang lebih menge­depankan
nilai-nilai yang memang hidup dalam ma­sya­rakat di Sumatera Barat.
Tidak sedikit keputusan penting dibuat melalui mekanisme suara
terbanyak.

Jika dilihat lebih men­dalam ternyata pemerintah daerah pun lebih
memilih demokrasi prosedural ini sebagai cara pembuatan kebijakan di
tingkat nagari.  Tanpa disadari cara seperti ini telah menghilangkan
substansi demokrasi ala Minangkabau.

Kebijakan elite di daerah ini seakan-akan tersandera oleh
penyelenggaraan demo­krasi modern sehingga me­nem­patkan suara
terba­nyak sebagai pilihan.  Pada­hal, dalam realitanya, demo­krasi
berdasarkan musya­warah dan mufa­katlah yang mengakar dalam kehidupan
masya­rakat di nagari.

Jika mengikuti apa yang diinginkan masyarakat, tentu pemerintah daerah
harus mengubah kebijakan berdemokrasi ala liberal ini dan
mengembalikan kepada hak asal usul masyarakat Minangkabau yang memang
sudah terbiasa dengan demokrasi deliberative ini.

Artinya, demokrasi prose­dural yang ditegaskan dalam Perda No.2/2007
tentang pokok-pokok pemerintahan nagari harus diperbaiki dan
mengembalikannya kepada mekanisme demokrasi delibe­rative yang
substantif.

Inilah sebenarnya haki­kat demokrasi yang berlaku dalam kehidupan
masya­rakat. Jadi, demokrasi subtansif hanya dapat dilak­sanakan jika
keinginan politik pemerintah daerah memang mendukung itu.  Kalau
tidak, maka secara perlahan nilai deliberatif yang menjadi hakikat
de­mokrasi Minang­kabau akan tergerus sesuai dengan perkembangan
za­man yang semakin liberal.

Apalagi, undang-undang pemerintahan daerah men­jamin adanya
“keistimewaan” bagi daerah untuk mene­mukan dan melaksanakan hak asal
usul suatu masya­rakat.  Sebenarnya aspek adat dan budaya dalam
masyarakat yang dikenal kaya dengan kearifan lokal­nya dapat digali
dan dilak­sanakan. Inilah yang se­ka­rang dilupakan oleh pe­merintah
daerah.

Sebaliknya, pemerintah daerah tidak terlalu fokus dengan aspek ini
sehingga cenderung melaksanakan apa yang menjadi keinginan pemerintah
pusat dalam melaksanakan demokrasi.  Padahal demokrasi ala Minangkabau
ini di­mung­kinkan untuk dilaksanakan sesuai dengan dinamika
masyarakatnya.

Karenanya pemerintah daerah harus dapat meng­akomodasi keinginan ini
sehingga dibutuhkan kebi­jakan yang progresif jika ingin melihat
demokrasi ala Minangkabau ini hidup kembali.  Wallahu a’lam.***

ASRINALDI A
(Dosen FISIP Universitas Andalas)
Harian Haluan | Senin, 02 Desember 2013
http://harianhaluan.com/index.php/opini/28122-mengembangkan-demokrasi-deliberatif-di-nagari

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

Kirim email ke