Untuk dibaca bagi yang tak sempat membaca buku Alam Fikiran dan Jejak 
Perjuangan Prawoto Mangkusasmito yang edisi barunya baru diluncurkan hari 
Minggu tgl 26 Jan kemarin di Aula BPPT Jakarta. Kontribusi saya: Catatan 
Pembuka yang isinya seperti di bawah:

Catatan Pembuka

PRAWOTO
MANGKUSASMITO:
TIPE
KEPEMIMPINAN 
YANG
DIIMPIKAN
UNTUK
MASA SEKARANG
DAN AKAN
DATANG
 
Mochtar
Naim

 
B 
ERKACA pada Kumpulan Tulisan dan
Pidato tokoh pejuang Islam: Prawoto Mangkusasmito yang dihimpun dan dibukukan 
oleh
S. U. Bajasut, dengan judul: “Alam
Fikiran dan Jejak Perjuangan Prawoto Mangkusasmito” (Penerbit Documenta,
Surabaya, 1972, 463 halaman) tak sak lagi bahwa Prawoto adalah tokoh sejarah
anak bangsa yang menonjol di zaman awal, seperempat abad pertama kemerdekaan RI,
yang dia ikut membidani dan menyelamatkannya. 
          Prawoto
lahir di desa Tirto, Grabag, Magelang, tgl 4 Januari 1910 dan meninggal 60
tahun kemudian tgl 24 Juli 1970 di sebuah desa di Banyuwangi, Jawa Timur, di
tengah jemaah yang dibinanya, jauh dari keluarga. Dia langsung terjun ke dunia
pergerakan politik ketika masih di sekolah menengah, AMS, di Yogya. Ia memasuki
Jong Java sampai menjadi Indonesia Muda. Ia aktif di JIB (Jong Islamiten Bond).
Ketika mahasiswa di Sekolah Tinggi Hukum (Rechts
Hoge School) di Batavia, ia memasuki SIS (Studenten Islam Studie Club) dan
terakhir jadi Ketuanya. Dalam Partai Islam Indonesia (PII) yang diketuai oleh Dr
Sukiman Wirjosandjojo ia duduk dalam Pengurus Besarnya. Ketika partai Masyumi
dibentuk di tahun 1945 ia duduk dalam Pimpinan Pusat, kemudian jadi Sekretaris
Umum dan terakhir tahun 1959 sebagai Ketua Umum sebelum Masyumi dibubarkan oleh
Sukarno. Dia bersama M. Natsir menjadi pendiri dari DDII (Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia). Dalam bidang pendidikan dia pernah menjadi Sekretaris II
Pengurus Universitas Islam Indonesia (UII); dan menjadi Kurator Perguruan
Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), cikal-bakal dari IAIN dan UIN sekarang. 
          Dalam
politik pemerintahan, dia menjadi anggota KNIP (1946-1949), dan di zaman RIS 
(1949-1950)
jadi Ketuanya. Selama Clash Kedua ikut bergerilya dan jadi anggota Komissariat
PDRI di Jawa. Tahun 1950 jadi penasehat Delegasi Indonesia ke PBB. Dengan
lahirnya Negara Kesatuan, ia menjadi anggota DPRS-RI, memimpin Fraksi Masyumi.
Dalam Kabinet Wilopo (1952-1953) menjadi Wakil Perdana Menteri. Sesudah Pemilu
1955 jadi Wakil Ketua I Konstituante di Bandung sampai lembaga tertinggi negara
itu dibubarkan oleh Sukarno, 5 Juli 1959. Tgl 16 Januari 1962 oleh Sukarno
dijebloskan ke penjara bersama sejumlah tokoh bersebe-rangan lain2nya sampai
dibebaskan kembali oleh Orde Baru tgl 17 Mei 1966. Semua ini secara mendetail
ada dalam buku Bajasut yang ahli dokumentalis itu dan dekat dengan Prawoto.
          Yang
lebih mengesankan lagi ialah bagaimana dalam buku itu dilukiskan tentang watak,
sikap dan sifat serta tabeat dari Prawoto baik sebagai anak manusia maupun
sebagai pemimpin bangsa, yang untuk ukuran sekarang rasanya sukar dicarikan 
tolok
banding dan tandingannya. Anak seorang Lurah dari keluarga santri mendapat-kan
pendidikan dua-dua: agama di rumah tangga dan dalam masyarakat dengan rajin ke
surau dan taat beragama, sekolah di sekolah umum dari HIS ke MULO ke AMS sampai
ke RHS (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia walau tidak sampai tamat. Dapat isteri
yang cantik berdarah biru dari keluarga kraton Paku Alaman, Siti Rabingah, dan
punya 4 anak yang kesemuanya sayang dan disayangi. Yang tertua yang aktif dalam
organisasi Wanita Islam Pusat adalah Sri Syamsiar Issom.  
          Prawoto
membawakan tipe budaya santri Jawa dalam kehidupannya sampai ke ujung2nya.
Biasa pakai sarung dan peci ke manapun dia pergi, non-formal maupun formal-resmi
sekalipun. Tapi juga tak sungkan pakai jas berpantalon dan berdasi-bersepatu, 
lagaknya
para priyayi-intelektual di mana diperlukan. Orang akan teringat pada Buya
Hamka dalam hal berpakaian yang serba oke ini yang juga menyelipkan kumis dan
jenggot sekenanya di mukanya. Dengan memelihara kumis dan jenggot sekenanya yang
dengan penampilan berbadan ramping cocok pula untuk seorang Prawoto yang saleh
dan rendah hati – bukan rendah diri. Dia biasa dan suka mengerjakan pekerjaan 
apapun
sendiri, di rumah dan di manapun, tanpa mengharapkan orang lain turut
membantunya. Sebaliknya bahkan dia suka berbuat dan mengerjakan apa2 dalam
membantu kawan dan orang lain sebagai tanda akrab dan berbagi rasa. Dia lemah
lembut tetapi tegas dalam berbuat dan bersikap. Dia membawakan sifat2
kepemimpinan yang lebih memperlihatkan praktik santri Islaminya daripada Jawa
priyayinya. Karenanya dia disenangi bukan hanya oleh kawan sesama Jawa tetapi
dengan kawan2 dari daerah manapun di Nusantara ini. Untuk itu Prawoto punya
imbalan yang setimpal dengan kawan seperjuangannya, Mohd Natsir, dari luar Jawa
yang kebetulan pula sejak mulai menetaskan Masyumi di awal kemerdekaan telah
menjadi kawan akrab yang saling isi-mengisi satu sama lain. Dan karena itu pula
Masyumi sebagai partai politik terbesar dari ummat Islam bisa diterima di mana2
apalagi dengan keberadaan kedua tokoh sejoli yang saling isi-mengisi dan selalu
berdampingan itu, Masyumi benar2 meng-Indonesia. Sifat2 kepemimpinan seperti
yang diajarkan oleh Rasulullah kelihatan kena betul untuk Prawoto dan Natsir,
yang dua2 mengutamakan hidup sederhana-bersahaja, jujur dan dipercaya, dengan
mendahulukan kepentingan kawan dan ummat daripada diri sendiri. Sebagaimana
Rasulullah selalu memikirkan ummatnya, ... ummati-ummati...,
begitu pula dua kawan sejoli ini, Prawoto dan Natsir, sampai ke akhir hayat
mereka.
*
          Semua itu, kalau kita bertanya, mana dia sekarang, tokoh
seperti Prawoto dan Natsir itu, setelah rezim bertukar dengan rezim. Dari
Sukarno di Orde Lama yang sangat menonjolkan kedirian dan ego-sentrismenya, ke
Suharto di Orde Baru yang lebih suka senyum bergumam, tapi juga mengutamakan 
keakuan
dan ego-sentrismenya sebagai ciri khas dari kepemimpinan militer yang
berbungkus dengan feodalisme Jawa, ke Orde Reformasi yang silih berganti dari
Habibie ke Megawati ke Gus Dur yang lalu bersambut dengan SBY untuk dua periode
seperti sekarang ini. Semua itu makin ke mari makin memperlihatkan jauhnya kita
dari sifat2 kepemimpinan rendah hati dan jujur serta penuh keikhlasan dalam
berbuat, seperti yang diperlihatkan oleh dwi-tunggal pemimpin teladan bangsa:
Prawoto-Natsir itu.  
          Belum
pula, habis era Orde Lama Sukarno, masuk ke Orde Baru Suharto dan lanjut ke
Orde Reformasi sekarang ini, yang namanya pembangunan itu penekanannya adalah
pada aspek  materialnya, baik berupa
ekonomi, perdagangan dan industri, serta teknologi, yang dapat ditakar dan
ditimbang, sehingga bisa dilihat dan diukur kadar kemajuan yang dicapai, tapi
mengabaikan pembangunan spiritual, jiwa dan akhlak dari manusianya. Di bidang
material inipun yang bertukar sejak zaman penjajahan dahulu sampai ke
kemerdekaan ini hanyalah aktor-pelakunya. Sistem maupun strukturnya praktis tak
berubah. Dahulu penjajah Belanda sekarang para konglomerat non-pribumi dan
kapitalis multi-nasional lainnya. Mereka menguasai  ekonomi Indonesia ini dari 
hulu sampai ke
muara, di darat, laut dan udara, di seluruh Indonesia.
          Dikotomi
dan dualisme seperti di zaman penjajahan dulu, karenanya, tetap berlanjut.
Non-pri dan kapitalis multi-nasional di atas2, pribumi yang mewarisi Nusantara
ini di bawah2. Dari 500an konglomerat non-pri yang menguasai ekonomi Indonesia
ini, 50nya adalah kelompok manusia terkaya di Indonesia ini yang menguasai dan
mengendalikan sistem jaringan ekonomi Indonesia ini. Yang pribumi tetap sebagai
kuli dan pekerja murahan, sebagai pegawai dan karyawan di tingkat menengah ke
bawah tetapi tidak bisa masuk dan ikut dalam kelompok manajerial pengatur dan
pengendali di tingkat atas. Sementara, demi menggenjot laju ekonomi Indonesia
ini, jutaan hektar tanah ulayat rakyat diserahkan oleh negara kepada para
konglomerat dan kapitalis multi-nasional itu berupa HGU di bidang perkebunan,
industri sumberdaya alam, dsb. Yang pribumi kembali jadi kuli dan pekerja
murahan di atas bekas tanahnya sendiri. Karena pengangguran tak teratasi maka
jutaan warga dari kelas bawah, laki2 dan perempuan, mencari kerja di luar
negeri sebagai TKI dan TKW. Miliaran rupiah dari kontribusi mereka mengalir ke
Indonesia setiap tahun untuk membantu sanak keluarga yang kehausan dan
kelaparan di tanah air.
          Sebagaimana
halnya di Singapura, di Filipina dan di Vietnam serta Malaysia sebelumnya, para
konglomerat yang merupakan minoritas kecil tapi menguasai ekonomi negara itu,
belakangan di Indonesiapun mulai merembes masuk ke bidang politik sehingga
merekapun ikut mengendalikan haluan politik negara, tidak lagi sembunyi2 tetapi
secara terbuka, baik di bidang eksekutif maupun legislatif, dengan dalih karena
merekapun adalah warga negara yang setimpal dan punya hak yang sama dengan
pribumi. Karenanya Indonesia sekarang ini sudah berada pada urutan ketiga
sesudah Singapura dan Filipina dalam penguasaan ekonomi serta politik dan
sosial-budaya dari konglomerat non-pri ini. Singapura yang dahulunya adalah
Kerajaan Melayu Temasik, jelas telah menjadi negara koloni China seluruhnya di
Asia Tenggara ini sementara Filipina di bawahnya yang peranan pribumi
termarjinalkan tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi juga politik dan bahkan
sosial-budaya. Di bawah itu adalah Indonesia yang sekarang tidak hanya di
bidang ekonomi tetapi sudah mulai merembet ke bidang politik dan sosial-budaya
itu. Vietnam dan Malaysia adalah dua contoh yang dekat dengan kita bagaimana
dengan kebulatan tekad dan kesepakatan bersama dari para politisi pribumi
mengembalikan posisi pribumi kembali menjadi tuan di rumah mereka sendiri.
          Di
Indoneasia yang struktur penguasaan ekonomi belum berubah sejak zaman kolonial
dahulu, yakni dari penguasa kolonial  Belanda
berpindah ke tangan non-pri WNI Cina dan kapitalis multi-nasional lainnya,
namun struktur kekuasaan politik formalnya masih di tangan pribumi. Tapi karena
kekuasaan ekonomi ada di tangan non-pri WNI dan kapitalis multi-nasional
lainnya, sendirinya yang terjadi adalah simbiotisme dan kerjasama mesra antara
kelompok penguasa pribumi dan kelompok pengusaha non-pri itu. Kolusi, Korupsi
dan Nepotisme (KKN)pun adalah konsekuensi logis yang terjadi. Karena keduanya
saling membutuhkan maka KKN pun meraja lela, yang oleh Dunia, Indonesia telah
dicap sebagai negara termasuk terkorup di dunia. Upaya KPK membongkar borok2
KKN ini kian terlihat betapa besar dan luasnya KKN ini telah menjalar dan
merembet ke mana2.
          Memikirkan
kembali mana dia pemimpin yang berwatak kerakyatan dan mengutamakan kepentingan
rakyat daripada diri sendiri, seperti diperlihatkan contohnya oleh Natsir dan
Prawoto itu sepertinya ‘jauh panggang dari api.’  Sebuah revolusi pembalikan 
sistem dan
struktur kekuasaan, baik di bidang politik, ekonomi dan sosial-budaya
kelihatannya diperlukan dan adalah sebuah keharusan jika kita mau menyelamatkan
Indonesia ini. Langkah2 seperti yang dilakukan oleh Vietnam dan Malaysia mau
tak mau harus kita ambil jika kita mau menyelamatkan Indonesia ini dari
keterpurukannya.
          Untuk
itu jelas diperlukan pemimpin yang kuat yang tidak memikirkan dirinya sendiri
tetapi negara dan rakyat keseluruhannya. Yang diperlukan adalah juga pembalikan
struktur dan sistem kenegaraan ini di semua bidang kehidupan, baik ekonomi,
politik dan sosial-buidaya. Selain kita mencontoh bagaimana negara2 tetangga
kita itu berhasil melakukan pemutar-balikan itu, kita sebenarnya dengan
pembalikan itu tinggal mengikuti kembali jiwa dan semangat dari Muqaddimah UUD
1945 yang intinya adalah bait2 Pancasila serta fasal2 UUD itu yang menekankan
pada orientasi kerakyatan dan kesejahteraan sosial yang merata bagi seluruh
rakyat Indonesia.
          Untuk
suri-tauladan dari semangat dan jiwa kepemimpinan yang mengutamakan kepentingan
rakyat terbanyak, kita bisa mencontoh kedua tokoh dwi-tunggal kepemimpinan  
yang kita angkatkan di sini, Prawoto Mangkusasmito
dan Mohd Natsir. Mereka hidup sederhana, jujur, mengutamakan kepentingan rakyat
dan ummat dan berjuang dalam hidup ini demi mencari keridhaan Allah swt dan
kemaslahatan bersama secara bernegara dan berbangsa. *** 

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

Kirim email ke