Waalaikumsalam uda ANB,

Sepertinya uda memang dilahirkan sebagai penulis handal. Berbahagialah uda 
dikarunia kemampuan mengolah kata menjadi sangat indah, terang dan jernih bagi 
yg membacanya.

Setiap postingan uda sepertinya ditulis dengan sungguh2, serius, berdasar 
referensi dan bukan dalam waktu senggang ketika minum kopi sore2.

Pada tulisan kali ini sebenarnya saya kurang setuju kalau hanya sekedar 
mendasarkan setiap kejadian bencana seperti yg uda sampaikan, namun krn uda 
menulis ini secara serius dan penuh referensi, saya tidak mau mengomentarinya 
dg seadanya tanpa referensi.

Untuk sementara waktu saya terima pendapat uda ini.

Terima kasih telah mencerahkan pemikiran saya dg tulisan2 berbobot dari uda.

Andri
L/42/Koto/Padang Pariaman


Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: Akmal Nasery Basral <ak...@rantaunet.org>
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Tue, 4 Feb 2014 21:18:34 
To: rantaunet@googlegroups.com<rantaunet@googlegroups.com>
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Subject: [R@ntau-Net] (OOT) Mengaji Tanda, Mengkaji Bencana

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Adidunsanak Palanta RN n.a.h, terlampir adalah kolom ambo di situs
IslamIndonesia.co.id. Semoga bermanfaat. Silakan dikomentari (dan
disempurnakan) jika berkenan.
Wassalam,
ANB
* * *
Selasa, 04 Februari 2014 11:44 WIB
MENGAJI TANDA, MENGKAJI BENCANA
Penulis : Akmal Nasery Basral

Mengaji Tanda, Mengkaji Bencana

Nastco/Photos.com

AYAT pertama yang disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad S.a.w.
adalah: "*Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan*." (QS
96:1). Dalam bahasa Indonesia modern, kata imperatif "bacalah" itu memecah
menjadi dua jenis: "mengaji" dan "mengkaji".

Tesaurus Bahasa Indonesia karya Eko Endarmoko menempatkan kedua kata kerja
itu di bawah kata dasar "kaji". Dari kata dasar itu terbentuklah "mengaji"
yang berarti "membaca, mendaras" (tentu yang dibaca/didaras adalah Al
Qur'an) dan "mengkaji" yang bermakna "membahas, mempelajari, menelaah,
menganalisis, menyigi".

Perbedaan lain dari "mengkaji" dan "mengaji" adalah jika dari kegiatan
pertama hasilnya berupa "kajian", maka dari kegiatan "mengaji" hasilnya
tidak menjadi "ajian". Sebab "ajian" umumnya diasosiasikan dengan satu
bentuk mantra, atau rapalan, yang berkaitan dengan satu kesaktian bela diri
tertentu seperti ajian *welut* putih yang konon dimiliki Sultan Agung
Tirtayasa, atau ajian* lembu sekilan *yang dimiliki anak buah Patih Gajah
Mada. Ringkasnya, kosa kata "ajian" lebih mudah ditemukan di halaman cerita
silat dibandingkan di halaman Al Qur'an.

Persoalan menjadi agak lebih pelik, ketika kita masih mudah menduga bahwa
"pengkajian" pastilah berasal dari "kajian".  Namun apakah "pengajian",
dengan logika yang sama, pasti berasal dari "ajian"? Padahal makna kata
terakhir itu seperti terlihat di atas tak eksklusif terpaut pada ayat-ayat
kitab suci? Maka, biarkanlah pertanyaan ini menjadi urusan para ahli bahasa
sementara kita mengancik pada tema yang lebih menukik pada kaitan antara
"tanda" dan "bencana".

Al Qur'an menyebut satuan kalimat terkecil yang menyampaikan pengertian
tertentu sebagai "ayat" dengan bentuk jamaknya "ayah". Dari beberapa arti
yang dikandungnya seperti "mukjizat (*mu'jizah*)", "pelajaran *('ibrah*)",
"sesuatu yang menakjubkan (*al amrul 'ajib*), atau "tanda (*'alamah*)" yang
merupakan makna paling populer. Sehingga, frasa "mendaras ayat" memiliki
maksud serupa dengan "mengaji tanda".

Teori Semiotika yang dikembangkan C.S. Peirce mengembangkan teori Segitiga
Makna (*Triangle Meaning*) yang terdiri dari tanda (*sign*), acuan tanda (
*object*) dan pengguna tanda (*interpretant*) dalam memahami sebuah pesan.
Jadi, seandainya seorang perempuan yang mengenakan jilbab lewat di depan
sekelompok orang, maka mereka akan memahami "pesan yang disampaikan" sang
perempuan bahwa dia adalah seorang muslimah.

Dalam Al Qur'an, salah satu tema "pesan yang ingin disampaikan" Allah agar
dipahami manusia adalah menyangkut kisah-kisah kaum terdahulu.  Khususnya
lagi, kisah *kehancuran* mereka.

Kaum Tsamud - kaum Nabi Shaleh a.s. -- musnah setelah mendengar suara yang
sangat keras dari langit (petir dan guntur yang sambar menyambar),
sedangkan kaum 'Ad - kaum Nabi Hud a.s. -- binasa setelah dirajam angin
dingin selama delapan hari tujuh malam tanpa henti, sehingga mereka mati
bergelimpangan seperti batang kurma lapuk. Allah mengabadikan kehancuran
kedua kaum itu dalam QS 69:4-7. Kaum Nabi Nuh lenyap dengan sapuan air bah
yang menenggelamkan mereka satu per satu, tak ada yang tersisa, kecuali
yang mengikuti anjuran Nabi Nuh a.s. untuk naik ke atas bahtera.

Apa kesamaan dari ketiga kaum yang mengalami "bencana ekologis" ini? Apakah
karena mereka merupakan orang-orang yang tak bisa menjaga kelestarian alam,
atau gagal menata lingkungan? Ternyata pandangan *environmentalism* tak
menemukan landasan yang kuat dalam Al Qur'an.

Sebab mustahil menjelaskan penyebab banjir besar di masa Nuh a.s. - yang
disebut Ibnu Katsir sebagai "rasul pertama bagi penduduk bumi" -- adalah
karena adanya mismanajemen pengelolaan sampah, gagalnya pembuatan waduk
sebagai pengontrol debit air, atau hal-hal teknis lain yang terkait dengan
tidak lancarnya arus air menuju muara terakhirnya: laut. Apalagi mengingat
jumlah penduduk bumi yang waktu itu masih sedikit. Karena itu dibutuhkan
sebuah "tanda" lain untuk membuat kita, sebagai pembaca tanda-tanda, agar
paham mengapa kehancuran kaum Nuh terjadi.

Al Qur'an menjelaskan bahwa penyebab datangnya air bah yang mendadak itu
(kira-kira seperti pengertian "banjir bandang" sekarang, namun dalam skala
yang lebih mengerikan dari yang bisa dibayangkan), terkait dengan keyakinan
mereka yang mulai mencampuradukkan kepercayaan terhadap Tuhan dengan
kepercayaan terhadap  lima orang saleh seperti Wadd, Suwa'a, Yaghuts, Ya'uq
dan Nasr, yang mereka buatkan patungnya dan mereka sembah, setelah
kelimanya meninggal. Tersebab kesalahan itulah mereka ditenggelamkan (QS
71:23-25), bukan karena faktor-faktor kegagalan mengelola alam dan
lingkungan.

Begitu juga dengan kejadian yang menerpa kaum 'Ad yang hidup di zaman Nabi
Hud. Mereka adalah generasi  pertama yang menyembah berhala setelah
kejadian banjir besar. Pengajaran Hud agar mereka menghentikan penyembahan
terhadap tiga berhala utama: Sadd, Samud, dan Hera, dan kembali menyembah
Allah pencipta alam semesta, sama sekali tak diindahkan kaum 'Ad. Mereka
bahkan balik menuduh Hud a.s. sebagai "orang yang kurang waras dan
pendusta" (QS: 7:66). Sikap kaum 'Ad seperti itulah -- bukan akibat
kecerobohan mereka menjaga lingkungan -- yang menyebabkan Allah membuat
"anomali cuaca" dengan datangnya angin dingin yang sangat menyiksa selama
sepekan tanpa henti.

Sementara kaum Tsamud yang mahir memahat gunung-gunung batu sebagai
rumah-rumah tempat tinggal mereka yang indah, tangguh, dan mencengangkan,
mengulangi sikap kaum 'Ad yang hidup sebelum mereka dengan penuh
kesombongan. Mereka bahkan menantang Nabi Shaleh yang mereka cap "... *salah
seorang dari orang-orang yang kena sihir*." (QS 26:153) untuk membuktikan
kerasulannya dengan meminta agar dari sebuah batu besar dikeluarkan seekor
unta betina bunting dengan ciri-ciri fisik yang mereka persulit. Semua itu
dilakukan untuk mempermalukan Nabi Shaleh. Namun ketika atas izin Allah,
Shaleh a.s. bisa membuktikan apa yang mereka minta, kaum itu lantas
menganiaya unta betina itu.

Jadi, bukan perilaku kaum Tsamud yang gemar memahat gunung-gunung batu
sebagai tempat tinggal itu yang mendatangkan "kemarahan alam" dalam bentuk
rantai petir dan guntur sambar menyambar sehingga membuat kaum itu tewas
dalam wajah pucat akibat ketakutan yang sangat, melainkan karena sikap
melampaui batas yang mereka tunjukkan dalam menanggapi risalah ilahiah yang
disampaikan Shaleh a.s. itulah yang mendatangkan murka Allah.

Tiga "tanda" yang disampaikan Al Qur'an lewat kisah-kisah di atas
mengingatkan kita untuk berhati-hati dalam menafsirkan bencana alam yang
terjadi susul menyusul, termasuk seperti yang belakangan terjadi di tanah
air. Karena itu, mengkaji bencana hanya dari perspektif environmentalisme
-- yang seakan-akan ingin membebaskan diri dari adanya campur tangan Allah
-- adalah sebuah penjelasan ahistoris bagi mereka yang cermat membaca
"tanda-tanda".

Dalam konteks ini, "mengkaji bencana" dan "mengaji tanda" menjadi satu
kesatuan yang mutlak dilakukan. Yang satu memperkuat yang lain. Dari masa
ke masa. Dari saat dunia hanya dihuni oleh segelintir kepala, sampai kini
disesaki milyaran jiwa.

Sebab bencana adalah salah satu tanda yang ditunjukkan Allah dengan penuh
cinta kepada manusia, untuk selalu menakar kadar ketaatan terhadap
risalah-Nya. Untuk selalu tunduk tulus menjaga diri agar tak melewati batas.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.

Kirim email ke