Wassalamu'alaikum. Pak Saaf NAH
Ambo kutipkan ucapan Buya HAMKA mengapa orang Minang sulit bersatu dan dipersatukan: “Urang Minang namuah bersatu untuk TIDAK bersatu”. Beliau tambahkan pepatah Minang: “Takuruang nak dilua, taimpik nah diateh“. Sampai pabilo kito basatunyo Mak Datuak? HZS+70 Powered by Telkomsel BlackBerry® -----Original Message----- From: Saafroedin Bahar <drsaafroedin.ba...@gmail.com> Sender: rantaunet@googlegroups.com Date: Fri, 28 Mar 2014 05:39:01 To: Rantau Net Rantau Net<rantaunet@googlegroups.com> Reply-To: rantaunet@googlegroups.com Subject: [R@ntau-Net] Mengapa Orang Minangkabau Sulit Bersatu ? Assalamualaikum w.w. para sanak sekalian. Di bawah iko ambo posting baliak surek ambo ka pakguruonline tahun 2006 nan lalu. Sasudah ambo baco-baco rasonyo maisih relevan untuak maso kini, karano sampai kini kito kan alun juo bisa bersatu lai. Samantaro tu nan dii urang lalu juo. Sekedar untuak dikunyah-kunyah, Kok bamanfaat silakan ditindaklanjtui, kok diraso indak, anggap indak ado sajo. -- Dr.Saafroedin Bahar Male, 77 yrs, Jakarta Pakgururuonline, 22 Oktober 2006. Waalaikumsalam w.w. Dunsanak Zulifikri dan para netters, Sambil mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1427, saya menyampaikan terima kasih atas pendapat Dunsanak, bahwa 'penyakit' tak mau bersatu itu bukan hanya terdapat pada urang Minang, tetapi juga pada bangsa Indonesia secara menyeluruh, dan faktor peyebabnya adalah metode mengajar yang mendorong anak-anak untuk bersifat nafsi-nafsi, saling 'ma-ikik-i'. Saya setuju dengan saran dunsanak agar anak-anak kita didik dengan metoda yang lebih mendorong kebersamaan. Namun ada masalah yang belum terjawab, yaitu bagaimana kita menerangkan demikian kuatnya solidaritas etnik di antara dunsanak kita urang Aceh, urang Batak, urang Sunda, urang Dayak, urang Madura, atau urang Papua ? Solidaritas mereka ini bukan hanya dalam kata-kata, tetapi juga dalam perbuatan ! Mereka kan juga dididik dengan didaktik dan metodik yang sama dengan orang Minang ? Jadi mungkin ada 'faktor x' pada urang Minang, yang menyebabkan ketidakmampuan untuk hidup bersama itu demikian menonjol, dan kebersamaan itu demikian musykil untuk terwujud sebelum 'faktor x' itu dirapikan terlebih dahulu. Saya telah mencoba membolak balik masalah ini, ujung-ujungnya kembali juga ke sistem nilai dan struktur sosial yang selain bukan saja memang tidak dirancang untuk bersatu tetapi juga demikian resisten untuk bersatu. Saya sedang memikir-memikir faktor apa yang menyebabkan hal itu. Sudah ada sih sekedar hipotesa, tapi biar saya simpan saja dulu. Sekedar sebagai perbandingan, saya menemukan hal yang sama pada suku Kerala di India (tentang mereka ini silakan lihat keterangannya di internet; saya mengutipnya dalam buku yang saya tulis bersama dengan Ir Mohammad Zulfan Tadjoeddin MA). Apa mungkin 'faktor x' ini diatasi ? Jelas mungkin, dan sudah mulai dirintis sejak tahun 1945, yaitu dalam format negara kesatuan Republik Indonesia, dengan dasar negara Pancasila. Kita sukar bersatu sebagai urang Minang, karena kita lebih merasa sebagai urang Solok, urang Sulik Aia, urang Pariaman, atau urang Payakumbuh, namun mau tidak mau kita harus merasa menjadi orang Indonesia yang diikat dan terikat oleh hukum hukum positif nasional. Kita malah baru merasa menjadi urang Minangkabau di antara demikian banyak -- 1,072 pada Sensus tahun 2000 -- etnik-etnik lainnya di Indonesia. Ringkasnya, kita harus menepuh 'jalan berbelok' ('detour') untuk menjadi urang Minangkabau, yaitu dengan melalui jalan menjadi urang Indonesia terlebih dahulu. Ini yang belum banyak di-'explore' oleh tokoh-tokoh Minang, dan yang saya coba untuk mendayagunakannya, kalau mungkin. Sekedar catatan, itu juga yang mungkin menyebabkan kita menjadi pendukung negara kesatuan yang gigih. Sekian dahulu. Wassalam, Saafroedin Bahar. -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout. -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.