Ambo tukuak tambah saroman di bawah ko :

*Koalisi Parpol Islam Menuju Istana*

*Shodiq Ramadhan* | Edisi : 177, 26 Jumadil Awal-11 Jumadil Akhir 1435 H/28
Maret - 11 April 2014


*Persatuan dan kejelasan sikap, insya Allah akan mendatangkan gelombang
dukungan dari umat. Juga merupakan amanat Forum Anggota Parlemen Muslim
Internasional. *
Jelang pemilu legislatif 9 April 2014, berbagai lembaga survei politik
ramai-ramai ''membunuh'' Partai Politik Islam (berasas Islam dan atau
berbasis massa Muslim). Parpol dimaksud adalah PKS, PPP, PAN, PKB dan PBB.
Menurut survei-survei itu, parpol Islam akan sulit menembus Parliamentary
Threshold (PT)  3,5% untuk bisa masuk Senayan. Apatah lagi menembus
Presidential Threshold sebesar 20%.

Namun, menurut hasil kajian Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) yang dipaparkan
dalam Evaluasi Politik 2013 dan Political Outlook 2014 pada 12 Desember
2013, parpol Islam masih mungkin menembus ambang batas parlementer. Sebab,
dari berbagai hasil survei, masih ada ceruk suara sebesar 22,13% yang
berasal dari pemilih mengambang (floating mass).

Menghadapi Pemilu Legislatif 2014, tantangan bagi 5 partai Islam kian berat
dengan ketentuan rayonisasi Daerah Pemilihan (Dapil). Parpol memperebutkan
3-10 kursi di setiap dapil. Tingkat kompetisi makin ketat dengan sistem
penghitungan suara 50% dari BPP (bilangan pemilih pembagi).

Bagi parpol Islam, tantangan kian besar menghadapi karakter kaum muslimin.
Pertama, perubahan orientasi politik umat. Umat tidak lagi melihat parpol
Islam sebagai representasi keislaman, tapi melihat sejauh mana suatu partai
menerapkan nilai-nilai keislaman.

Karena itu, partai-partai sekuler semacam Golkar tak sungkan lagi
menggunakan jargon ''Islam rahmatan lil alamin'' dalam berkampanye.

Kedua, kebanyakan umat bukanlah muslim-ideologis. Mereka tidak berpikir
bahwa Islam sebagai ideologi mutlak diperjuangkan lewat partai politik
Islam. Bahkan bagi jamaah tertentu, politik praktis adalah dunia saru yang
harus dihindari.

Namun menurut hasil survei lain, ada titik cerah. Mayoritas masyarakat
menilai koalisi parpol Islam akan mampu bersaing dalam Pemilu 2014. Hal ini
didasarkan pada hasil survei Political Communication Institute (Polcomm
Institute) yang dirilis di Jakarta, Minggu (23/2/2014).

"Selama ini partai Islam diragukan, padahal kalau berkoalisi, sebagian
besar masyarakat mampu untuk bersaing dengan partai nasionalis," kata
Direktur Polcomm Institute, Heri Budianto saat memaparkan hasil surveinya.

Menurut hasil survei, sebesar 47,4 persen responden yakin parpol Islam
mampu bersaing di Pemilu 2014 mendatang. Mereka yang menjawab tidak mampu,
hanya sebesar 19,2 persen. Sementara 33,4 persen mengaku tidak tahu.

"Sebagian besar masyarakat juga setuju kalau partai Islam membentuk koalisi
yang akan membangun Poros Tengah Jilid Dua," lanjut Heri.

Hasil survei menunjukkan, sebanyak 45,3 persen responden menilai, sebaiknya
parpol Islam berkoalisi. Sementara sisanya yang menjawab tidak sebanyak
26,2 persen. Mereka yang menjawab tidak tahu sebesar 28,4 persen.

"Ini artinya partai Islam bisa kembali berkoalisi membentuk Poros Tengah
Jilid Dua. Mayoritas memberi alasan bahwa koalisi akan mampu menjadi wadah
untuk menyatukan suara umat Islam," jelasnya.

Partai-partai Islam di Indonesia memang belum pernah memperoleh suara lebih
dari 50%. Pada Pemilu 1955, gabungan suara partai Islam sebesar 43,5% yaitu
dari Masjumi (20,92%), NU (18,41%), PSII (2,89%), dan Perti (1,28%).

Pada 1999, partai Islam mengumpulkan suara 33,74% terdiri PKB (12,61%), PPP
(10,71%), PAN (7,12%), PBB (1,94%), dan PK (1,36%).

Sedangkan pada Pemilu 2004, gabungan suara partai Islam naik menjadi 37,56%
berasal dari PKB (10,57%), PPP (8,15%), PKS (7,34%), PAN (6,44%), PBB
(2,62%) dan PBR (2,44%).

Pada Pemilu 2009, perolehan suara partai-partai Islam menurun drastis
menjadi 25,94% yaitu: PKS (7,88%), PAN (6,01%), PPP (5,32%), PKB (4,94%)
dan PBB (1,79%).
Akan tetapi, pada 1999, parpol Islam mampu mengegolkan seorang Presiden
dengan skenario cantik Poros Tengah. Bahkan Yusril Ihza Mahendra yang
partainya hanya mengumpulkan 1,94% suara mampu memperoleh 202 suara di
Parlemen, mengalahkan Abdurrahman Wahid dengan 185 suara. Kelegowoan Yusril
yang memberikan suaranya kepada Gus Dur akhirnya menghantarkan pendiri PKB
ini menjadi Presiden ke-4 RI.

Berdasarkan survei LSI Januari 2014, elektabilitas gabungan partai Islam
diperkirakan tersisa hanya sebesar 13,5% yaitu disumbang oleh PKB (3,7%),
PPP (3,6%), PAN (3,3%), PKS (2,2%) dan PBB (0,7%). Adapun perolehan partai
lain: Golkar (18,3%), PDIP (18,2%), Gerindra (8,7%), Demokrat (4,7%),
Hanura (4,0%) dan Nasdem (2,0%). Selain itu, potensi ''Partai Golput''
adalah 30,1 %.

Berdasarkan hasil survei di atas, dengan asumsi suara golput terbagi habis
ke seluruh partai maka, gabungan suara partai Islam dapat ditingkatkan
menjadi (13,5/60,9 x 100%) yaitu 22,17%. Dengan modal ini, koalisi parpol
Islam dapat mengajukan capres-cawapres sendiri.

Caleg PBB Muhammad Gatot Saptono mengatakan, dengan tetap berlakunya
presidential threshold sebesar 20 persen, maka jumlah calon presiden dan
wakil presiden yang bisa maju pada Pilpres 9 Juli 2014 kemungkinan hanya
tiga pasang.

"Kelihatannya hanya ada tiga pasangan capres-cawapres 2014. Hampir mustahil
ada parpol yang jadi single majority," ujar Caleg Dapil Jakarta Barat,
Utara, dan Kepulauan Seribu, itu.

Tiga pasangan capres dimaksud adalah Jokowi dari PDIP dan koalisinya,
Aburizal Bakrie dari Golkar dan koalisinya, dan Capres Koalisi Partai Islam.

So, lanjut Gatot, dengan peta seperti itu, bukan mustahil kesuksesan Poros
Tengah 1999 bisa diulang. ''Masalahnya, bisakah elite parpol Islam legowo
mewujudkan Poros Tengah Jilid Dua?'' ia bertanya.

Lagi-lagi Masyumi memberikan teladan perjuangan parlementer. Dalam sidang
Majelis Konstituante hasil Pemilu 1955, kaum sekuler dengan 273  suara
mengajukan Pancasila sebagai dasar negara. Sedangkan kaum sosialis dengan 9
suara saja berani mengajukan sosialisme.  Nah, Masyumi berhasil mengajak
seluruh eksponen Islam bersatu plus 2 suara di luar mereka, sehingga dengan
230 suara mengajukan Islam sebagai dasar negara.

Terjadilan perdebatan sengit di Konstituante, antara kaum
nasionalis-sekuler dan nasionalis-Islam.

Dalam pidato di Sidang Konstituante 12 November 1957 yang dipimpin Wilopo
(yang dibukukan dengan judul Islam sebagai Dasar Negara), Natsir mengajak
berpolitik secara lurus, terus terang, tanpa basa-basi pembungkus
pragmatisme.

''Saudara Ketua,'' kata Natsir, ''justru berbahaya sekali bagi usaha
menghasilkan dasar negara kita, jika pemikiran-pemikiran yang timbul dalam
pembahasanan nanti, tidak terang, kabur serta samar-samar. Malah, Saudara
Ketua, saya khawatir di dalam ruangan gedung ini maupun di luarnya, orang
belum tahu mana kawan dan lawannya, yakni, dalam konfrontasi dari ide dan
pemikiran yang dimajukan oleh masing-masing.''

Natsir melanjutkan, ''Saya berpendapat, Saudara Ketua, bahwa justru
lantaran kita bersedia bertoleransi itu, kita harus berani membuka
pendirian kita seterang-terangnya. Toleransi yang dimaksud adalah untuk
membuka ruang dan suasana yang seluas-luasnya bagi konfrontasi dari ide-ide
dan pemikiran-pemikiran.''

Toleransi tanpa konfrontasi, tandas Natsir, sesungguhnya bukanlah toleransi
yang kita maksud. Itu hanya berarti : mengelakkan persoalan. Sehingga
mungkin kita akhirnya hanya mendapat toleransi bukan konstitusi. ''Yang
kita butuhkan ialah konfrontasi dalam suasana toleran, sehingga dari
pembenturan-pembenturan antara ide-ide dan pemikiran yang kita majukan
masing-masing, kita sampai kepada kebenaran. Du choc des opinions jaillit
la verite.''

Lalu dengan penuh percaya diri Mohamad Natsir menyampaikan aspirasi umat
lewat Masyumi, untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara. ''Kewajiban
saya dan kawan-kawan saya dari fraksi Masyumi adalah untuk menghidangkan ke
muka sidang pleno yang terhormat, pendirian kami dengan cara lebih luas dan
mendalam dari apa yang kami sudah sampaikan dalam komisi PPKI yakni
kehendak kami, sebagaimana yang sudah diketahui oleh kita semua, supaya
Negara Republik Indonesia kita berdasarkan Islam.''

Mohammad Natsir, Ketua Umum Partai Masyumi, mengakui bahwa Pancasila tak
berlawanan dengan ajaran Al Qur'an. Tapi, ia menegaskan, tidak berarti
Pancasila identik atau meliputi semua ajaran Islam. ''Pancasila memang
mengandung tujuan-tujuan Islam, tapi Pancasila bukanlah berarti Islam"
(Capita Selecta II, 1957).

Umat tentu berharap, nantinya wakil-wakil Partai Islam di Senayan dapat
bersatu padu seperti teladan sejarah itu. Persatuan dan kejelasan sikap,
insya Allah akan mendatangkan gelombang dukungan dari umat.


---------- Pesan terusan ----------
Dari: Maturidi Donsan <maturid...@gmail.com>
Tanggal: 30 Maret 2014 11.25
Subjek: [R@ntau-Net] 12 KELOMPOK ANTI ISLAM KUASAI DPR
Kepada: rantaunet@googlegroups.com


 UNTUK RENUNGAN BAGI UMAT ISLAM

Ambo copaskan dibawahko:

*Mayjen (Purn) Kivlan Zen: Waspada! 12 Kelompok Anti Islam Kuasai DPR *

[image:
http://3.bp.blogspot.com/-_37Q1aQIi3k/UkmEk3twOjI/AAAAAAAAAYs/DWi1ydnfIXU/s320/Kivlan+Zen.jpg]<http://3.bp.blogspot.com/-_37Q1aQIi3k/UkmEk3twOjI/AAAAAAAAAYs/DWi1ydnfIXU/s1600/Kivlan+Zen.jpg>


*Mayjen (Purn) Kivlan Zen: Waspada! 12 Kelompok Anti Islam Kuasai DPR*

JAKARTA - Saat menyampaikan sambutannya dalam Pengajian Politik Islam di
Masjid Agung Al Azhar, Jakarta Selatan, Ahad (29/9/2013), mantan Kepala
Staf Kostrad (Kakostrad) Mayjen (Purn) Kivlan Zen mengakui, Ketua Dewan
Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto yang pernah menjawab Pangkostrad
itu dulu pernah dekat dengan Islam. Tetapi kini Prabowo hanya menjadikan
Islam sebagai alat.



*"Prabowo dulu dekat dengan Islam karena ditekan LB Moerdani*, tapi
sekarang dia jadikan Islam sebagai alat," kata jenderal kelahiran Aceh itu
saat menyampaikan sambutan politik dalam Pengajian Politik Islam di Masjid
Agung Al Azhar, Jakarta Selatan, Ahad (29/9/2013), seperti diberitakan oleh
Suara-Islam.com.



Kivlan yang kini menjadi Caleg dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu
bercerita mengenai rencana sejumlah perwira ABRI (sekarang TNI) sejak tahun
1968 yang menginginkan kelompok pro Islam yang memimpin negara ini. Rencana
ini, kata Kivlan, sudah disusun sejak 1968.



Kivlan menyebut periode 1993-1998 adalah "ijo royo-royo". Islamophobia
terhadap Islam mulai berkurang. *Panglima ABRI dijabat oleh Feisal Tanjung*.
Bersamaan dengan itu orang-orang yang pro terhadap Islam mulai naik
posisinya."Kita menang selama lima tahun," ungkapnya. "Tapi reformasi 1998
akhirnya menghancurkan semua," lanjutnya.



Untuk melanjutkan perjuangannya, Kivlan mengaku kini menjadi calon anggota
legislatif. Partai yang dipilih adalah PPP. "Partai ini bersejarah,"
katanya.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Reply via email to