Fend, jadi kalau dibuat resume berdasarkan peringkat pertumbuhan ekonomi (PE) , peringkat PE Sumbar sebesar 6,38% ada di posisi ke-4 (dari 10 provinsi, dengan posisi 1-3: Jambi, Bengkulu, Babel), meski masih di atas:
5. Sumut (6,22 %). 6. Sumsel (6,01 %). 7. Kepri (5,73 %). 8. NAD (5,18 %) 9. Riau 10. Kepri Uniknya jika data PE ini kita bandingkan dengan PES (Pertumbuhan Ekonomi Syariah) 2015 yang dilansir Otoritas Jasa Keuangan (OJK), posisi Sumbar dalam hal DPK (Dana Pihak Ketiga) pada Bank Syariah juga di posisi ke-4. Siapa saja 3 besar provinsi di Pulau Sumatra untuk ukuran PES? Jangan kaget, 3 besar provinsi itu semuanya provinsi yang berada di BAWAH Sumbar dalam rangking PE, yakni (ambo mulai terbalik dari peringkat 4 ke peringkat 1): 4. Sumatra Barat: 1,38 % (Rp. 2,553 triliun). 3. Sumsel: 2,03 % (Rp. 3,760 T). 2. Riau: 2,04% (Rp. 3,788 T). dan yang berada di peringkat 1 untuk pertumbuhan ekonomi syariah terbaik di Pulau Sumatra adalah ... *eng ing eng* .... *Sumatra Utara dengan pertumbuhan 3,35% (Rp 6,214 T) atau lebih dari dua kali Sumbar dari kapitalisasi DPK!* ** * ** Melihat hasil perbandingan data pertumbuhan ekonomi itu, dua sahabat Bujang dan Ucok terlibat obrolan di Ahad siang.** Bujang: "Lho, kok bisa provinsi yang tidak berdasarkan ABS SBK mengalahkan provinsi yang bersandarkan ABS SBK dalam pertumbuhan ekonomi syariah?" Ucok: "Cemmana nggak bisa. Gubernur kami kan hafidz. Mungkin dia yang banyak sosialisasikan pentingnya ekonomi syariah. Mungkin ya. Jangan kau pelintir pulak pendapatku ini nantik." Bujang: "Ah, kalau soal hafidz, gubernur kami pun hafidz pula. Apa bedanya coba?" Ucok: "Alamak, kau tanyakan balik pulak padaku. Cobalah kau yang telusuri sendiri, Jang. Harusnya menurutku yang awam syariah ini, dua provinsi teratas dalam pertumbuhan ekonomi syariah di Sumatra itu adalah Sumatra Barat daerahmu atau Aceh. Terserahlah mana yang mau posisi 1-2. Ini Aceh pun di peringkat 5 pulak. Cemanna? Apa kata dunia?" Bujang: "Hmm... benar juga pendapatmu, Cok. Sekarang aku punya dugaan mengapa pertumbuhan ekonomi syariah di provinsiku tidak menggembirakan." Ucok: "Nah, baguslah itu, sebagai calon intelektual mulai dulu dengan dugaan sebelum kau cek di lapangan. Apa dugaanmu." Bujang, "Tadi data itu dari sisi DPK, bukan?" Ucok: "Botul!" Bujang, "Berarti Dana Pihak Ketiga atau Dana Masyarakat?" Ucok: "Botul lagi! Tapi apa inti dugaanmu, jangan hanya berputar-putar seperti mencari ketiak ular saja kau, Jang." Bujang, "Kalau Dana Masyarakat rendah, berarti menunjukkan juga tingkat kepercayaan masyarakat kepada bank syariah, bukan?" Ucok: "Ah cerdas jugak ternyata kau. Kini aku tahu lanjutan dugaanmu." Bujang: "Sok tau! Coba lanjutkan kalau kau memang tahu Cok?" Ucok: "Lanjutannya adalah, kalau DPK rendah, partisipasi masyarakat rendah, berarti di mana orang-orang Minang nan *kayo rayo*, nan *bapitih* tu, menempatkan uang mereka? Betul begitu maksudmu, Jang?" Bujang: "Begitulah. Hhhmm, Cok, menurutmu di mana kira-kira orang Minang nan *kayo rayo* tu menyimpan uang mereka ya? Kenapa sedikit sekali dana mereka di Bank Syariah?" Ucok: "*Meneketehe*. Kau tanyakanlah pada rumput yang bergoyang." Bujang: "Seriuslah sikit, Cok. Jangan bergurau terus." Ucok: "Nanti kalau aku serius kasih masukan, kau tersinggung pulak karena merasa diajari." Bujang: "Ya tidaklah. Mungkin kau sebagai orang luar bisa melihat lebih obyektif, Cok." Ucok: "Ini pendapatku pribadi ya, jangan disebut-sebut sebagai pendapat orang Batak terhadap orang Minang pulak. Ini benar-benar pendapatku pribadi, untukmu secara pribadi pula. Paham?" Bujang: "Paham." Ucok: "Ah tak jadilah, nanti kau marah pulak. Kata orang-orang dulu, lidah tak bertulang. Kau yang bilang minta masukan, minta masukan, giliran nanti dikasih masukan yang tak sesuai dengan keinginanmu, merepet pulak kau tujuh hari tujuh malam, atau malah mendiamkanku seakan-akan aku patung batu di Museum Nasional. Tak lah, tak lah ....." Bujang: "Ucoooooooooookkkkkkkk! Please? Bitte? Kasihlah masukan sikit saja. Ya, ya, ya ..." Ucok: "Nehi, nehi! Nanti pendapatku kau jadikan belati yang kau putar balik ke leherku. Nehi!" **dialog imajiner. Siapa Ucok siapa Bujang tak penting. Yang penting adalah bagaimana mencari tafsir dan penjelasan komprehensif, mengapa tiga provinsi yang berada *di bawah* Sumbar dalam Pertumbuhan Ekonomi (Nasional) justru berada *di atas* Sumbar dalam Pertumbuhan Ekonomi Syariah, sekaligus sebagai refleksi komunal, "Ada apa dengan orang-orang kaya Sumbar?" (Karena DPK dari golongan penduduk miskin yang bisa dipastikan kecil, tidak signifikan dalam total DPK itu, sehingga tidak perlu penjelasan apologetik, "Ini karena orang-orang di Ranah belum pada melek pentingnya Bank Syariah sehingga tidak tertarik menggunakan BS." Wahai orang-orang *kayo rayo nan batipih malimpah ruah* di Palanta RN, mohon dengan hormat cek rekening/m-rekening masing-masing, sudah berapa jauh dunsanak ikut berperan dalam MEMPERBURUK PERINGKAT SUMBAR dalam Bank Syariah dengan ketidakpercayaan dunsanak untuk menyalurkan amanah harta yang dititipkan Allah kepada dunsanak saat ini? Dan lebih suka menyimpannya dalam pelbagai produk keuangan konvensional di dalam dan luar negeri? "Ya ayyuhal ladzina" nan bapitih di Ranah jo Rantau Minang nan aktif memantau dan berinvestasi si sektor moneter dan mengintip pergerakan bursa dari pagi sampai pagi lagi, setiap hari, berapa banyak yang sudah dunsanak investasikan di SEKTOR RIIL dan microfinance yang mendorong perputaran ekonomi umat di Sumatra Barat via Bank Syariah? Kalau sudah ada, apakah jumlahnya signifikan dengan tabungan/inventasi dunsanak pada bank konvensional? Kalau sampai pada Laporan OJK 2015 (tahun depan), peringkat DPK Sumbar di Bank Syariah masih di peringkat ke-4 atau bahkan lebih buruk lagi, maka itu jelas kesalahan orang-orang kaya Sumbar, bukan kesalahan rakyat badarai yang hidup sehari-hari pun sudah sangat sulit. Siapa yang ingin melihat Sumbar berada pada peringkat 1 DPK pertumbuhan Bank Syariah tahun depan mengalahkan Sumut? Ah ya, semuanya ingin Sumbar berada di peringkat 1 PES. Kalau begitu pertanyaan diubah: Siapa dari orang-orang kaya Minang yang bersedia mengalihkan tabungan, deposito dll, pada bank konvensional masing-masing ke bank syariah (atau unit usaha syariah) di Minang secara signifikan? Jangan sampai "prestasi" tahun ini terulang lagi tahun depan: kalah dari Sumut, negeri asal Nagabonar. Bah, apa kata dunia? Salam, ANB Pada 18 Desember 2014 15.48, Nofend St. Mudo <nof...@rantaunet.org> menulis: > December 18, 2014 7:35 am | Published by sgl17 | No comment > > PADANG — Pertumbunan ekonomi Provinsi Jambi dalam dua tahun terakhir > tertinggi di Sumatera yaitu 7,88 persen (2012) dan 7,44 persen (2013). > Sedang Sumbar hanya 6,18 dan 6,38 persen. > > Pada 2012, hanya Jambi yang pertumbuhan ekonomi (PE)-nya di atas 7 persen > yaitu 7,88 persen. Provinsi lain, hanya seputaran 6 persen. Bahkan Riau > hanya 2,6 persen. Pada 2013, setelah Jambi disusul Bengkulu 6,6, Babel > 6,53, Sumbar, 6,38, Sumut 6,22, Sumsel 6,01, Kepri 5,73, NAD 5,18 dan yang > menyedihkan PE Riau pada 2013 hanya 3,55 persen. > “Beginilah kondisinya, Sumbar kalah dari Jambi,” kata ekonom Syafruddin > Karimi kepada Singgalang, kemarin. Data yang sama sudah ia sampaikan juga > dalam sebuah acara di Bank Indonesia (BI) Padang, pekan lalu. > > Pertumbuhan ekonomi itu, berbanding lurus dengan penduduk miskin. Karena > itu, menurut Syafruddin, pemerintah harus berusaha melecut pertumbuhan > ekonomi di daerah. Ia menyebut, investasi penting, sehingga lapangan kerja > terbuka dan pasar bergerak. > > Data dari BI menunjukkan, PE Sumbar 2015 diprakirakan stabil, dengan > tingkat stagnan pada angka 6,1 sampai 6,5 persen. > Stagnasi PE Sumbar memang sudah berlangsung sejak 2009. Kinerja ekspor dan > iklim investasi masih menjadi faktor yang cukup berpengaruh terhadap > pertumbuhan ekonomi. > Syafruddin mengatakan, angka pertumbuhan sebesar itu tidak banyak > pengaruh. Pertumbuhan seperti itu berjalan biasa saja seperti sebelumnya. > “Tak ada terobosan. Seharusnya bisa berada di angka 7 persen,” katanya. > Lambatnya pertumbuhan ekonomi Sumbar terefleksi dari terus menurunnya > kontribusi perekonomian Sumbar terhadap nasional. > > Perekonomian Sumbar sangat bergantung pada permintaan dari negara-negara > mitra dagang utama dan harga komoditas ekspor berbasis sumber daya alam. > Sumbar kurang mampu menghasilkan produk-produk bernilai tambah besar, > sehingga menahan perekonomian untuk melaju lebih baik lagi. Sementara dari > struktur perekonomian, porsi industri pengolahan masih kecil. > > Akibatnya, investasi berjalan lambat karena minimnya kegiatan berskala > besar. Lemahnya investasi Sumbar juga terkonfirmasi dari penelitian > National University of Singapore mengenai analisis daya saing dan strategi > pembangunan untuk 33 provinsi di Indonesia. > Hasil penelitian yang dirilis BI itu menunjukkan Sumbar menempati posisi > daya saing ke-17 dari 33 provinsi. Dari aspek stabilitas ekonomi makro dan > aspek perencanaan pemerintah dan institusi relatif lebih rendah, berada di > posisi 26 dan 25 dari 33 provinsi. Menurut penelitian tersebut, salah satu > penyebabnya adalah rendahnya skor untuk daya tarik terhadap investasi > asing. (003/106) > > > http://hariansinggalang.co.id/pertumbuhan-ekonomi-sumbar-kalah-dari-jambi/ > > -- > > > > *Wassalam* > > > > *Nofend St. Mudo37th/Cikarang | Asa: Nagari Pauah Duo Nan Batigo - Solok > SelatanTweet: @nofend <http://twitter.com/#!/@nofend> | YM: rankmarola * > > -- > . > * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain > wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ > * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. > =========================================================== > UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: > * DILARANG: > 1. Email besar dari 200KB; > 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; > 3. Email One Liner. > * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta > mengirimkan biodata! > * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting > * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply > * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & > mengganti subjeknya. > =========================================================== > Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: > http://groups.google.com/group/RantauNet/ > --- > Anda menerima pesan ini karena berlangganan grup "RantauNet" di Google > Grup. > Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, > kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. > Untuk opsi lebih lanjut, kunjungi https://groups.google.com/d/optout. > -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google Grup. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com. Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.