SUDAGAR MINANG
BADAGANG JO "MANGGALEH"
 
Oleh : Buya H. Mas'oed Abidin 
 
"Badagang" bagi orang Minang sudah dikenal sejak lama. Malah dianggap "identik 
dengan sebutan yang melekat kepada "Orang Minang" itu. Karena bagi orang 
Minang, kiranya "Badagang" adalah suatu kebaikan, suatu idaman dan bukan suatu 
celaan.
Di Minangkabau kata-kata "dagang" menyimpan banyak makna. Terkandung fasafah 
hidup yang utuh dan hidup. Dagang di Minangkabau, tidak hanya berarti 
"bussiness" (bisnis) tok. Kata ini bisa mengandung makna "marantau", dengan 
tujuan yang pasti "mencari". Bisa dalam arti sem-pit, sekedar mencari bekal 
untuk hidup sementara, bisa berarti mencari "kehidupan" dalam arti yang luas. 
Jadi jelas tidak hanya terbatas kebiasaan menyangkut (menggaet) materi semata. 
Bussines is only bussiness, kurang melekat di Minangkabau.
Di "Ranah" ini, anak dagang tidak dianggap orang buangan. Dia dihormati 
sebagaimana adanya seorang manusia. Punya hak-hak tertentu. Mereka tidak akan 
dihardik atau dipermalukan. Dibuatkan "surau" tersendiri, bahkan diberi nama 
"surau dagang". Penilaian orang Minang terhadap orang dagang, tidak terbatas 
kepada "negeri asal" si anak da-gang, tetapi kepada "kebaikan perilakunya di 
ranah ini, serta hasil karya-karyanya yang diterima sebagai "menantu" atau 
bahkan dipercayakan memikul tugas-tugas didalam "negeri". Duduak samo-randah, 
tagak samo tinggi.
Penilaian ini, dikarenakan "orang Minang" suka "badagang". Badagang, juga 
berarti "berdagang" dalam arti yang sering dipakai ditangah balai", 
"manggaleh". Jual beli, tukar-menukar, dagang babelok, bertoko, dengan seluruh 
transaksi yang mencakup "rugi-laba".
"MANGGALEH", suatu kosa-kata jarang tersua dalam penggunaan bahasa lain di 
Nusantara. Tepat dikatakan, yang tersua hanya dalam penggunaan istilah 
orang-Minang, atau merupakan kata-kata yang "khas". Dari mana asalnya, kapan 
mulai penggunaannya, apa-apa saja yang terkandung dalam pesan kata ini, belum 
sempa diselidiki secara tuntas. Mungkin suatu ketika perlu dibahas, dalam 
sebuah forum "seminar" tentang "aspek manggaleh bagi orang Minang".
Manggaleh didalam paham orang Minang, adalah memeli-hara sebuah amanah. 
Mungkin, asal katanya dari "galeh" atau gelas", yang diyakini sebagai satu 
produk "pecah-belah". Sebagai mana lazimnya, sebuah produk pecah-belah, sudah 
pasti "mau pecah" dan "bisa belah". Lebih jauh bisa berserakan, sudah hancur 
berantakan, maka tidak mungkin dipertautkan lagi. Karena itu, memegang gelas 
(manggaleh) perlu ada kiat, yakni "hati-hati" dan "selalu pandai memelihara". 
Maklumlah yang dibawa adalah "barang yang mudah pecah, mudah pula hancur", 
perlu sekali "ketelitian".
Kepada "Orang Minang" yang akan memulai "badagang", dalam arti yang luas, 
dipesankan sebuah petuah dari orang tua-tua "HIYU BALI, BALANAK BALI, IKAN 
PANJAG BALI DAHULU, (dihulu)", yang kemudian dirangkaikan dengan sebuah pesan 
(falsafah hidup), "IBU CARI, DUNSANAK CARI, INDUAK SAMANG CARI DAHULU". 
Terkandung sebuah kaedah merantau bagi setiap putra Minang. Kalau dikampung 
halaman ditinggalkan ibu, maka ditanah perantauan ibupun harus dicari. 
Pelaja-rannya ialah, pandai menghormati "orang-tua" dimana saja.  Selanjutnya 
"dunsanak" dengan pengertian "teman sejawat", teman sama besar "sepergaulan", 
bahkan "sesama tempat tugas", harus dianggap sebagai saudara sendiri". Makanya, 
telah menjadi kenyataan selama diperantauan itu, orang itu, orang Minang sering 
berkata "urang lain (terasa akrab) Labiah dari dunsanak (dikampung sendiri)". 
Kemudian yang berikut, diperlukan "induak samang" yang erat kaitan-nya dalam 
istilah Bussiness-man, ialah
 "teman-berusaha".
Selama pesan-pesan ini kita anggap sebagai falsafah "badagang" bagi orang 
Minang, maka terlihat bahwa orang Minang tidak berdagang dengan membawa "modal 
fasilitas" atau "kartebeletje". Atau dengan lebih dahulu "menggadai" dan 
"menjual" harta pusaka, sebagai "modal akumulasi". Sama sekali tidak tersua hal 
seperti ini. Setidak-tidaknya semasa-doeloe.
Orang Minang dalam "badagang" dengan arti "manggaleh", memulai dari yang kecil 
menuju besar. Bukan dari besar, dengan manggulung dan melahap sesama besar. 
Kita sangat setuju dengan argumentasi AA.NAVIS (Singga-lang, No. 6187 Tahun 
XXIII, Sabtu 3 Agustus 1991/ 22 Muharram 1412, sebagai pengungkapan "moral 
bisnis" dibawah judul wawancara "Orang Minang Tak Pandai Bisnis Besar" (?), 
dimana AA. Navis berkata "URANG MINANG ITU PAIBO".
Caranya, ialah "SENTENG BABILAI, SINGKEK BA-ULEH, BATUKA BA-ANJAK, BARUBAH 
BASAPO". Prinsipnya, sama-sama bekerja mencapai tujuan, bekerja sma mengangkat 
beban, saling mau perbaikan  jika terlihat satu kesilapan.
Kemudian dilanjutkan dengan sesuatu yang lebih "esensial" (mendasar) kata orang 
kini. "ANGGANG JO KEKEK CARI MAKAN, TABANG KA-PANTAI KADUO-NYO, PANJANG JO 
SINGKEK PA-ULEH-KAN, MAKO-NYO SAMPAI NAN DICITO". Semua potensi yang  ada, 
dalam hidup (badagang) digali dan dipertemukan, untuk mencapai suatu 
"kesuksesan" tanpa harus mengorbankan rasa persaudaraan, bahkan selalu 
menghargai "existensi" sebagaimana adanya. Karena itu, orang Minang" masih 
mema-kai kaedah-kaedah pergaulan yang nyaman, seperti "ADAIK HIDUIK TOLONG 
MANOLONG, ADAIK MATI JANGUAK MANJANGUAK, ADAIK LAI BARI MAMBARI, ADAIK TIDAK 
SALING MANYALANG (BA-SELANG-TENGGANG)".
Dan bagaimanapun kemelut yang terjadi, "sikap-paibo" itu, masih tercermin dalam 
peri-kehidupan bermasyarakat luas ("PAWAG BIDUAK NAK RANG TIKU? PANDAI 
MANDAYUANG MANALUNGKUIK, BASILANG KAYU DALAM TUNGKU DISINAN API MANGKO 
KA-IDUIK", karenanya masyarakat Minang secara umum dengan kaedah/falsafah ini, 
hanya mengenal "kompetisi" (perlombaan rensi", maju sendiri dengan menjatuhkan 
semua seteru (apa itu kawan bahkan lawan).
Dikunci dengan satu perhatian : INGEK SABALUN KANAI, KALIMEK SABALUN ABIH, 
INGEK-INGEK NAN KA-PAI, AGAK-AGAK NAN KATINGGA !!! Jeli dan jelimet dengan 
perhitungan matang tentang manfaat sebuah tindakan, bagi yang badagang 
(manggaleh) maupun korong kampung yang ditinggalkan.
Teranglah sudah, disini kita menemui suatu "mental-climate", suatu iklim 
(suasana) sikap jiwa yang indah, subur dan bersih. Manusia Minang tidak hanya 
berpandangan sebagai "homo-ekonomicus" semata dengan mengabaikan "nilai-nilai 
budaya" yang diwarisinya. Bahkan tidak eco-nomics-animals.
Namun, tidaklah pula bearti, bahwa "orang Minang" tertutup untuk menerima semua 
sistem yang dari luar, selama sistem itu baik, berguna dan menunjang pencapaian 
suatu keberhasilan, selama dapat dikaitkan kepada "pantas" dan "patut". Mereka 
"badagang" dengan sebuah kompas yang jarumnya di arahkan "DIMA BUMI DI-PIJAK, 
DI-SINAN LANGIK DI-JUNJUNG", artinya penyesuaian, situasional dan kondi-sional. 
Karena ini, mereka maju dan berkiprah disegala bidang. Sebuah mental-climate 
yang benar-benar indah, sesuai dengan "agama" dan adatnya. Syara' mamutuih, 
adat mangato.
Badagang jo Manggaleh, bagi putra Minangkabau sejak dahulu, dimulai dengan apa 
yang ada. Yang ada itu, ialah "alam" (alam takambang jadi guru), dan 
potensi-manusiawi. Secara awal ditanamkan "percaya diri" untuk melaksanakan 
idea "self-help", kata para ekonomi dewasa ini.
Mencukupkan dari apa yang ada, "tulang delapan karat" dan "moralitas" dengan 
panduan "Agama" serta "Adat". Adat dan Agama  berjalin berkelindan membentuk 
watak yang produktif , menuju "self-help" (menolong diri sendiri). Kemudian 
meningkat kepada "mutual-help", berkiprah saling membantu orang keliling. TA'AA 
WANUU'ALAL BIRRI (bantu-membantu, ta'awun mutual-help) dalam pembagian 
pekerjaan (albirri/kebaikan). Membentuk suatu division of labour menurut 
keahlian masing-masing, jelas ini akan berdampak percepatan mutu yang 
dihasilkan. Kemudian akan menuju "take-off" dengan serba keberhasilan.
Kerjasama yang terjalin rapi, dengan memfungsikan potensi yang riil, sungguh 
merupakan "kiat" keberhasilan manajemen. TUKANG NAN TIDAK MAMBUANG KAYU, NAN 
BUNGKUAK KA-SINGKA BAJAK, NAN LURUIH KA-TANGKAI SAPU, SA-TAMPOK KA-PAPAN TUAI, 
NAN KETEK PA-PASAK SUNTIANG". Konklusinya, tidak ada yang terbuang, semua dapat 
dimanfaatkan sesuai kematangan dan kemampuan masing-masing, akan mengangkat 
"orang Minang" nan-badagang dari self-help kepada mutual-help itu. Manajemen 
seperti ini, terlihat nyata dalam usaha "lapau nasi" yang sangat digandrungi 
oleh pedagang Minang. Sejak dari "dapur", hingga ke lemari pajangan, sampai 
"kemeja hidangan" yang terakhir "penerimaan uang" (banking/accounting). 
Seluruhnya berjalan secara otomatis, teratur, sama-sama bekerja (sama mempunyai 
kewajiban), dan dengan kerjasama itu, akhirnya kelak berhak mendapatkan 
pembagian, sesuai dengan modalnya masing-masing (tenaga, waktu dan uang). Tanpa 
exploitasi, tapi
 mutual-help dalam arti hakiki. Bentuk inilah yang secara akademis, kelak 
berkembang , dan dikembangkan menjadi satu bentuk "kopera-si", dan sejarah 
Indonesia mencatat, mungkin bukan secara kebetulan, kalau Bapak Koperasi 
Indonesia adalah putra Minangkabau, MOHAMMAD HATTA (allahuyarham). Kiat 
mutual-help, sesuai sekali dengan bentuk ideal perekonomian menentang kapitalis 
(materi untuk materi), yang jelas dinegara kita ini sikap menumpuk modal hanya 
pada satu tangan dan untuk kemakmuran pihak konglomerat saja, pasti tidak akan 
diterima keberadaannya.
Ada dua "pemeo" yang paling menyakitkan hati orang Minang, yaitu kalau dia 
dituduh badagang-cino". Sebuah usaha tanpa memperhatikan kaedah-kaedah, 
terbenam dalam usaha mencari hidup dan berebut hidup, dan tidak ada kampung 
tempat pulang. Terbenam diperantauan, tidak ingat lagi anak kemenakan, tidak 
pernah berbuat baik ke-korong kampung, tidak pula mau tahu dengan lingkungan. 
Untuk mengantisipasi pemeo ini, dipesankan melalui petuah "HUJAN AMEH DI NAGARI 
URANG, HUJAN BATU DIP-NAGARI AWAK, KAMPUANG HALAMAN DIKANA JUO".
Karena itu, materi hasil "badagang" tidaklah untuk kesejahteraan sendiri, 
pemilik modal, tetapi harus dinik-mati juga oleh "orang kampung" nan jauah 
dimato.
Pemeo kedua, yang menyakitkan itu, ialah "di-pagaleh-kan urang". Yakni 
kehilangan jati-diri, yang bisa beraki-bat lebih fatal terhadap orang Minang 
itu sendiri (nan-di-pagalehkan urang), bisa berbuat "menjual kampung halaman" 
untuk kepentingan orang lain (penjajah/kolonial)  dimasa itu.
Jelaslah sudah, bahwa "badagang" jo "manggaleh" bagi orang Minang, punya 
falsafah mendalam, dan berurat berakar baginya dalam memilih secara teliti 
penerapan kiat manaje-men yang tengah berkembang. Karena akhir dari 
keberhasilan seseorang yang "badagang" atau "manggaleh" adalah "selfess help", 
yaitu kesediaannya membantu orang lain (kampung halaman dan karib kerabat) 
dengan cara ikhlas (ihsan) tanpa memerlukan balasan apa-apa. Atau, sebagai kata 
orang "INDAK BA-UDANG DIBALIK BATU", itulah selfess help, menu-rut istilabh 
orang berilmu.
Sesuai dengan Firman Allah, "WA AHSIN KAMAA AHSANAL-LAHU ILAIKA WALAA TABHIL 
FASAA DA FIL ARDHI", artinya "Berbuat baiklah kamu (kepada sesama makhluk) 
sebagaimana  Allah (yang menciptakan manusia) telah memberikan segala bentuk 
kebaikan kepada kamu, (yakni berbuat selfless-help, membantu tanpa mengharapkan 
balasan). Dan Ingatlah, jangan sekali-kali kamu menjadi penabur bencana 
dipermukaan bumi; (Q.S. XXVIII Al-Qashash, ayat 77).
Sekarang mampu-kah orang Minang masakini mengulang sejarah, mengelola Bisnis 
Besar, seperti masa lalu??? Jawabnya, tidaklah  mustahil, kalau ada kemauan dan 
punya kesempatan. "MAMUTIAH CANDO RIAK DANAU, TAMPAK NAN DARI MUKO-MUKO, 
BATAHUN-TAHUN DIDALAM LUNAO, NAMUN NAN INTAN BACAYO JUO".
            Alhamdulillah, orang Minang sampai kini, masih memi-liki "piala" 
yang belum berpindah ke tangan orang lain, yaitu orang Minang masih  "pandai 
hidup", "ALAH BAKARIH SAMPORONO, BINGKISAN RAJO MAJO-PAIK, TUAH BASARAB 
BAKARA-NO, DEK PANDAI BATENGGANG DI NAN RUMIK".
Kuncinya, barangkali pertajamlah observasi, tingkat-kan daya-fikir, dinamiskan 
daya-gerak, perhalus raso pareso, perkembang daya-cipta, dan bangkitlah kembali 
kemauan.
Insya Allah, "Innallaha ma'ana", Allah akan selalu menyertai kita. Amin.


      
____________________________________________________________________________________
Never miss a thing.  Make Yahoo your home page. 
http://www.yahoo.com/r/hs
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet.
- Tuliskan Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting.
- Hapus footer & bagian yg tidak perlu, jika melakukan reply.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur 
pribadi.
- Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta 
maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED]

Daftarkan email anda pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Agar dapat melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Reply via email to