Ingat cerita saya mengenai TanGalo atau Mak Galo yang dipanggilkan begitu karena dia sering menggunakan kata "Galo" sejak kemgali dari Muara Rupit, Palembang? Apakah ada tambang atau mata pencaharian terbuka waktu itu, (akhir zaman Belanda sebelum Jepang) yang menyebabkan banyak orang merantau dari kampuang kami ke sana?
Wakatu Jepang masuk mungkin tambang itu terganggu, mata pencaharian susah, mereka pulang bersama-sama. Yang menarik perhatian saya, para returnees Rupit ini menggunakan kata "LUB" untuk saling memanggilkan antara mereka. Apa artinya kat LUB itu dalam Bahasa Palembang? Kawan, sahabat, apa? Waktu zaman Jepang itu, tenaga-tenaga muda kuat dicari Jepang untuk ROMUSHA (kerjapaksa) ke Logas, atau LOGE, membangun jalan kereta api Muaro-Loge. Kalau siang hari di kampuang di Ampat Angkat yangsaya tahu, anak-anak muda sehat menghilang ke kampung bersembuyi di arah Gunung, di kampuang kami arah ke Lasi. Sayangnya salah seorang Rupit Returnee ini ketangkap siang, dikirim ke Loge untuk Romusha. Dia tidak pernah kembali lagi seperti kebanyakan Romusha lainnya. Cerita nasib dan pengalaman kaum Romusha ini banyak tersimpan di daerah kita sebagai Oral History, suatu sumber sejarah yang bagus. Di daerah pinggiran Sijunjung sekitar Durian Gadang dan Sumpur Kudus, cerita itu masih hidup sebagai cerita-cerita Orang Rantai Lapeh dari Loge. Untuk melihat di mana betul letaknyo Loge itu,saya sengaja berhenti di Loge dalam perjalanan sengaja keliling Bukit Barisan awal 2004. Pemandangan dari Loge dan seterusnya sampai ke Lubuak Jambi dan Muara Lembu melihat ke arah ke Bukit Barisan di Baratnya sangat menakjubkan saya. Sementara itu air mata saya bercucuran mengenang Sejarah Korban Romusha sepanjang Muaro - Loge; sebagian cerita saya pernah baca dan dengar sendiri di Unggan dan Sumpur Kudus sebelumnya. Sebagian bekas jalan kereta api bikinan Romusah yangsudah merimba itu sepanjang 2km dari Durian Gadang menghilir sebelah kiri Batang Kuantan pun telah saya jalan kakii pula tahun 1959-60. Sekian sebingkah kenangan integral Sejarah/Geografis sekitar Bukit Barisan. Salam, --MakNgah Sjamsir Sjarif --- In [EMAIL PROTECTED], "hambociek" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Kulu, kulu, kulu! > Dahulu, 50 tahun yang lalu, tahun 1958 waktu saya berkunjung ke > Palembang saya dengar sopir angkutan di Hilir teriak-teriak: Kulu, > kulu, kulu! Pada mulanya saya tidak mengerti. Kemudian saya tahu > masudnya: Ke Hulu, ke Hulu, ke Hulu, karena orientasi arah di > Palembang rupanya paralel dengan arah Sungai Musi, Hulu dan Hilir. > > Apakah sekarang masih hidup seruan "Kulu, kulu, kulu" itu? > > Salam, > --MakNgah --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet. - Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting. - Hapus footer & bagian tidak perlu, jika melakukan reply. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi. - Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku. =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---