Waalaikum salam WR WB buya HMA yth. Makasih banyak atas nasehat buya. Jadi 
takana parasaian mama nan jadi guru SD manggadangkan dan manyakolahkan 6 urang 
anak. Buya benar wanita minang wanita yang hebat. Bukan saja pikiran dan tenaga 
yang dikorbankan mama, kakayaan mama pun tandas bahkan tekor.  Tak peduli apa 
kata orang yang meragukan keberhasilan kami anak2 mama. Jadi ingat, jam 4 pagi 
mama sudah siapkan sarapan, kami masih tidur nyenyak.  Sekarang tugas hanifah 
tidak seberat itu. Hanya menghadapi sepasang anak. Satu di bogor. Jadilah anak 
padusi saraso anak tungga. Mudah2an nasehat buya bisa mambao parubahan ka kami 
handakno. Amin. Wass. Hanifah

Buya H Mas'oed Abidin wrote: 
> Assalamu'alaikum Wa Rahmatullahi wa Barakatuh,
> Rangkayo Iffah (hanifah daman) <[EMAIL PROTECTED]> yang dimuliakan
> Allah,
> sarato keluarga yang bahagia di Benkulu tanah serantih.
> Anak adalah dzurriyat, anugerah Allah,
> kok maha indak dapek dibali, kok murahnyo indak dapek diminta.
> Betul-betul pemberian Allah, yang diamanahkan kepada yang diberiNya.
> Ada orang yang meminta bertahu-tahun, bahkan sampai tua bangka, namun
> tak kunjung bersua.
> Walau ada juga, yang kadang-kala sangat mudah mendapatkannya, semata
> karena kepercayaan Allah Maha Pemberi, seketika dapat berbentuk
> "bagaikan rambai ba lacuik kan", artinya sekali setahun, seperti buya
> bersaudara,
> Alhamdulillah 17 orang dari dua bunda.
> Amat beruntunglah orang yang mendapatkan anugerah itu, walau bebannya
> amat berat, membesarkan anak, oleh seorang ibu yang terampil, kata
> orang kini perempuan karir yang berhasil, apalagi dari kalangan kita
> etnis Minangkabau, yang sesungguhnya sudah bertakdir punya garis
> kekerabatan dari ibu, dan bernasab ke ayah, dan mendapatkan sako dari
> mamaknya.
> Indah sekali.
> Perempuan karir, sebenarnya jika kita jujur adalah kepintaran bundo di
> Minangkabau.
> Buya berani katakan begitu, karena mata kita yang jeli
> memperhatikannya.
> Hati kita yang bersih ikut merasakannya.
> Ditambah pula dengan pikiran kita jernih ikut menelaahnya.
> Mengapa,
> karena ibu atau biay, mandeh, amak, amay atau umak dalam istilah
> panggilan kita,
> semuanya di Minangkabau adalah perempuan karir.
> Karirnya seiring dengan karya besarnya,
> berhasil membesarkan anak-anaknya,
> sembari dia tidak pernah berhenti berkarir.
> Ada karirnya memegang pena besar sebesar tangkai tajak,
> di sehamparan sawah luas atau di sebintalak ladang kampung.
> Sembari anak disusukan, dimandikan, diberi makan dan di andukan,
> tangan diayun di sawah dan ladang.
> Sungguhpun terlihat berat, tapi bundo tetap menjawab,
> tak akan merintang kerbau akan tanduknya.
> Pekerjaan itu, di jalaninya sejak dari menyemai benih,
> hingga bertanam, sampai bersiang dan menyabit.
> Hingga menjunjung padi pulang ke rangkiang, menjemurnya di halaman,
> menumbuknya di lesung dan di kincir, ditingkah bunyi alu bunian,
> dan suara gemercik air di bandar.
> Tidak hanya sebegitu, diteruskan menghindang menampis teras-teras,
> mimilih antah satu-satu,
> Kemudian menanak, menghidangkan.
> Sejak menyuapi anak si biran tulang,
> ubek jarieh palarai damam,
> membesarkan anak pisang,
> tidak dibedakannya.
> Mukanya selalu berseri,
> senyum senantiasa merekah.
> Semua karir itu dilalui dan dilakukannya sangat professional
> sebagai karir seorang ibu.
> Pendidik dan pembangun generasi,
> tak pernah lepas senyum dari wajahnya.
> Ada keletihan, tapi tidak berkesan.
> Sangat professional.
> Kalaupun ada sekali dua marah tak tertahankan,
> semata hanya karena kasih sayang jua.
> Tidak pantaskah perempuan di Minangkabau itu
> disebut pahlawan dan perempuan karir.
> Tidak pernah abai dan lalai,
> atau sangat professional kata orang.
> Dari rahimnya telah lahir generasi.
> Dalam asuhannya telah tumbuh tunas bangsa.
> Dengan tangannya di bangun warisan pelanjut.
> Dalam doanya dilahirkan pemimpin.
> Kemana professional seperti itu akan di cari ???
> Wahai bunda maafkan kami,
> yang sering kali lupa kepada bunda,
> Ketika sukses sudah kami raih,
> lupa kami bunda membesarkan.
> Allahu Akbar.
> Rasa berbunda perlu di turunkan ke anak-anak kita rangkayo,
> agar tak berubah sikap dan ucap,
> patah akan tumbuh hilang akan berganti,
> walau perempuan ataupun lelaki,
> kesemuanya sama di sisi Ilahi,
> setiap anak mesti berbakti,
> kepada ayah bunda sendiri,
> mereka mesti kita didik dari dini,
> tahu akan ayah bunda dan dirinya sendiri,
> bahwa bahagia bukanlah karena senang seorang diri,
> lelah akan hilang, manakala semua pekerjaan dimulai dari hati.
> Selamat memikul beban berat,
> karena kelak upahnya amat besar di akhirat.
> Di dunia ketika kegembiraan membalut diri, air mata akan mengalir
> membasahi wajah,
> Begitu juga, ketika cobaan datang tak tertahankan mendera kanan dan
> kiri,
> hati sedih, hampa dan pilu air mata juga merambah tumpah,
> Namun keduanya akan berbeda,
> ketika kita mendekat kepada Ilahi Rabbi.
> Ingatkan kepada putra putri belahan diri,
> kasih bunda selalu menyertai,
> doa ayah selalu mengiringi,
> kenapa anak anak tak acuh lagi ....????
> Wallahu a'lamu bis-shawaab.
> Wassalamu'alaikum Warahmatullahi wa barakatuh.
> Salam hormat dari BuyaHMA
> On 13 Jul, 22:02, hanifah daman <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>> Assalammualaikum WR WBbuyaHMA yth. Terimakasih banyak atas emailbuyaini. Ini 
>> yang hanifah maksud meminta p saaf adakan penelitian tentang peranan wanita 
>> minang. Di tinjau dari beberapa kasus. Kebetulan hanifah termasuk wanita 
>> minang yang berkarir di luar rumah, tentu tdk selalu punya waktu yang banyak 
>> untuk anak2. Dalam hal ini peranan bapaknya hanifah harapkan juga. Hanifah 
>> agak kesulitan menghadapi anak gadis yg kini sudah kelas 3 sma. Agamanya 
>> jauh lebih bagus dari hanifah. Rajin ngaji dan sholat, tapi jarang mau kalau 
>> kita minta tolong. Kayak sincan gitubuya. Nah bgm menurutbuyamenghadapi 
>> remaja begini? Kalau di kampung di jaman kami dulu, kecil2 sudah bisa bantu 
>> orang tua. Apa karena acara disekolah padat dan melelahkan? Sehingga kalau 
>> liburpun dimanfaatkan untuk tiduran atau nonton. Orang lain juga bercerita 
>> hal yang serupa. Wass. Hanifah
>>
>>
>>
>> MasoedAbidinwrote:
>> > Alaikum salam Saudaraku Illa,
>> >   
>> >  Makin maju dunia (oleh sebagian ahli disebutkan masa post modernisme, 
>> > atau geliat zaman kesejagatan yang global) ini, tanggung jawab kepala 
>> > rumah tangga dan keluarga menjadi bertambah berat.
>> >  Sesungguhnya secara hakiki, anak turunan, yang kelak akan menjadi 
>> > generasi penerus satu bangsa bermula dari titipan Ilahi melalui orang tua 
>> > (ayah dan bunda). Di sini kita melihat eksistensi pesan Allah, yang 
>> > memerintahkan kita untuk "PELIHARA DIRI DAN KELUARGA 9ANAK TURUNAN DARI 
>> > API NERAKA' sebagaimana tertera di dalam Alquran Surat at Tahrim itu.
>> >   
>> >  Kemudian, yang disebut pengajaran memeang telah banyak sekolah yang 
>> > menanganinya, namun yang bernama pendidikan di rumah tangga adalah 
>> > basisnya.
>> >   
>> >  PENDIDIKAN BERAWAL PADA KEYAKINAN ATAU AJARAN AGAMA yang di dalam Islam 
>> > disebut AQIDAH TAUHID yang dengan memiliki itu, seseorang akan terkontrol 
>> > dari perbuatan yang menyalahi.
>> >   
>> >  Kemudian keyakinan tauhid itu selalu di pupuk oleh IBADAH yang teratur, 
>> > untuk menjaga agar kedisiplinan diri tetap mapan, sebagai modal dasar 
>> > melaksanakan amar makruf nahyun anil munkar, dan modal utama merebut 
>> > keberhasilan di segala bidang.
>> >   
>> >  Bila kedua asas ini (Aqidah dan Ibadah) sudah dipunyai dengan kuat mesti 
>> > dijaga dengan AKHLAQ Mulia, yang berawal dari pencontohan-pencontohan di 
>> > rumah tangga oleh ayah dan bunda, bukan contoh yang hjanya diberikan oleh 
>> > pembantu atau baby sitter, ketika ayah bunda menganggap semua itu sudah 
>> > cukup, karena pangan dan pakaian telah dipenuhi, dan perumahan telah 
>> > disiapkan, uang sekolah telah dibayarkan, sesungguhnya dari sini 
>> > berawalnya broken home.
>> >   
>> >  Adakah mungkin generasi kuat lahir dari rumah-rumah yang broken home, dan 
>> > tidak peduli akan sesama???
>> >  Mungkin disini awal bencana.
>> >   
>> >  WassalamBuyaHMasoedAbidin 
>> >   
>> >   
>> >   ila [EMAIL PROTECTED] | 210.48.147.2
>> >  s alamz… huraian yang cukup padat. bolehkah saya bertanya?dengan 
>> > sosialitis zaman sekarang apa pendapat ustaz tentang gejala sosial yang 
>> > melanda di negara kita.semakin moden zaman itu,semakin rosak pemikiran 
>> > remaja zaman sekarang.harap ustaz dapat memberi huraian yang dapat 
>> > mengatasi masalah ini
>> >  Dari Pembinaan Akhlak Remaja , 2008/07/14 at 3:25 AM
>> >   - Sembunyikan teks kutipan -
>>
>> - Tampilkan teks kutipan -
> 


      

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke